Raksaksa Migas Hengkang, RI Cuma Bisa Andalkan Pertamina?
Jakarta, CNBC Indonesia - Sejumlah perusahaan minyak dan gas bumi (migas) asing sejak beberapa tahun terakhir ini menyatakan akan mundur dari proyek hulu migas di Indonesia.
Bila sebelumnya perusahaan asal Belanda Shell dan raksasa migas asal Amerika Serikat Chevron menyatakan akan mundur dari dua proyek migas besar di RI, terbaru ada ConocoPhillips, perusahaan migas yang juga berasal dari AS, pada pekan lalu baru saja mengumumkan akan melepaskan sahamnya di Blok Corridor, Sumatera Selatan, kepada PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC).
Dengan dilepaskannya seluruh saham di Blok Corridor ini, maka artinya ConocoPhillips tak lagi menjadi operator atau pun mengelola blok migas di Indonesia, baik blok produksi maupun eksplorasi.
Lantas, bagaimana dengan masa depan hulu migas di Tanah Air?
Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) sebagai regulator hulu migas di Tanah Air pun buka suara.
Benny Lubiantara, Deputi Perencanaan SKK Migas, mengakui bahwa untuk peningkatan produksi migas di Tanah Air mau tak mau pemerintah hanya bisa mengandalkan PT Pertamina (Persero). Terlebih, saat ini Pertamina menguasai sekitar 70% dari total produksi minyak nasional, terutama setelah diambialihnya pengelolaan Blok Rokan dari Chevron Pacific Indonesia per 9 Agustus 2021 lalu.
"Iya," ungkapnya saat ditanya CNBC Indonesia apakah artinya pemerintah hanya bisa mengandalkan Pertamina untuk mendorong produksi migas di Tanah Air, dikutip Senin (13/12/2021).
Berdasarkan data SKK Migas, realisasi produksi terangkut (lifting) minyak hingga 30 September 2021 mencapai 661,1 ribu barel per hari (bph) atau hanya 93,8% dari target tahun ini 705 ribu bph, dan realisasi salur gas hingga kuartal III 2021 ini tercatat mencapai 5.481 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD), atau hanya 97,2% dari target di APBN 2021 sebesar 5.638 MMSCFD.
Sementara lifting migas hingga akhir kuartal III 2021 ini tercatat mencapai 1,64 juta barel setara minyak per hari (boepd), atau hanya 95,8% dari target 1,71 juta boepd.
Seperti diketahui, pemerintah juga memiliki target mencapai produksi 1 juta bph minyak dan 12 miliar standar kaki kubik gas per hari (BSCFD) pada 2030 mendatang. Dengan kondisi yang ada saat ini, terutama ketika perusahaan migas besar asing yang mundur dari sejumlah proyek migas di Tanah Air, apakah hanya mengandalkan Pertamina, target tersebut bisa dicapai?
Benny pun mengungkapkan kekhawatirannya bila sejumlah investor asing menarik diri. Namun, lanjutnya, kondisi ini harus dihadapi, terutama ketika saat ini sejumlah negara maju beralih ke energi terbarukan dan meninggalkan energi fosil.
"Khawatir sih.. karena di era energi transisi ini, menarik investor hulu global kelas kakap semakin sulit," ungkapnya.
Namun demikian, menurutnya pihaknya terus mengevaluasi secara rutin dari capaian produksi migas nasional dan proyek baru mana saja yang akan mulai beroperasi dan mana yang akan mundur.
Dia mengatakan, upaya mencapai target produksi minyak 1 juta bph dan gas 12 BSCFD pada 2030 itu sudah dengan memperhitungkan proyek yang akan mundur selama satu hingga dua tahun ke depan.
Sementara itu, sebelumnya PT Pertamina Hulu Energi (PHE), Subholding Upstream Pertamina, juga menyatakan target perseroan untuk berkontribusi sebesar 60%-70% dari target produksi migas RI pada 2030 tersebut.
Hal tersebut disampaikan Taufik Adityawarman, Direktur Pengembangan dan Produksi PT Pertamina Hulu Energi (PHE), Subholding Upstream Pertamina, dalam acara Energy Corner Special Road to Energy Day "Menuju Produksi Minyak RI 1 Juta Barel per Hari" CNBC Indonesia, Rabu (22/09/2021).
"Kira-kira di 2030 portofolio kami bisa sumbang 60%-70%," ungkapnya saat ditanya berapa besar kontribusi Pertamina untuk bisa mewujudkan target produksi minyak 1 juta bph pada 2030 mendatang.
Besarnya target ini, maka menurutnya dibutuhkan modal besar, teknologi canggih, serta tak ketinggalan sumber daya yang mumpuni.
"Ada tantangan eksplorasi di frontier area. Ini tidak sederhana, ini butuh capital intensive, teknologi, dan sumber daya," ujarnya.
Dia mengakui, sebagian besar lapangan migas nasional kini sudah tua, sehingga produksi saat ini perlu terus dijaga dengan program kerja dan biaya yang terkontrol.
"Karena sebagian besar lapangan kita mature, kita perlu jaga program kerja dengan biaya yang terkontrol," ujarnya.
Dia mengatakan, pada semester I 2021, produksi minyak Pertamina mencapai 400 ribu barel per hari (bph), di mana sebesar 290 ribu bph dari produksi di lapangan minyak dalam negeri dan selebihnya dari lapangan di luar negeri. Lalu, mulai 9 Agustus 2021 setelah ambil alih Blok Rokan, maka produksi minyak perseroan bertambah sekitar 160 ribu bph.
(wia)