The Power of China: 80% Panel Surya Buatan China lho..

Cantika Adinda Putri, CNBC Indonesia
Jumat, 22/10/2021 14:10 WIB
Foto: Pemanfaatan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) di Gedung Bertingkat. (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah tengah mempersiapkan skema pensiun dini bagi Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara dan akan menggantikannya dengan pembangkit energi baru terbarukan (EBT). Dalam transisi energi, Indonesia bisa belajar dari China.

Wakil Direktur Utama PT PLN (Persero) Darmawan Prasodjo mengungkapkan, pada 2001 China telah menerapkan bauran energi (energy mix), di mana 50% menggunakan energi fosil dan 50% dari EBT.

Kemudian pada 2019, pembangkit batu bara justru meningkat, mendekati 86%. Artinya, di saat itu China menekankan pertumbuhan ekonomi, tapi tidak menekankan pada keberlanjutan lingkungan karena hanya memikirkan energi murah.


Namun, kata Darmawan, di saat bersamaan China membangun kekuatan yang didominasi dengan produk-produk EBT, dan saat ini hampir 70% hingga 80% solar panel di dunia adalah buatan China.

"Artinya, China pun thrifting perubahan iklim dengan akselerasi pertumbuhan ekonomi, tapi di satu sisi berkesempatan membangun kapasitas nasionalnya. Ketika itu tercapai, China membangun lagi kekuatan EBT, bukan hanya domestik, tapi juga internasional," jelas Darmawan dalam webinar bertajuk 'Energi Terbarukan: Sudut Pandang, Supply-Demand Keterjangkauan Tarif, dan Keandalan Pasokan', dikutip Jumat (22/10/2021).

Bagaimana dengan Indonesia?

Menurut Darmawan, jika Indonesia ingin menerapkan seperti itu, maka akan dihadapkan dengan dilema yang berat. Pasalnya, ketika ingin meningkatkan kapasitas EBT, maka diperlukan biaya yang lebih mahal. Namun, menurutnya Indonesia masih bisa membuka ruang inovasi.

"Indonesia ketika ada dilema itu agak berat. Jika kita ingin tambah kapasitas EBT, jadi mahal. Kita buka ruang inovasi untuk membangun EBT di masa depan. Kita kalau mau bangun energi bersih EBT, energi murah ya EBT," ujarnya.

Kendati demikian, kata Darmawan, akhir-akhir ini investasi berbasis fosil sudah berkurang banyak karena banyak negara sudah tidak mau membiayai PLTU.

Sekarang, imbuhnya, pilihannya adalah apakah Indonesia hanya sebagai pangsa pasar produk-produk dari asing, atau Indonesia akan berdiri di kaki sendiri untuk membangun kapasitas nasionaal dengan kemandirian energi, namun Indonesia masih terbatas dengan teknologinya.

"Untuk membangun kapasitas nasional yang jadi bangsa kemandirian energi, ada teknologinya, kapasitas nasionalnya. Untuk itu perlu ada pemikiran. Harus bangun kapasitas nasional, kapasitas teknologi dan bangun ilim investasi Rp 9.000 triliun dalam jangka panjang," ujarnya.


(wia)
Saksikan video di bawah ini:

Video: RI Resmikan Pabrik Panel Surya Terbesar, Investasi Rp 1,5 T