Sri Mulyani Siap Kejam ke Pengusaha yang Tak Ikut Tax Amnesty

Lidya Julita Sembiring, CNBC Indonesia
Selasa, 14/12/2021 20:52 WIB
Foto: Menteri Keuangan Sri Mulyani di acara G20 (Dok BI)

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati meminta para pengusaha untuk ikut tax amnesty jilid II. Terutama pengusaha yang belum melaporkan pajak nya dari tahun 2015 ke bawah.

Adapun program tax amnesty jilid II ini diberi nama Program Pengampunan Sukarela (PPS) yang dituangkan dalam UU nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Program ini berlangsung selama enam bulan mulai 1 Januari - 31 Juni 2022.

Ia mewanti-wanti, jika pengusaha 'pendosa' pajak ini tetap tidak melaporkan hartanya melalui program tax amnesty jilid II dan diketahui oleh ditjen pajak nantinya, maka siap-siap dikenakan sanksi denda 200% dan juga PPh Final.


Adapun tarif PPh untuk WP Badan sebesar 25%, untuk WP orang pribadi 30% dan 12,5% untuk WP tertentu.

"Jadi kalau Anda punya harta sebelum 2015 yang belum masuk baik di tax amnesty sebelumnya, kami berikan 6 bulan ini. Kalau ini harta milik perusahaan atau badan kalau tidak disampaikan akan bayar 25% plus denda 200%, kalau ini harta pribadi pribadi punya sendiri maka anda bayar tarif (PPh) tertinggi 30% dan plus denda 200%," ujarnya dalam sosialisasi UU HPP, Selasa (14/12/2021).

Oleh karenanya ia menghimbau agar wajib pajak yang masuk kategori pemilik harta di bawah 2015 untuk melaporkannya di tahun depan. Sebab banyak keuntungan yang didapatkan.

"Nag mungkin bertanya-tanya, apa untungnya buat kita kalau ikut? Kalau anda tidak ikut lapor harta sebelum 2015 tadi, maka anda kalau ini harta badan atau perusahaan, anda akan bayar 25% kalau dibandingkan dengan 11% dan plus anda akan kena denda 200% dan ini sudah ada di PMK lho. Ya jadi mending ikutan yang 11% atau yang 8% atau bahkan 6% toh," jelasnya.

Lanjutnya, saat ini kemungkinan harta yang belum dilaporkan dan diketahui oleh ditjen pajak sangat besar. Sebab ada banyak kebijakan yang telah direformasi termasuk melakukan kerjasama dengan negara lain.

"Kalau anda ada harta sebelum 2015, dan ternyata kita menemukan dan kemungkinan kita temukan sangat besar, karena kita punya AEoI (Automatic Exchange of Information), kita punya akses informasi tak terbatas pada sektor keuangan dan ada kerja sama global penagihan. Jadi kemungkinan kiat temukan pasti ada. Jadi kita berikan waktu enam bulan ini atau denda 200%. Saya ngomong 200% sambil senyum tapi itu rada kejam sih," kata dia.

Program tax amnesty jilid II diberikan dalam dua kebijakan tarif yang berbeda, yakni:

Pertama, kebijakan ini diberikan untuk WP OP dan Badan yang sudah pernah menjadi peserta Tax Amnesty jilid I dengan basis aset yang diperoleh hingga 31 Desember 2015.

Tarif PPh Finalnya:
- 11% untuk harta di luar negeri yang tidak direpatriasi ke dalam negeri.
- 8% untuk harta di luar negeri yang direpatriasi ke dan aset dalam negeri
- 6% untuk harta di luar negeri yang direpatriasi dan harta di dalam negeri yang diinvestasikan dalam Surat Berharga Negara (SBN) dan hilirisasi Sumber Daya Alam (SDA).

Kedua, kebijakan ini diberikan untuk WP OP yang selama ini belum melaporkan kekayaannya yang didapat pada 2016 sampai 2020 dan belum dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) pajak 2020.

Tarif PPh Finalnya:
- 18% untuk harta di luar negeri yang tidak direpatriasi ke dalam negeri
- 14% untuk harta di luar negeri yang direpatriasi dan harta di dalam negeri
- 12% untuk harta di luar negeri yang direpatriasi dan harta di dalam negeri yang diinvestasikan dalam Surat Berharga Negara (SBN) dan hilirisasi Sumber Daya Alam (SDA) dan energi terbarukan.


(hoi/hoi)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Industri Genset Terimbas Efisiensi, Pelaku Usaha Berharap Ini