Calon Peserta Tax Amnesty II: Pengusaha Sampai Pejabat!

Cantika Adinda Putri, CNBC Indonesia
04 November 2021 16:38
Cover topik/ Tax Amnesty jilid II_konten
Foto: Cover topik/ Tax Amnesty jilid II_konten

Jakarta, CNBC Indonesia - Kalangan pengusaha mengakui, ide pengampunan pajak atau tax amnesty kembali dilakukan memang karena berbagai alasan. Salah satunya, banyak orang kaya di tanah air masih menyimpang uang di bawah bantal.

Suryadi Sasmita, Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), sekaligus Wakil Ketua Umum Bidang Kebijakan Fiskal dan Publik Kadin kepada CNBC Indonesia, Senin (1/11/2021)

"Masih banyak orang-orang kaya terselubung yang taruh di bawah bantal, yang taruhnya di brankas. Dan mereka mulai mau kasih anaknya untuk usaha, kalau dia gak buka sekarang bagaimana bisa memberikan warisan atau hibah ke anak-anaknya, termasuk para pejabat juga," ujarnya.

"Jadi, menurut saya yang akan ikut kebanyakan mungkin menengah, menengah ke bawah mungkin banyak. menengah ke atas juga banyak, tapi bukan atas sekali," kata Suryadi melanjutkan.

Banyak orang Indonesia yang menyimpan kekayaannya di luar negeri. Namun, harta tersebut dalam bentuk investasi bisnis. Oleh karena itu, harta kekayaan kebanyakan pengusaha di luar negeri adalah hasil dari bisnis yang mereka lakukan di luar negeri, bukan sengaja untuk disembunyikan.

"Karena semua pengusaha itu biasanya selalu mencari peluang. Kalau di sana ada peluang, tentu di mengambil peluang di sana," ujarnya.

"Jadi, kalau bilang ada banyak atau tidak, ya banyak. Tapi, bukan berarti itu kekayaan yang hitam (ilegal). Kalau aset (pengusaha nasional) di luar negeri banyak yang putih," tutur Suryadi lagi.

Menurut Suryadi banyak pengusaha yang menyimpan harta kekayaannya di dalam negeri. Namun, tak menutup mata ada juga beberapa pengusaha yang memang sengaja untuk menyimpan di luar negeri ada.

"Kalau saya lihat, terus terang saja banyak kekayaan pengusaha disimpan di Indonesia. Di luar negeri ada, tapi mereka lebih ke arah bisnis. Nah, kecuali bukan pebisnis, kalau bukan pebisnis untuk menyelamatkan saja," tuturnya.

Berdasarkan keterangan Suryadi mengenai masih banyak pengusaha yang menaruh kekayaannya di luar negeri, terbukti dari data yang diperoleh melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang berhasil dihimpun melalui Automatic Exchange of Information (AEoI) sejak 2018.

DJP mencatat, melalui AEoI itu sebanyak Rp 2.742 triliun dari yurisdiksi partisipan (inbound) dan Rp 3.574 triliun dalam negeri.

Berdasarkan informasi yang diterima CNBC Indonesia, tertera bahwa data tersebut telah diklarifikasi kepada wajib pajak. Hanya saja ada yang belum berhasil.

Penyandingan antara data saldo keuangan dengan harta setara kas Surat Pemberitahuan (SPT) tahunan pajak penghasilan (PPh) orang pribadi menunjukkan, data yang telah diklarifikasi dalam SPT senilai Rp 5.646 triliun dimiliki oleh 7795 ribu wajib pajak.

Selanjutnya masih dalam kategori proses klarifikasi alias belum berhasil adalah 131 ribu wajib pajak dengan nilai harta Rp 670 triliun.

Secara khusus, untuk data penghasilan wajib pajak dari pertukaran yurisdiksi partisipan, meliputi dividen, bunga, penjualan dan penghasilan lain ketika disandingkan dengan data penghasilan luar negeri, ditemukan data yang telah diklarifikasi sebesar Rp 7 triliun (6 ribu wp) dan belum diklarifikasi Rp 676 triliun (50 ribu wp).

Pada tax amnesty jilid I, pemerintah mematok target deklarasi dalam dan luar negeri sebesar Rp 4.000 triliun, dana repatriasi Rp 1.000 triliun dan uang tebusan Rp 165 triliun. Berapa nominal yang bisa dicapai pada tax amnesty jilid II?

Pengusaha sanksi jumlahnya akan sebanyak saat pelaksanaan tax amnesty jilid I.

"Kemungkinan akan sedikit dari yang dulu. Bisa mencapai 25% (dari pelaksanaan tax amnesty jilid I) saja sudah bagus. Meskipun mungkin jumlahnya banyak. Misalnya dulu 1 juta, mungkin sekarang bisa 2 juta atau 3 juta pesertanya. Tapi nilainya, belum tentu," ujar Suryadi.

Pasalnya, kata Suryadi saat pelaksanaan tax amnesty jilid I, peserta yang ikut adalah mereka para pengusaha-pengusaha 'kelas kakap.

Kendati demikian, para pengusaha atau orang-orang kaya menurut Suryadi sebaiknya untuk mengikuti tax amnesty jilid II ini, pasalnya tatkala pemerintah mulai menerapkan Nomor Induk Kependudukan (NIK) menjadi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) pada 2023, maka mereka tidak bisa kabur menghindari pembayaran pajak.

"Pada 2023 itu kalau sudah pakai IT baru, pake NIK. Kalau dia (wajib pajak) lari-lari, lebih cepat ketangkep. Ini yang sebetulnya masyarakat luas harus tau. Bahwa pajak sekarang tidak seperti dahulu sistemnya," ujarnya.

Kendati demikian, Suryadi memproyeksi penerimaan negara yang bisa didapatkan dari tax amnesty jilid II ini hanya bisa mencapai Rp 70 triliun sampai Rp 100 triliun.

"Itu kalau dipukul rata 70%, bisa mencapai Rp 70 triliun. Tapi kalau udah bisa masuk di atas Rp 500 triliun, sudah oke. Karena ini (tax amnesty) untuk orang menengah ke bawah," ujarnya.

Saat ini, kata Suryadi pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak (DJP) bersama otoritas terkait masih menyusun mengenai mekanisme cara untuk mengikuti tax amnesty jilid II ini, yang rencananya akan dimuat dalam peraturan pemerintah (PP).

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular