
Harga Bioavtur Lebih Tinggi dari Avtur, Bakal Ada Insentif?

Jakarta, CNBC Indonesia - PT Pertamina (Persero) sudah berhasil memproduksi bioavtur sebesar 2,4% yang dikenal dengan nama Jet Avtur 2,4 (J2.4) di Kilang Cilacap. Dan tidak lama lagi Pertamina punya target bisa mengembangkan sampai bioavtur 5%.
Bioavtur ini merupakan produksi avtur dari minyak inti sawit refined bleached degummed palm kernel oil (RBDPKO) dengan menggunakan katalis "merah putih" buatan ITB dicampur dengan kerosene (co-processing) di Kilang Cilacap Pertamina.
Khusus J2.4 artinya campuran RBDPKO di kilang co-processing ini mencapai 2,4%.
Pengembangan Bahan Bakar Nabati (BBN) kini sudah dilakukan pada biodiesel. Dalam mandatori biodiesel, insentif diberikan untuk menutup selisih harga biodiesel yang masih lebih mahal daripada diesel berbasis fosil.
Lalu, apakah insentif juga akan diberikan pada bioavtur?
Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) Eddy Abdurrachman mengatakan, sampai saat ini belum ada perintah ke BPDPKS untuk memberikan insentif untuk bioavtur. Meski belum ada, namun menurutnya pemerintah berkomitmen dalam meningkatkan biofuel, baik biodiesel dan bioavtur.
Eddy menyebut, dalam mengembangkan biodiesel, pemerintah memberikan insentif dengan tujuan untuk menutup selisih harga solar dan biodiesel, karena harga diesel berbasis sawit ini relatif lebih tinggi dibandingkan diesel berbasis fosil atau minyak mentah.
"Sampai saat ini belum (belum ada insentif), namun demikian sesuai dengan kebijakan pemerintah meningkatkan biofuel, baik biodiesel, bioavtur dan sebagainya," ungkapnya dalam konferensi pers "Seremoni Keberhasilan Uji Terbang Pesawat CN235-220 FTB Menggunakan Campuran Bahan Bakar Bioavtur 2,4% (J2.4)", Rabu (06/10/2021).
Lebih lanjut dia mengatakan, sama halnya dengan biodiesel, bioavtur harganya masih relatif lebih tinggi karena stoknya berasal dari palm kernel oil (PKO), lebih tinggi dari harga crude palm oil (CPO).
"Sehingga ini pasti akan lebih tinggi daripada avtur tersebut. Tapi sampai saat ini regulasi belum ada perintahkan BPDPKS, apakah insentif sebagaimana diberikan B30," paparnya.
Sebelumnya, Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati meminta kebijakan terintegrasi dari hulu sampai hilir, termasuk volume dan harga khusus minyak sawit (CPO) bagi keperluan biofuel di dalam negeri. Tujuannya, agar produksi bioavtur dan biodiesel ini bisa berkelanjutan.
"Bicara kesiapan dan keberlangsungan, tentu harus melihatnya secara value chain utuh, ada bahan baku yang tidak dikontrol Pertamina yakni CPO. Namun di sini dengan komitmen pemerintah dan industri CPO, kami harap ini ada kebijakan utuh," paparnya.
Dia mengatakan, saat ini campuran bioavtur sudah di level 2,5%, dan selanjutnya akan dikembangkan menjadi 5%, kemudian 10% dan seterusnya secara bertahap.
"Kita harap ada komitmen, baik volume yang dialokasikan untuk bioavtur dan kedua komersialisasi," ujarnya.
Lebih lanjut dia mengatakan, secara komersial ada aspek lain yang perlu dilihat, yakni rencana pemberlakuan pajak karbon (carbon tax) oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Hal ini menurutnya akan berpengaruh pada keekonomian.
"Tahun depan dari Kemenkeu akan terapkan carbon tax, tentu harus lihat ini sebagai mekanisme, kita match dengan harga akan pengaruh pada keekonomian," paparnya.
Seperti diketahui, harga CPO masih mengalami lonjakan. Pada Rabu (6/10/2021) pukul 10:24 WIB, harga CPO di Bursa Malaysia tercatat MYR 4.869/ton, melesat 2,76% dibandingkan posisi hari sebelumnya dan menjadi rekor tertinggi sepanjang sejarah perdagangan CPO.
Harga CPO terus berada di tren bullish (penguatan). Dalam sepekan terakhir, harga komoditas ini melonjak 9,29%. Selama sebulan ke belakang, kenaikannya mencapai nyaris 11%.
Faktor pendongkrak harga CPO adalah harga minyak bumi. Dalam sepekan terakhir, harga minyak jenis Brent dan light sweet melejit masing-masing 5,62% dan 5,32%. Selama sebulan ke belakang, kenaikannya masing-masing 15,05% dan 15,3%.
Saat harga minyak makin mahal, apalagi di tengah krisis energi yang dihadapi berbagai negara, maka insentif untuk beralih ke bahan bakar nabati atau biofuel kian tinggi. CPO adalah salah satu komoditas yang bisa digunakan sebagai bahan baku biofuel.
Jadi, tidak heran permintaan CPO meningkat saat harga minyak bumi naik. Hasilnya, harga CPO pun melambung tinggi.
Selain itu, kenaikan harga juga ditopang oleh keketatan pasokan. Survei Reuters memperkirakan stok CPO Malaysia pada September 2021 adalah 1,87 juta ton. Turun 0,36% dibandingkan bulan sebelumnya.
(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Avtur dari Campuran Sawit Diuji Coba ke Pesawat, Ini Hasilnya
