Jakarta, CNBC Indonesia - Maraknya orang Indonesia yang terjerat utang lewat pinjaman online (pinjol) legal maupun ilegal ternyata besar dipengaruhi oleh semakin meningkatkan kemiskinan. Termasuk kemiskinan level ekstrem.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengungkapkan, pinjol ilegal memang bisa dikaitkan dengan kebutuhan dana cepat masyarakat, khususnya korban krisis pandemi yang kehilangan pekerjaan atau turun kelas jadi orang miskin baru.
"Sebelum pandemi, kelas menengah rentan saja sudah 115 juta orang. Ini target empuk untuk pemasaran pinjol ilegal," ujar Bhima kepada CNBC Indonesia, Senin (25/10/2021).
Menurut Bhima masyarakat rentan miskin tidak peduli latar belakang pendidikan, kalau sudah kalap karena kebutuhan mendesak maka tidak dibaca syarat dan ketentuan pinjaman. "Mau bunga tinggi, denda mahal, mau data pribadi diambil, ya mereka pasrah saja."
Perkembangan teknologi yang pesat dan penetrasi yang cukup pesat dalam lima tahun terakhir, juga menjadi salah satu faktor pinjol di tanah air meningkat. Di sisi lain, di beberapa daerah di Indonesia juga tingkat inklusi keuangannya masih tertinggal.
Dari realita yang terjadi saat ini, menurut Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Yusuf Rendy Manilet berkesimpulan, bahwa banyak kelompok masyarakat yang belum sepenuhnya terjamah oleh beragam layanan keuangan.
"Mereka membutuhkan biaya tambahan karena bisa jadi mereka tidak mempunyai penghasilan atau penghasilan yang mereka dapatkan relatif kecil," ujarnya.
"Dengan syarat yang relatif lunak dan proses pencairan yang juga relatif cepat menjadi salah satu penyebab fenomena masyarakat menggunakan pinjol ini," ujar Yusuf lagi.
Senada juga diungkapkan oleh Direktur Eksekutif Indef, Tauhid Ahmad. Menurut dia dari segi kebutuhan orang yang terdampak pandemi saat ini tidak punya alternatif secara sosial untuk melakukan pinjaman untuk kebutuhan konsumsi atau yang lain.
Aksesibilitas yang terjangkau oleh semua kalangan, mudah didapatkan, dan lebih cepat, maka masyarakat pun lebih memilih untuk mengambil jalan tengah dengan meminjam dana melalui pinjol.
"Apalagi untuk melakukan pinjaman ke bank. Atau pinjam ke saudaranya yang lain yang juga kemungkinan masih kesusahan. Akhirnya cara yang paling singkat itu menjadi pinjol," tutur Tauhid.
Seperti diketahui, platform pinjaman online dan investasi ilegal tengah menjadi sorotan, karena banyaknya masyarakat yang menjadi korban. Satuan Satgas Waspada Investasi mengumumkan, melakukan pemutusan akses akses terhadap 4.873 platform ilegal sejak tahun 2018 hingga 10 Oktober 2021.
Terkini, pihak kepolisian mengungkap adanya fenomena baru, di mana terdapat pinjol ilegal yang ketahuan 'kongkalikong' dengan platform teknologi finansial peer-to-peer (P2P) lending resmi di bawah naungan OJK.
Mereka berbagi data pribadi nasabah yang tak mampu bayar cicilan, kemudian merekomendasikan mereka melakukan gali lubang tutup lubang untuk membayar utangnya.
Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menyatakan, per 31 Agustus 2021, akumulasi penyaluran pinjaman fintech P2P lending telah mencapai Rp 251,42 triliun.
Dengan total rekening pemberi pinjaman atau lender sebanyak 749 ribu dan total rekening peminjam atau borrower sebanyak 68,4 juta, juga telah melayani 193 juta transaksi di sisi pemberi pinjaman.
Sampai Agustus 2021, rasio kualitas pembiayaan fintech pendanaan tercatat sebesar 98,23%, dan terdapat 106 Penyelenggara Fintech Pendanaan Bersama yang terdaftar dan berizin di OJK.
Kemiskinan ekstrem di tanah air, bahkan sempat disinggung oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam pidato sambutan peringatan HUT ke-57 Golkar secara virtual, pada Sabtu (23/10/2021).
Jokowi mengatakan permasalahan kemiskinan ekstrem hingga ketersediaan lapangan kerja harus segera dituntaskan.
"Kita masih memiliki banyak agenda-agenda strategis bangsa yang harus kita tuntaskan. Di antaranya bagaimana kita mampu menyelesaikan kemiskinan ekstrem, bagaimana kita mendorong tumbuhnya, semakin banyak lapangan-lapangan kerja baru, bagaimana kita mampu membuat UMKM kita naik kelas agar semakin kuat dan tangguh pasca pandemi," ujar Jokowi.
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad mengungkapkan, perlindungan sosial yang diberikan pemerintah kepada masyarakat hanya untuk mencukupi 22% sampai 25% kebutuhan masyarakat setiap bulan.
"Bantuan sosial yang diberikan pemerintah kisaran Rp 400.000 sampai Rp 500.000. Padahal bisa saja per keluarga kebutuhannya Rp 3 juta per bulan. Masih sangat jauh untuk mencukupi kebutuhan," ujar Tauhid kepada CNBC Indonesia, Senin (25/10/2021).
Pada saat yang sama, kata Tauhid banyak dari mereka saat pandemi Covid-19 juga telah kehilangan pendapatan, banyak usahanya yang tutup dan kehilangan pekerjaan. Keadaan yang tersebut yang membuat masyarakat lebih memilih untuk meminjam dana secara instan melalui pinjaman online.
"Mereka ini berpikiran dan tidak punya pilihan lain. Sementara ke saudara juga masih susah. Mengakses ke perbankan pasti ditanya mampu membayar atau tidak, pasti relatif susah. Pinjol pada akhirnya menjadi alternatif," kata Tauhid melanjutkan.
Menurut Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira besaran dana yang digelontorkan oleh pemerintah untuk perlindungan sosial terhadap dengan produk domestik bruto (PDB) hanya 1,1%.
Sementara menurut International Labour Organization (ILO), secara rerata negara-negara membelanjakan 12,8% dari PDB hanya untuk perlindungan sosial. "Kan ini kecil sekali," ujar Bhima.
Di sisi lain, menurut Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Yusuf Rendy Manilet, maraknya masyarakat meminjam uang pada pinjol belum tentu karena insentif yang diberikan pemerintah tidak mencukupi. Karena bisa saja keinginan masyarakat untuk menggunakan jasa pinjol untuk mencukupi kebutuhan konsumsi, dan kebutuhan konsumsi dari tiap orang berbeda-beda.
Tapi, Yusuf meyakini, beberapa orang yang terjerat utang pada pinjol adalah orang-orang yang memang belum tersentuh oleh bantuan pemerintah.
"Secara anekdotal, saya kira memang ada kasus orang yang kemudian menggunakan jasa pinjol karena memang belum tercover oleh bantuan yang diberikan oleh pemerintah," jelas Yusuf.
"Kita tahu bahwa data untuk penyaluran bantuan khususnya bantuan sosial memang belum sempurnah dan ini membuka ruang terjadinya error dalam penyaluran bantuan," kata Yusuf melanjutkan.
Sebagai gambaran, berbagai program perlinsos pemerintah di masa pandemi Covid-18, di antaranya adalah Program Keluarga Harapan (PKH). PKH adalah bantuan yang ditujukan untuk ibu hamil hingga anak sekolah.
