Kiamat PLTU di Depan Mata, RI Cuma Bakal Sisakan 1 GW PLTU

Anisatul Umah, CNBC Indonesia
18 November 2021 14:12
PT Indonesia Power melalui Unit Pembangkitan (UP) Suralaya menegaskan jika Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) ini tidak menyumbang polusi untuk Jakarta. (CNBC Indonesia/Nia)
Foto: PT Indonesia Power melalui Unit Pembangkitan (UP) Suralaya menegaskan jika Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) ini tidak menyumbang polusi untuk Jakarta. (CNBC Indonesia/Nia)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah memiliki target ambisius untuk bisa mencapai netral karbon pada 2060 mendatang atau lebih cepat. Salah satu cara untuk mencapai target ini yaitu dengan mengurangi secara bertahap penggunaan batu bara pada pembangkit listrik.

Alhasil, Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang ada saat ini akan dipensiunkan secara bertahap dan tidak akan dilakukan PLTU baru ke depannya, selain yang sudah dalam kepastian pendanaan dan konstruksi.

Berdasarkan data Handbook of Energy and Economic Statistics Indonesia 2020, kapasitas terpasang PLTU RI pada 2020 tercatat mencapai 36,67 Giga Watt (GW).

Namun dengan adanya target netral karbon pada 2060, maka kapasitas PLTU berbasis batu bara ini akan dikurangi signifikan menjadi hanya kurang dari 1 GW pada 2057.

Hal tersebut diungkapkan Staf Khusus Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bidang Tata Kelola Mineral dan Batu Bara (Minerba) Irwandy Arif.

Irwandy menyebut, setelah 2051, pada 2054 sisa Pembangkit Listrik Tenaga Gas Uap (PLTGU) yang operasi kurang dari 1 GW. Kemudian, pada 2057 sisa PLTU yang beroperasi akan kurang dari 1 GW. Lalu, pada 2060 bauran EBT akan mencapai 100% dan didominasi dari Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), Hidro, dan Bioenergi.

"Pada 2060 semua dari pembangkit EBT didukung Energy Storage System (ESS), dan hidrogen. Juga bangun pembangkit nuklir hingga 35 MW. Usaha ini tentunya harus sungguh-sungguh dan tentangan sangat besar," ungkapnya dalam 'Indonesia Energy and Coal Business Summit', Kamis (18/11/2021).

Dia menyebut, berdasarkan peta jalan transisi energi menuju netral karbon, pada 2031 pemensiunan PLTU tahap pertama sub critical dilakukan, lalu 2036 dilakukan pemensiunan PLTU tahap kedua sub critical, critical, dan sebagian super critical. Lalu, 2049 Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) pertama ditargetkan mulai beroperasi, dan akhirnya pada 2057 kapasitas PLTU dan PLTGU RI masing-masing hanya tinggal kurang dari 1 GW.

Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengakui bahwa Indonesia memiliki sejumlah tantangan untuk mencapai target netral karbon atau net zero emission pada 2060 mendatang atau lebih awal.

Selain membutuhkan infrastruktur energi dan teknologi, Indonesia juga membutuhkan dukungan pendanaan.

Pasalnya, guna mencapai target netral karbon 2060 ini, Indonesia diperkirakan membutuhkan dana fantastis, yakni mencapai hingga Rp 9.000 triliun, itu pun hanya untuk meningkatkan kapasitas energi baru terbarukan (EBT). Angka tersebut pernah disebutkan oleh Wakil Direktur Utama PT PLN (Persero) Darmawan Prasodjo belum lama ini.

"Transisi energi menuju net zero emission membutuhkan infrastruktur energi, teknologi, dan pembiayaan. Melalui peningkatan infrastruktur seperti interkoneksi jaringan, kita (Indonesia) berpeluang untuk mengoptimalkan pemanfaatan EBT," jelas Arifin dalam agenda Conference of Parties (COP) ke-26 di Paviliun Indonesia, Glasgow, Skotlandia, Senin (1/11/2021).

Terkait pembiayaan, Arifin menegaskan peran sektor swasta sebagai penopang finansial selain pemerintah dan lembaga keuangan sebagai aspek penting dalam meningkatkan dan mempercepat implementasi energi rendah karbon.

"Diperlukan kebijakan dan regulasi yang tepat untuk menciptakan iklim investasi yang kondusif. Kami berusaha untuk mencapainya dengan menyederhanakan dan merampingkan kerangka peraturan," paparnya.


(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Benci Tapi Rindu, Batu Bara Jadi Lapangan Kerja Banyak Orang

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular