Simak Ya, Sederet Dampak La Nina ke Sektor Pangan RI

Ferry Sandi, CNBC Indonesia
05 November 2021 10:40
Ilustrasi penjual sembako. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Ilustrasi penjual sembako. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memperkirakan bahwa La Nina bakal berlangsung pada akhir 2021 sampai awal 2022. Fenomena curah hujan tinggi ini diperkirakan berpengaruh pada produksi bidang pangan dan stok kebutuhan pokok.

Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Oke Nurwan memperkirakan fenomena itu bisa saja berdampak terhadap sektor pangan, bahkan bukan tidak mungkin juga merembet kepada harganya di pasaran.

"Pengaruh musim akan berpengaruh. Secara menyeluruh pengaruh La Nina yang terjadi di negara-negara tertentu itu pasti akan berpengaruh. Itu kita perhatikan dalam jangka pendek dan panjang, sehingga intervensi yang paling tepat itu apa, itu kita lakukan," kata Oke kepada CNBC Indonesia, Kamis (4/11/2021).

Dampak La Nina bisa mengakibatkan produksi pertanian menjadi terganggu, baik menurunkan produktivitas hingga berpotensi gagal panen. Akibatnya, stok persediaan pangan jadi menipis. Pihak yang dirugikan juga banyak, selain petani, masyarakat juga harus merogoh kocek lebih karena berkurangnya stok dan harga naik di pasar.

Saat ini dua komoditas yang mengalami kenaikan harga tinggi adalah minyak goreng dan jagung. Di sini intervensi pemerintah mulai masuk dengan menugaskan Bulog agar membeli jagung sebesar Rp 6.000/kg dari petani dan menyalurkannya sebesar Rp 4.500 ke peternak. Selisih itu lah yang menjadi intervensi pemerintah.

Demi menjaga stabilnya harga, stok dinilai harus mencukupi.

"Untuk jagung sudah dengan menugaskan Bulog, minyak goreng yang kita pastikan saat ini jangan sampai kosong, stok harus ada sehingga roda perekonomian mulai geliat ini tetap gerak. Baru intervensi sambil monitor harga sejauh mana intervensi kita, intervensi macam-macam, ada operasi pasar, Domestic Market Obligation (DMO), itu kita lihat apa yang paling tepat apa saat ini," tutur Oke.

Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan Ali Jamil menjabarkan, untuk aspek mitigasi ada dua skenario yang telah disiapkannya. Pertama adalah aspek forecasting, yaitu secara teoritis masalah banjir dapat diminimalkan risikonya apabila kemampuan prakiraan musim dapat dilakukan lebih awal dan akurat.

"Kedua adalah aspek deliniasi wilayah rawan banjir perlu dilakukan untuk menyusun strategi antisipasi dan memfokuskan penanganan masalah banjir secara spasial dan temporal (antarwaktu)," ujar Ali.

Aspek deliniasi juga mengilustrasikan pergeseran dan atau peningkatan wilayah rawan banjir dan kekeringan.

Sementara untuk adaptasi, ada beberapa langkah yang telah disiapkan. Pertama yaitu ketersediaan informasi dan teknologi tentang banjir dan kekeringan.

Kedua, kebijakan dan perencanaan pertanian yang adaptif terhadap perubahan iklim, termasuk terhadap iklim ekstrem yakni banjir dan kekeringan, kemudian membangun kepedulian masyarakat.

"Berikutnya adalah sistem pendukung kelembagaan pertanian yang responsif terhadap banjir dan kekeringan," katanya.


Antisipasi Kementerian Pertanian

Kementerian Pertanian telah menetapkan tujuh langkah untuk mengantisipasi musim hujan yang mulai intens mengguyur wilayah Indonesia. Pertama, sosialisasi dan koordinasi dengan pemerintah provinsi dan kabupaten/kota yang rawan banjir.

"Kedua, secara intensif menginformasikan data iklim dari BMKG. Ketiga, percepatan tanam untuk daerah yang puncak genangan di bulan Desember 2021 dan Januari 2022," papar dia.

Keempat, pada daerah rawan banjir, pompa-pompa air harus disiapkan. Begitu juga dengan normalisasi saluran, pengaturan air melalui embung, DAM parit, long storage dan lainnya.

Kelima, dalam melakukan percepatan tanam, brigade tanam segera dikerahkan. Begitu juga dengan prasarana pendukung seperti traktor, pupuk, benih dan lainnya.

"Berikutnya adalah menggunakan varietas tahan genangan. Terakhir adalah memanfaatkan Asuransi Usaha Tani Padi (AUTP)," katanya.

Di lapangan, kalangan petani garam menyebut harga pada Oktober meningkat lebih baik dari tahun lalu. Kondisi ini disebabkan curah hujan yang sudah cukup tinggi pada daerah penghasil garam efek dari fenomena cuaca La Nina.

Ketua Asosiasi Petani Garam Rakyat Indonesia (APGRI) Muhammad Jakfar Sodikin, mengatakan harga garam tahun ini lebih tinggi dari tahun kemarin. Hal ini disebabkan produksi di kalangan petani lebih sedikit, ketimbang tahun lalu.

"Sehingga harga garam agak lebih tinggi dari tahun kemarin. Tahun kemarin memang di Jabar dan Jateng murah sekali sekitar Rp 100-200 per kilogram," kata Jakfar.

Jakfar menjelaskan harga garam pada tahun ini lebih bervariasi. Dia menjelaskan pada bulan Oktober menjadi harga tertinggi dari bulan sebelumnya mencapai Rp 700 per kilogram di Madura dengan kualitas KW 1. Naik dari September hanya Rp 650 per kilogram dan Agustus Rp 550 per kilogram.

Sementara untuk di wilayah Jawa Tengah dan Jawa Barat dengan kualitas garam KW3 dan sedikit KW2, harga berada pada kisaran Rp 200-300 per kilogram, lebih rendah dari kawasan Madura.

"Harga ini memang beragam, naik dari bulan ke bulan karena panen sedikit sekali. Harga itu sudah membuat petani tersenyum tapi belum membuat mereka hidup layak. Karena kenaikan harga itu disebabkan panen yang sedikit, jadi dapat uangnya juga sedikit," jelasnya.

Jakfar menjelaskan dalam setahun waktu panen garam hanya sekali pada Juli - Oktober. Dari rentang bulan itu, panen bisa dilakukan hingga 15 kali.


(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ada Fenomena La Nina Jelang Akhir 2021, Seberapa Seram?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular