
Ada yang Pergi, Tapi Raksasa Migas Asing Ini Bertahan di RI!

Jakarta, CNBC Indonesia - Sejumlah perusahaan minyak dan gas bumi (migas) asing telah menyatakan diri untuk mundur dari sejumlah proyek migas di Tanah Air.
Beberapa nama "raksasa migas" asing tersebut antara lain Shell, Chevron, dan terbaru adalah ConocoPhillips.
Seperti diketahui, Shell berencana melepas 35% sahamnya di Lapangan Abadi, Blok Masela, Maluku. Padahal, proyek gas di Blok Masela ini merupakan salah satu proyek gas "raksasa" yang juga masuk ke dalam Proyek Strategis Nasional (PSN) Presiden Joko Widodo.
Proyek yang dipimpin oleh perusahaan Jepang, Inpex Masela Ltd, ini diperkirakan akan menelan dana hingga US$ 20 miliar dan ditargetkan bisa beroperasi pada 2027 mendatang.
Sementara Chevron melalui unit usahanya, Chevron Indonesia Company (CICO) juga menyatakan akan mundur dari proyek gas laut dalam Indonesia Deep Water Development (IDD) di Kalimantan Timur.
Pihak Chevron menyampaikan bahwa proyek IDD tahap 2 dengan nilai investasi menembus US$ 5 miliar itu tidak dapat bersaing untuk mendapatkan modal dalam portfolio global Chevron.
Sementara ConocoPhillips Indonesia Holding Ltd (CIHL) melepas seluruh sahamnya kepada PT Medco Energi Indonesia Tbk (MEDC). CIHL merupakan pemegang 100% saham di Conocophillips Grisik Ltd (CPGL) dan 35% saham di Transasia Pipeline Company Pvt. Ltd. (Transasia). Yang mana, CPGL adalah operator dari Corridor PSC dengan kepemilikan 54% working interest (hak partisipasi).
ConocoPhillips melalui pernyataan resmi perusahaannya angkat bicara atas penjualan aset miliknya di Indonesia. Pada dasarnya penjualan aset 100% ConocoPhillips melalui ConocoPhillips Indonesia Holding Ltd kepada PT Medco Energi International Tbk (MEDC) untuk menambah saham di perusahaan migas Australia.
ConocoPhillips akan menggunakan hasil dari penjualan aset di Indonesia untuk kepentingan kepemilikan saham tambahan di Australia Pacific LNG (APLNG) sebesar 10% dari Origin Energy.
Perlu diketahui, nilai aset Blok Corridor yang dijual ke Medco ini mencapai US$ 1,355 miliar atau sekitar Rp 19,5 triliun (asumsi kurs Rp 14.400 per US$). Sementara, nilai kepemilikan saham tambahan APLNG sebesar 10% dari Origin Energy itu mencapai US$ 1,645 miliar (Rp 24 triliun).
Dengan dilepaskannya seluruh saham di Blok Corridor ini, maka artinya ConocoPhillips tak lagi menjadi operator atau pun mengelola blok migas di Indonesia, baik blok produksi maupun eksplorasi.
Lantas, masih adakah "raksasa" migas yang bertahan di Tanah Air? Simak di halaman berikutnya..
Berdasarkan data Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), masih ada beberapa perusahaan asing yang bertahan di RI, bahkan dengan capaian produksi migas yang besar atau masuk ke dalam lima besar produksi nasional.
Berikut beberapa perusahaan migas asing "kelas kakap" yang masih bertahan di RI:
1. ExxonMobil Indonesia
ExxonMobil Indonesia melalui unit usaha Mobil Cepu Ltd mengoperasikan lapangan minyak Banyu Urip di Blok Cepu, Jawa Timur-Jawa Tengah. Produksi minyak dari ExxonMobil kini merupakan terbesar secara nasional. Produksi minyak di Blok Cepu menduduki peringkat no.1 dengan capaian produksi terangkut (lifting) minyak rata-rata 207.297 barel per hari (bph) hingga 30 September 2021 atau 94,7% dari target 219 ribu bph.
2. BP Berau Ltd
BP Berau Ltd, unit usaha dari "raksasa" migas asal Inggris ini merupakan produsen gas terbesar di Indonesia. Hingga kuartal III 2021, produksi gas dari BP Berau ini tercatat mencapai 1.308 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD) dan salur (lifting) gas sebesar 1.050 MMSCFD, atau 87,5% dari target APBN 1.200 MMSCFD.
