Utang Menggunung Rp 35 T, Bos AP I Cerita Skenario Terburuk
Jakarta, CNBC Indonesia - Pihak BUMN operator bandara Angkasa Pura I (AP I) mengakui soal beban utang yang harus dibayarkan kepada kreditur dan investor. Namun manajemen menegaskan itu bukan masalah struktural besar, sehingga bisa teratasi dengan performa keuangan perseroan, asalkan ada restrukturisasi.
Direktur Utama Angkasa Pura I (Persero) Faik Fahmi menjelaskan kewajiban kepada kreditur dan investor per November 2021 sebesar Rp 28 triliun, bukan Rp 35 triliun. Meski ada tambahan lainnya seperti kewajiban terhadap karyawan, dan supplier mencapai Rp 4,7 triliun.
"Sebenarnya kondisi AP 1 itu tidak seburuk yang diceritakan, total kewajiban itu Rp 32 triliun tahun ini," katanya dalam konferensi pers, Rabu (8/12/2021).
"Apa yang kita alami itu bukan masalah struktural, bukan utang besar. Tapi AP I memang belum beranjak pulih akibat pandemi Covid - 19, dan ada potensi naik lebih buruk lagi bila tidak ada upaya penyehatan atau restrukturisasi," tambahnya.
Faik menjelaskan utang itu terbentuk sebelum adanya pandemi Covid - 19. Dimana AP I sibuk membangun dan melakukan pengembangan 10 bandara untuk yang dalam kondisi 'lack of capacity' atau kurang kapasitas akibat jumlah penumpang yang bertambah.
Dia mencontohkan kapasitas bandara AP I itu baru mencapai 71 juta orang, sementara total penumpang mencapai 90 juta pada 2017 lalu. Untuk mengatasi persoalan itu AP I mengembangkan 10 bandara dengan pembiayaan internal dan eksternal dari kredit sindikasi perbankan dan obligasi.
Namun karena dampak signifikan dari Covid - 19, pihaknya berupaya melakukan program penyehatan meliputi restrukturisasi finansial, operasi, penjaminan, fund rising dan melakukan transformasi bisnis. Sehingga tahun depan kondisi keuangan perseroan bisa lebih positif.
"Dari rangkaian upaya itu AP I meyakini cashflow di tahun 2022 bisa optimis sekitar Rp 1,15 triliun dengan EBITDA positif di Rp 1,5 trillion melalui serangkaian program," Katanya.
"Perlu disampaikan utang AP I itu tidak kemana mana, akan tetapi larinya ke nilai aset yang naik signifikan menjadi Rp 47 triliun, dari Rp 24 triliun di 2017," katanya.
Sebelumnya AP I dikabarkan menanggung beban utang yang tinggi mencapai Rp 35 triliun dan bisa meningkat mencapai Rp 38 triliun. Hal ini disebabkan bertambahnya beban karena pengoperasian bandara baru.
"Di AP I, memang kondisinya berat dengan utang Rp 35 triliun dan rate loss per bulan Rp 200 miliar dan setelah pandemi, utang bisa mencapai Rp 38 triliun," kata Wamen BUMN, Kartika Wirjoatmodjo, dalam Rapat Kerja dengan Komisi VI DPR RI, Kamis (2/12/2021).
(hoi/hoi)