Ledakan Krisis Evergrande, Bank Sentral China Buka Suara!

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank sentral China mengatakan risiko limpahan krisis perusahaan raksasa properti Evergrande dapat dikendalikan. Pernyataan ini memecah kebisuan China pada masalah utang perusahaan properti tersebut.
"Otoritas setempat melakukan pembuangan risiko dan pekerjaan resolusi sesuai dengan prinsip-prinsip aturan hukum dan pemasaran," kata pejabat Bank Rakyat China Zou Lan pada sebuah pengarahan, menurut outlet kantor berita negara Xinhua, Jumat (15/10/2021).
Komentar Zou muncul di tengah kekhawatiran yang berkembang bahwa krisis uang tunai di Evergrande dapat melemahkan ekonomi China.
Pilihan Redaksi |
Krisis likuiditas terjadi ketika sektor real estat negara itu juga berada di bawah pengawasan ketat. Regulator kini mengumumkan batas untuk tiga rasio utang yang berbeda dalam skema "tiga garis merah" pada tahun lalu.
"Dalam beberapa tahun terakhir, perusahaan telah dikelola dengan buruk, dan tidak dapat beroperasi dengan hati-hati sesuai dengan perubahan situasi pasar," kata Zou.
"Sebaliknya, itu mendiversifikasi dan memperluas secara membabi buta, menyebabkan penurunan serius pada indikator operasi dan keuangan, dan akhirnya ledakan risiko," tambahnya.
Evergrande yang memiliki utang mencapai US$ 300 miliar (Rp 4.290 triliun) dengan hampir sebesar US$ 20 miliar (Rp 286 triliun) merupakan utang luar negeri. Mereka telah melewatkan pembayaran pertama bunga obligasi US$ 47,5 juta (Rp 679 miliar) pada 23 September untuk obligasi dolar 9,5% Maret 2024.
Selanjutnya perusahaan kembali melewatkan pembayaran kupon US$ 83,5 juta (Rp 1,19 triliun) pada obligasi lain seminggu kemudian, tanggal 30 September lalu.
Secara total hingga saat ini raksasa properti China tersebut telah melewatkan pembayaran hingga US$ 281 juta (Rp 4,02 triliun) terhadap surat utang luar negerinya, dan masih memiliki kewajiban lain sejumlah US$ 573 juta (Rp 8,19 triliun) yang akan jatuh tempo sebelum akhir tahun ini.
[Gambas:Video CNBC]
Ngeri! Sri Mulyani Ungkap Sederet Ancaman Bagi Ekonomi RI
(hoi/hoi)