Selain itu, BP kini juga memiliki proyek kilang LNG ekspansi, yakni Train 3 Kilang LNG Tangguh, Papua. Proyek ini juga termasuk ke dalam salah satu Proyek Strategis Nasional yang ditetapkan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Proyek ekspansi ini diperkirakan menghasilkan gas 700 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD) dan 3.000 barel minyak per hari. Produksi gas dari Train 3 Tangguh ini setara dengan 3,8 juta ton LNG per tahun (mtpa).
Saat ini BP telah mengoperasikan dua train dengan kapasitas masing-masing sebesar 3,8 mtpa. Bila train tiga ini beroperasi, maka total LNG yang dihasilkan mencapai 11,4 juta ton per tahun.
Adapun nilai investasi dari proyek ini yaitu US$ 8,9 miliar. Ditargetkan proyek Train 3 Kilang LNG Tangguh ini beroperasi pada 2022.
3. ENI Muara Bakau B.V.
Perusahaan migas asal Italia, ENI, juga termasuk yang bertahan, bahkan termasuk yang menjadi andalan RI. Saat ini ENI mengelola Blok Muara Bakau, Kalimantan Timur dengan produksi gas hingga kuartal III 2021 sebesar 332 MMSCFD dan salur gas 325 MMSCFD atau 111,7% dari target 291 MMSCFD tahun ini. Produksi gas dari ENI ini merupakan terbesar ke-5 nasional.
ENI juga disebut menjadi salah satu calon perusahaan migas yang akan mengambil alih IDD dari Chevron.
Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto pernah menyebutkan bahwa kemungkinan besar ENI menjadi pengganti Chevron dalam mengembangkan proyek IDD ini karena Gendalo Hub dan Gehem Hub yang merupakan bagian besar dari Proyek IDD ini lokasinya berdekatan dengan Lapangan Jangkrik, Blok Muara Bakau yang dikelola ENI.
4. PetroChina
Perusahaan asal China ini juga masih bertahan di Indonesia. PetroChina mengelola Blok Jabung dengan unit usaha PetroChina International Jabung Ltd.
Hingga kuartal III 2021, PetroChina mencatatkan lifting minyak sebesar 15.181 bph atau 94,9% dari target 16.000 bph dan lifting gas sebesar 172 MMSCFD atau 94,9% dari target 181 MMSCFD.
Produksi minyak PetroChina merupakan terbesar ke-6 nasional dan gas terbesar k-7 nasional.
5. Inpex
Inpex Masela Ltd, unit usaha asal perusahaan migas Jepang ini memang belum menjadi operator blok migas yang telah berproduksi di Indonesia. Namun, Inpex menjadi operator di Blok Masela, salah satu blok gas "raksasa" yang menjadi andalan RI ke depan.
Proyek senilai US$ 19,8 miliar ini ditargetkan memproduksi 1.600 juta kaki kubik per hari (MMSCFD) gas atau setara 9,5 juta ton LNG per tahun (mtpa) dan gas pipa 150 MMSCFD serta 35.000 barel minyak per hari. Proyek ini diharapkan bisa beroperasi pada kuartal kedua 2027.
6. Repsol
Perusahaan minyak asal Spanyol ini juga diandalkan untuk meningkatkan produksi migas di Tanah Air. Terutama setelah ditemukannya cadangan gas hingga 2 triliun kaki kubik (TCF) di Lapangan Kaliberau, Blok Sakakemang, Sumatera Selatan pada dua tahun lalu.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif telah menyetujui rencana pengembangan (Plan of Development/ POD) I Lapangan Kaliberau, Blok Sakakemang di Sumatera Selatan, yang dikelola Repsol Indonesia.
Persetujuan tersebut telah ditandatangani Menteri ESDM pada Selasa, 29 Desember 2020.
SKK Migas sempat mengungkapkan nilai investasi yang dibutuhkan untuk mengembangkan lapangan ini mencapai sekitar US$ 359 juta atau sekitar Rp 5,06 triliun (asumsi kurs Rp 14.100 per US$).
Plan of Development I Lapangan Kaliberau disetujui dalam rangka untuk memproduksikan cadangan gas sebesar 445,10 miliar standar kaki kubik (BSCF) (gross) hingga batas akhir keekonomian proyek (economic limit) pada 2038 atau 287,70 BSCF penjualan gas dengan laju produksi gas puncak sebesar 85 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD) dan kumulatif produksi kondensat sebesar 0,17 MMSTB dengan laju produksi puncak sebesar 34 barel kondensat per hari (barrels condensate per day/ BCPD).
(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Beberapa Hengkang, Sanggupkah RI Gaet Raksasa Migas Lagi?
