Tekan Kasus Diabetes, Promotif Preventif FKTP Perlu Diperkuat
Jakarta, CNBC Indonesia - Penyakit katastropik masih menjadi perhatian dalam penyelenggaraan Program JKN-KIS. Apalagi pada 2020 BPJS Kesehatan telah mengeluarkan Rp 20 triliun untuk membayar pelayanan dan obat-obatan penyakit katastropik, salah satunya Diabetes Melitus (DM).
"Penyakit DM mayoritas diderita oleh peserta JKN-KIS dengan rentang usia 51-65 tahun dengan prevalensi kasus 57% dari total kasus sejak tahun 2017-2020. Kasus diabetes terus meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini perlu menjadi perhatian dan memberikan gambaran pentingnya penguatan promotif preventif dan penerapan pola hidup sehat sejak dini," ungkap Ghufron dalam keterangan tertulis, Senin (15/11/2021).
Ia menjelaskan, BPJS Kesehatan telah menjalin kerja sama dengan 22.965 Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) dan 2.567 rumah sakit untuk memberikan pelayanan bagi pengidap penyakit DM. Selain itu, BPJS Kesehatan mendorong FKTP untuk memperkuat upaya promotif dan preventif demi menekan angka pertumbuhan penyakit DM.
Ghufron menambahkan BPJS Kesehatan telah berupaya untuk menghadirkan inovasi untuk mengendalikan dan mengelola penyakit DM, antara lain dengan menyediakan layanan telekonsultasi dengan dokter FKTP, pelaksanaan Program Pengelolaan Penyakit Kronis (Prolanis) secara daring, kebijakan iterasi obat bagi peserta JKN-KIS yang memiliki penyakit kronis, antrean online pada Mobile JKN, dan skrining kesehatan.
"Pemeriksaan dini sangat penting dilakukan. Untuk itu, kami terus mendorong FKTP agar giat mengajak peserta untuk menerapkan pola hidup sehat dan melakukan deteksi dini melalui skrining kesehatan yang bisa diakses melalui aplikasi Mobile JKN sebagai upaya untuk mendeteksi risiko penyakit dan mencegah dampak lanjutan risiko penyakit tertentu," kata dia.
Adapun ia memaparkan, terdapat sejumlah tantangan dalam mengendalikan penyakit DM, seperti keterbatasan tenaga kesehatan dan sarana prasarana FKTP untuk pelayanan pengendalian DM, dan belum meratanya pemenuhan faskes pemeriksaan penunjang Prolanis.
"Kemudian, Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK) dalam Pelayanan DM belum disosialisasikan secara masif kepada seluruh FKTP, sehingga belum dapat diimplementasikan dengan optimal. Namun jika melihat komitmen dan upaya penyempurnaan yang terus dilakukan oleh pemerintah beserta seluruh stakeholder lainnya, kami optimis upaya pengendalian penyakit DM bisa semakin baik ke depannya," ujarnya.
Ketua PB Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI), Ketut Suastika mengatakan, tugas pokok dari PB PERKENI adalah mengedukasi tenaga medis dan membuat membuat model pendidikan. Ia yakin, apabila edukasi terus dilakukan, kompetensi para tenaga medis di layanan primer maupun sekunder bisa dibangun dan diperbaiki.
Ia berharap, dengan koordinasi yang dilakukan dengan BPJS Kesehatan hingga Kementerian Kesehatan, pelayanan di fasilitas kesehatan, khususnya pelayanan DM dapat terus ditingkatkan.
Sementara itu, Ketua Konsil Kedokteran Indonesia (KKI), Putu Moda Arsana menyampaikan pihaknya mendukung upaya dalam menambah ketersediaan tenaga kesehatan. Namun, menurutnya, penambahan tenaga kesehatan harus diiringi dengan kualitas yang mumpuni, sehingga nantinya mampu menangani penyakit DM secara komprehensif.
(dob/dob)