Bantuan sosial PKH berupa uang tunai dan sembako. Besaran bantuan PKH akan disesuaikan dengan anggota keluarga penerima. Pemerintah sendiri telah menganggarkan Rp 28,31 triliun untuk 10 juta keluarga penerima manfaat (KPM).
Melalui PKH, keluarga yang memiliki ibu hamil/balita akan menerima bantuan Rp 3 juta per tahun. Sementara keluarga yang memiliki anak SD menerima Rp 900.000 per tahun, anak SMP Rp 1,5 juta per tahun, dan anak SMA Rp 2 juta per tahun.
Jika di keluarga tersebut ada penyandang disabilitas/lansia, maka bantuan sosial / bansos PKH pada bulan Oktober 2021 yang berhak diterima adalah Rp 2,4 juta. Jika keluarga memiliki 2 orang anak SD, maka bantuan sosial / bansos PKH pada bulan Oktober 2021 yang diberikan menjadi dobel, yakni Rp 900.000 ditambah Rp 900.000 per tahun. Artinya, keluarga tersebut mendapat dana tunai Rp 1,8 juta per tahun.
Selain PKH, ada juga bantuan sosial tunai (BST) sebesar Rp 300.000 yang ditujukan kepada warga terdampak pandemi. sebanyak 9,99 juta KPM dan BLT Desa untuk 5,62 juta KPM. Namun, program ini sudah berhenti terhitung sejak September 2021.
Ada juga Kartu Prakerja yang diberikan kepada 5,91 juta orang. Peserta Kartu Prakerja yang lolos akan mendapatkan insentif berupa bantuan dari pemerintah sebesar Rp 3,55 juta.
Rinciannya, peserta akan mendapatkan uang bantuan pelatihan sebesar Rp 1 juta, insentif pasca-pelatihan Rp 600.000 per bulan selama empat bulan, dan insentif survei sebesar Rp 50.000 untuk tiga kali.
Pemerintah juga memberikan kuota internet kepada 36,1 juta penerima. Bantuan ini dicairkan pada tanggal 11-15 bulan hingga Desember 2021. Besaran kuota internet yang didapat bervariasi sesuai jenjang pendidikan. Untuk peserta didik PAUD sebesar 7 GB, peserta didik SD-SMA sebesar 10 GB, pendidik Paud-SMA 12 GB, dan mahasiswa/dosen 15 GB per bulan.
Selain itu, pemerintah juga memberikan bantuan uang kuliah tunggal (UKT) menyasar 310.508 mahasiswa. Bansos UKT diberikan kepada para mahasiswa aktif semester III, semester V, dan semester VII yang membutuhkan.
Bantuan pun diberikan kepada mahasiswa yang membutuhkan dan bukan penerima bantuan lainnya, seperti KIP Kuliah maupun Bidikmisi. Jika biaya kuliah lebih besar dari Rp 2,4 juta, maka selisih UKT dengan batas maksimal Rp 2,4 juta menjadi kebijakan perguruan tinggi sesuai kondisi mahasiswa.
Adapula bantuan subsidi listrik yang diberikan oleh pemerintah. Semula, diskon listrik ini bakal berakhir pada bulan September 2021, namun kini diperpanjang hingga Desember 2021. Diskon listrik diberikan kepada 60,91 juta penerima, untuk pelanggan 450 VA dan 900 VA.
Bantuan subsidi upah (BSU) juga telah diberikan pemerintah. Bansos ini diberikan untuk 6,65 juta pekerja dengan nilai Rp 1 juta kepada pekerja dengan gaji maksimum Rp 3,5 juta. Serta pemerintah juga memberikan bantuan beras untuk 28,8 juta dan sembako selama PPKM kepada 2,39 juta KPM.
 Foto: Infografis/'Bom Waktu' di Jawa: Anak Muda Nganggur & Kemiskinan Ekstrem/Arie Pratama Infografis: 'Bom Waktu' di Jawa: Anak Muda Nganggur & Kemiskinan Ekstrem |