
Turunkan Emisi Karbon 41% di 2030, Jokowi Rilis Aturan Baru!

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengambil langkah serius dalam penanggulangan perubahan iklim, dengan mengesahkan Peraturan Presiden (Perpres) tentang Nilai Ekonomi Karbon (NEK).
Adanya Perpres NEK ini sekaligus menjadi langkah awal Indonesia, yang masuk menjadi 10 besar negara terbesar penyumbang emisi gas rumah kaca, menuju target penurunan emisi karbon 2030.
Seperti diketahui, Indonesia sangat ambisius bahwa penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 29% dengan kemampuan sendiri dan 41% dengan dukungan internasional pada tahun 2030.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu mengungkapkan, pada 2016 pemerintah Indonesia telah meratifikasi Paris Agreement yang didalamnya terdapat komitmen Nationally Determined Contribution (NDC).
"Penetapan Peraturan Presiden tentang Nilai Ekonomi Karbon ini merupakan tonggak penting dalam menetapkan arah kebijakan Indonesia menuju target NDC 2030 dan NZE (Net Zero Emission) 2060 sebagai bagian dari ikhtiar menuju Indonesia Emas tahun 2045," jelas Febrio melalui siaran resminya, dikutip Selasa (2/11/2021).
Melalui komitmen dalam Paris Agreement, komitmen Indonesia kemudian dipertegas menjadi bagian dari dokumen perencanaan pembangunan nasional 2020 - 2024 dan menjadikan penanganan perubahan iklim sebagai salah satu agenda prioritas nasional.
Sektor strategis yang menjadi prioritas utama adalah sektor kehutanan, serta sektor energi dan transportasi yang telah mencakup 97% dari total target penurunan emisi NDC Indonesia.
Bahkan pada dokumen update NDC tahun 2021, melalui long term strategy - low carbon and climate resilience (LTS - LTCCR), Indonesia juga telah menargetkan untuk mencapai Net Zero Emission (NZE) di tahun 2060 atau lebih awal.
Dokumen terakhir tersebut juga menetapkan perlunya perhatian pada aspek adaptasi perubahan iklim sebagai salah satu target strategis nasional.
"Instrumen NEK ini menjadi bukti kolaborasi dan kerjasama multipihak yang sangat baik dan dapat menjadi momentum bagi first mover advantage penanggulangan perubahan iklim berbasis market di tingkat global untuk menuju pemulihan ekonomi yang berkelanjutan," ujar Febrio melanjutkan.
Febrio berharap melalui Perpres NEK ini, investasi hijau global akan berlomba menuju Indonesia di samping kesempatan untuk mendapatkan pembiayaan berbiaya rendah hijau global.
Selain itu, kata Febrio selain komando dan kendali (command and control), upaya penurunan emisi gas rumah kaca dapat dilakukan melalui pendekatan berbasis pasar (market-based instruments/MBI).
Kebijakan berbasis pasar mendasarkan kebijakannya pada aspek penetapan nilai ekonomi karbon atau yang sering disebut dengan carbon pricing.
Secara umum, carbon pricing terdiri atas dua mekanisme penting yaitu perdagangan karbon dan instrumen non-perdagangan.
"Jika instrumen perdagangan terdiri atas cap and trade serta offsetting mechanism, maka instrumen non-perdagangan mencakup pungutan atas karbon dan pembayaran berbasis kinerja atau result-based payment/RBP," jelasnya.
(mij/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Berulang Sebut Hati-hati, Malapetaka Ini Ditakutkan Jokowi!