19 Negara Stop Pendanaan Fosil, Gimana Nasib 1 Juta Barel RI?

Anisatul Umah, CNBC Indonesia
05 November 2021 16:10
Kilang minyak
Foto: Aristya Rahadian Krisabella

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah memiliki target produksi minyak sebesar 1 juta barel per hari (bph) dan gas 12 miliar standar kaki kubik per hari (BCFD) pada 2030 mendatang.

Namun, di sisi lain sebanyak 19 negara, termasuk investor utama seperti Amerika Serikat dan Kanada, menyampaikan komitmen untuk tidak lagi mendanai proyek bahan bakar bakar fosil di luar negeri per akhir 2022, termasuk proyek minyak dan gas bumi (migas).

Lalu, bagaimana nasib 1 juta bph yang ditargetkan pemerintah RI? Apakah target itu bisa dicapai tanpa adanya dukungan pendanaan dari negara-negara adidaya tersebut?

Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Dwi Soetjipto pun angkat bicara terkait isu ini.

Dia mengakui bahwa komitmen 19 negara untuk tidak lagi mendanai proyek fosil menjadi tantangan baru di sektor migas. Meski demikian, menurutnya migas masih akan tetap dibutuhkan dalam jangka panjang.

"Memang akan menjadi tantangan baru, namun sebagaimana diketahui, oil dan gas akan masih sangat dibutuhkan untuk waktu yang masih cukup panjang," ungkapnya kepada CNBC Indonesia, Jumat (05/11/2021).

Dwi menyebut, migas masih akan dibutuhkan sampai nanti energi terbarukan siap untuk menggantikan sepenuhnya. Apalagi, di masa transisi ini menurutnya gas akan lebih banyak dikonsumsi karena merupakan energi yang lebih bersih dibandingkan fosil lainnya.

"Hingga NRE (New Renewable Energy) telah siap menggantikannya. Apalagi gas adalah energi transisi," lanjutnya.

Lebih lanjut dia mengatakan, minyak dan gas tidak hanya sekedar dimanfaatkan sebagai bahan bakar, namun juga bisa digunakan sebagai bahan baku dari industri petrokimia.

"Jadi sejauh keekonomiannya tercapai, maka akan ada sumber pendanaannya," ucapnya.

Hal senada diungkapkan ahli ekonomi energi Universitas Trisakti Pri Agung Rakhmanto. Menurutnya, masih terlalu dini untuk mengaitkan hal ini terhadap target produksi minyak RI 1 juta bph pada 2030 mendatang. Pasalnya, akan banyak faktor yang memengaruhi pendanaan proyek migas.

Meskipun sejumlah negara berkomitmen untuk mengurangi pendanaan energi fosil, namun perlu dipastikan terlebih dahulu, apakah komitmen tersebut hanya datang dari pemerintah atau entitas bisnis atau seperti apa.

Menurutnya, penghentian investasi, khususnya di sektor migas, akan bergantung pada investasi langsung perusahaan induknya.

"Jadi, masih terlalu dini untuk mengaitkannya dengan misalnya target produksi 1 juta bph. Relevansinya bisa jadi jauh, atau, banyak faktor lain yang lebih berperan dan memengaruhi," tuturnya.

Sebelumnya, dilansir dari AFP, Kamis (04/11/2021), 19 negara yang berkomitmen tidak lagi mendanai proyek bahan bakar fosil beralasan investasi di proyek fosil secara terus menerus akan menimbulkan risiko sosial dan ekonomi.

Hal tersebut disampaikan dalam pernyataan bersama para penandatangan komitmen ini dalam KTT Iklim COP26 di Glasgow, Skotlandia, Kamis (04/11/2021).

Namun, beberapa negara penyandang dana utama luar negeri untuk proyek bahan bakar fosil tidak masuk dalam daftar penandatangan ini, seperti China, Jepang dan Korea Selatan.

Menteri Bisnis Inggris Greg Hands mengatakan, ini merupakan upaya pertama dalam menghalangi proyek migas baru.

"Kita harus meletakkan pendanaan publik pada sisi yang tepat dalam sejarah," tuturnya, dikutip dari AFP, Kamis (04/11/2021).


(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article RI Berisiko Tinggi Alami Tumpahan Minyak dari Kegiatan Migas

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular