Banyak Masalah Runyam Menanti China di 2022, Ini Daftarnya

Jakarta, CNBC Indonesia - Sejak terjadinya pandemi Covid-19, China selalu menghadapi masalah baru. Setelah krisis properti, energi, kenaikan harga babi, hingga resesi seks, kini Negeri Panda diprediksi akan menghadapi masalah pada sektor teknologi.
Lalu apa saja masalah yang akan dihadapi sektor yang sempat meningkat pesat selama setahun terakhir ini? Berikut poin-poinnya, sebagaimana dilansir dari CNBC International.
Aturan Keras Sektor Teknologi dari Pemerintah
Pemerintah China mulai menegakkan aturan keras pada sektor ini. Pada November 2020, penawaran umum perdana (IPO) yang memecahkan rekor dunia dari raksasa fintech Ant Group ditangguhkan.
Keputusan penangguhan ini dilakukan di tengah upaya dari regulator China untuk mencegah risiko keuangan sistemik dan mengekang meningkatnya utang masyarakat. Menurut Bank Sentral China, keputusan ini didasarkan pertimbangan komprehensif tentang menjaga kepentingan konsumen keuangan dan investor.
Namun penangguhan terjadi sesaat setelah pendiri Ant Group yakni Jack Ma secara terbuka mengkritik regulator China telah menghambat inovasi bisnis pinjaman online dan terlalu menghindari risiko.
Setelah penangguhan itu, China memperkenalkan banyak aturan baru di berbagai bidang, mulai dari antitrust untuk platform internet dan undang-undang perlindungan data yang didukung.
Baik raksasa e-commerce Alibaba dan perusahaan pengiriman makanan Meituan menghadapi denda antimonopoli. Akibat aturan ini, saham Alibaba turun 41% year-to-date.
Semikonduktor
Persaingan teknologi yang berkelanjutan antara Amerika Serikat (AS) dan China membuat Negeri Tirai Bambu menambah urgensi untuk meningkatkan swasembada di berbagai sektor. Salah satunya adalah semikonduktor, yang sangat penting untuk segala hal mulai dari mobil hingga ponsel.
Namun akibat kompleksitas rantai pasokan semikonduktor yang didominasi oleh perusahaan asing, China harus berjuang untuk mengejar ketinggalan dengan AS dan negara-negara lain.
Hal yang sama juga terjadi pada bidang manufaktur chip. SMIC, produsen chip kontrak terbesar di China, tertinggal beberapa tahun di belakang TSMC milik Taiwan dan Samsung milik Korea Selatan.
Diketahui jika SMIC sebenarnya tidak mampu memproduksi chip mutakhir terbaru yang dibutuhkan untuk smartphone terkemuka.
Akibatnya perusahaan asing mendominasi alat dan perlengkapan paling canggih yang dibutuhkan untuk pembuatan chip kelas atas. Sanksi AS juga telah menolak akses China ke beberapa alat itu, sehingga perusahaan China tidak bisa bersaing.
Teknologi 'Perbatasan'
China tidak hanya berusaha meningkatkan kepercayaan dunia lewat industri semikonduktor. Dalam rencana pembangunan lima tahunan yang dirilis awal 2021 ini, China mengatakan akan menjadikan "kemandirian dan pengembangan diri sains dan teknologi sebagai pilar strategis untuk pembangunan nasional."
Rencana tersebut mengidentifikasi area yang dilihat Beijing sebagai "teknologi perbatasan", kecerdasan buatan (AI) dan perjalanan ruang angkasa.
China telah membuat kemajuan penting di luar angkasa. Ini termasuk meluncurkan stasiun luar angkasanya sendiri. China memang memiliki ambisi untuk mengirim misi awak pertamanya ke Mars pada tahun 2033.
Ketika berbicara tentang kecerdasan buatan, raksasa teknologi China dari Baidu hingga Tencent sudah berinvestasi besar-besaran pada sektor ini.
Kendaraan Elektrik (Electric Vehicle/EV)
China juga mengincar industri kendaraan elektrik atau EV. Industri ini jadi salah satu bagian untuk mengurangi emisi dan menjadi netral karbon pada tahun 2060.
Selama beberapa tahun, pemerintah Cina telah mendukung pengembangan EV melalui subsidi dan kebijakan menguntungkan lainnya. Dukungan pemerintah menyebabkan puluhan ribu perusahaan memasuki industri ini, meskipun banyak yang tidak pernah memproduksi satu mobil pun.
Sekitar 1,1 juta kendaraan listrik terjual pada paruh pertama tahun ini, hampir sebanyak yang terjual sepanjang tahun 2020, menurut data perusahaan riset pasar Canalys. Kini China adalah pasar kendaraan listrik terbesar di dunia.
Pertumbuhan itu telah menarik banyak pemain baru dengan latar belakang teknologi. Xiaomi, yang dikenal dengan smartphone, berencana memproduksi massal kendaraan listriknya sendiri pada paruh pertama tahun 2024. Sementara perusahaan pencarian Baidu telah mendirikan bisnis mobil listriknya sendiri dengan produsen mobil Geely.
Perlambatan Ekonomi China
Terakhir, perusahaan-perusahaan teknologi raksasa di China kini harus mengatasi ekonomi China yang melambat.
Sejumlah faktor, termasuk kekurangan listrik dan upaya untuk mengendalikan ekspansi yang didorong oleh utang di sektor real estat, menambah tantangan ekonomi lainnya, seperti belanja konsumen yang lamban.
Fenomena ini mulai menyaring hasil keuangan perusahaan. Bahkan Alibaba memangkas panduan pendapatannya untuk tahun fiskal saat ini.
[Gambas:Video CNBC]
Lagi, AS Blokir Perusahaan China Demi Keamanan Nasional
(tfa/tfa)