PLTU Disetop, Siapa Nanggung? Jokowi: Kalau Gak Ada, Ga Usah!

Anisatul Umah, CNBC Indonesia
22 November 2021 15:04
Presiden Joko Widodo dalam acara Indo EBTKE ConEx 2021 (Tangkapan Layar via Youtube meti ires)
Foto: Presiden Joko Widodo dalam acara Indo EBTKE ConEx 2021 (Tangkapan Layar via Youtube meti ires)

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan dalam mendorong transisi energi dari energi fosil ke energi baru terbarukan (EBT) dibutuhkan ongkos yang mahal. Pasalnya, listrik yang diproduksi dari energi fosil masih lebih murah daripada EBT.

Lebih mahalnya listrik berbasis EBT, maka artinya akan ada tambahan biaya yang harus dikeluarkan. Presiden pun menegaskan agar beban tambahan biaya ini jangan sampai dibebankan kepada negara maupun rakyat.

Dia mengakui, negara tidak akan mampu menombok ratusan triliun untuk transisi energi ini dan dia pun tidak menginginkan ini dibebankan ke rakyat dengan menaikkan tarif listrik.

Seperti diketahui, pemerintah Indonesia sebelumnya menggencarkan komitmen untuk mencapai netral karbon pada 2060 atau lebih cepat. Bahkan, salah satu caranya yaitu dengan menghentikan operasional Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) sebesar 5,52 Giga Watt (GW) hingga 2030 dan secara bertahap dikurangi hingga akhirnya kurang dari 1 GW pada 2057 mendatang.

Adapun penghentian PLTU ini disebutkan akan digantikan dengan pembangkit listrik berbasis EBT.

"Sudah bicara dengan World Bank, dengan investor dari Inggris juga kita waktu Glasgow pertanyaannya pasti ke sana siapa yang menanggung (transisi energi)," ungkapnya saat membuka The 10th Indonesia EBTKE ConEx 2021 di Istana Presiden, Jakarta, Senin (22/11/2021).

Oleh sebab itu, Presiden meminta kepada semua jajarannya agar bersama-sama membuat skenario transisi energi ini. Jika bisa berjalan lebih cepat akan lebih baik, namun menurutnya hitung-hitungan di lapangan harus dikalkulasi dengan detail.

"Sehingga gak hanya Sungai Kayan bisa hydro, oh geothermal di gunung ini bisa, saya tahu bisa semua, tapi siapa yang tanggung angka yang tadi saya sampaikan?" paparnya.

Menurutnya, ini menjadi pekerjaan rumah besar di dalam melakukan transisi energi. Tema ini dia sebut nantinya akan diulang lagi pada G20 di Bali. Jokowi mengaku tidak mau bicara seperti yang pernah disampaikan pada dua atau satu tahun lalu.

Namun pertanyaan yang harus terjawab adalah apakah masalah kebutuhan dana sekian triliun untuk menutup biaya transisi energi bisa diselesaikan dan dananya tersedia. Lalu, skema transisi apa yang bisa dilakukan.

"Kalau ada, berarti bisa menyelesaikan transisi energi, kalau gak, ya kita gak usah bicara, pusing tapi gak ada hasilnya," tegasnya.


(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Cerita Jokowi: Semua Negara Kebingungan Jurus Kembangkan EBT

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular