Cerita Eks Dirut Pertamina Soal Masalah Keamanan Kilang

Anisatul Umah, CNBC Indonesia
Jumat, 19/11/2021 17:25 WIB
Foto: detik.com/Ari Saputra

Jakarta, CNBC Indonesia - PT Pertamina (Persero) telah beberapa kali mengalami insiden buruk berupa kebakaran kilang Bahan Bakar Minyak (BBM). Di tahun ini saja kebakaran kilang sudah terjadi hingga tiga kali.

Pertama, insiden kebakaran terjadi di empat tangki BBM di Kilang Balongan, Indramayu, Jawa Barat pada 29 Maret 2021. Kemudian, kebakaran kedua tahun ini terjadi di tangki benzene, produk petrokimia, di Kilang Cilacap, Jawa Tengah, pada 11 Juni 2021.

Dan terakhir, kejadian kebakaran terjadi pada bulan ini, tepatnya Sabtu malam pekan lalu, 13 November 2021. Kebakaran mulai terjadi pada pukul 19.20 WIB, di mana tangki yang terbakar berisi produk Pertalite.


Melihat kebakaran tangki di kilang milik Pertamina yang terjadi berulang kali, Mantan Direktur Utama Pertamina periode 2006-2009 Ari Soemarno pun angkat bicara.

Menurutnya, penyebab dari kebakaran tangki yang berulang di kilang karena terjadi degradasi budaya kerja operasional kilang, khususnya terkait dengan aspek keselamatan (safety) dan pemeliharaan.

"Di mana tujuan untuk mencapai operational excellence sudah tidak menjadi pegangan lagi," ungkapnya kepada CNBC Indonesia, dikutip Jumat (19/11/2021).

Ari mencontohkan, sistem untuk penangkal petir dipastikan sudah terpasang sejak awal kilang beroperasi. Namun menurutnya yang menjadi pertanyaan adalah apakah pemeliharaan dilakukan dengan baik, sehingga bisa berfungsi optimal terus menerus.

Pertanyaan lainnya juga apakah pemeliharaan tangki-tangki berjalan dengan optimal dan semua tangki dalam kondisi prima, yakni di mana dipastikan tidak ada kebocoran kebocoran.

"Kondisi tersebut terjadi dan tidak dapat begitu saja disalahkan/dibebankan kepada para pelaksana di lapangan, karena kemungkinan adalah akibat kebijakan direksi dan pimpinan korporasi lainnya yang terlalu menekankan pada penghematan biaya/efisiensi yang kemudian membuat pelaksana di lapangan dilematis," jelasnya.

Dia berpandangan, tanggung jawab berada di seluruh lini dari pengambil kebijakan hingga ke pelaksana di lapangan. Menurutnya, agar operasional bisa berjalan dengan baik, dan perbaikan bisa dilakukan terus menerus, maka operational excellence perlu dijadikan kembali sebagai budaya kerja dasar operasi kilang.

"Bahwa ini akan memerlukan biaya adalah pasti, tapi mau bagaimana lagi, apalagi kilang-kilang itu sudah berumur, maka perlu lebih teliti dan apik menanganinya," lanjutnya.

Ia berpandangan, selama ini target disampaikan secara muluk-muluk untuk pengembangan usaha korporasi. Namun di sisi lain, aset produktif seperti kilang yang ada kurang diperhatikan.

Dari sisi teknis, sebagai orang yang sudah cukup lama berkecimpung di dalam operasional kilang, ia menduga ada kebocoran dari tangki yang isinya Pertalite di Kilang Cilacap pada pekan lalu.

"Saya melihat kemungkinannya ada kebocoran dari atap floating roof-nya terlebih dahulu, akibat sealing antara floating dan dinding tangki ada kerusakan (hal yang umum bisa terjadi pada floating roof tank), sehingga uap ex Pertalite keluar ke udara di daerah atap tangki (model tangkinya sama seperti yang terbakar di Balongan bulan Maret lalu)," tuturnya.

Kemudian, akibat gelegar petir terjadi getaran keras dan membuat floating roof-nya bergerak dan bergeseran dengan dinding tangki. Dengan terjadinya gesekan metal dengan metal, maka menimbulkan percikan api.

"Dengan adanya kebocoran uap hydrocarbon ex Pertalite memantik kobaran api," lanjutnya.

Oleh karena itu, menurutnya terjadinya kebakaran ini bukan akibat dari sambaran petir secara langsung, karena sudah ada sistem penangkal petir di daerah tangki tersebut.

"Kecuali kalau memang sistem penangkal tidak berfungsi baik karena pemeliharaannya tidak bagus atau memang sudah terlalu tua dan perlu diganti," tandasnya.


(wia)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Pertamina Masih Akan Tingkatkan Pasokan BBM 5 Tahun Ke Depan