Terungkap! Ini Biang Kerok 'Resesi Seks' di Singapura
Jakarta, CNBC Indonesia - Warga Singapura sepertinya terinfeksi 'resesi seks'. Hal ini terlihat dari rendahnya angka perkawinan di negara pusat finansial Asia itu.
Resesi sendiri adalah istilah ekonomi untuk pertumbuhan negatif dua kuartal berturut-turut dalam satu tahun. Mengutip Channel News Asia (CNA), ada 19.430 pernikahan tahun lalu. Ini turun 12,3% dari tahun sebelumnya 22.165.
Ini adalah catatan terendah sejak 1986, ketika ada 19.348 pernikahan. "Pembatasan pertemuan besar pada tahun lalu bisa menyebabkan pasangan menunda pernikahan mereka," ujar rilis Divisi Kependudukan dan Bakat Nasional Singapura, dikutip Kamis (30/9/2021).
Lembaga itu menyebut bahwa Covid-19 disebut menjadi biang keladi yang menurunkan aktivitas seksual warga, di mana pandemi mengganggu rencana pasangan untuk menikah dan menjadi orang tua.
"Penurunan ini mungkin sebagian karena pembatasan perjalanan terkait Covid-19," ujar badan itu lagi.
Bukan hanya pernikahan, pandemi juga menyebabkan berkurangnya keputusan menjadi orang tua. Hanya ada 31.816 kelahiran di negeri itu di 2020 atau 3,1% lebih rendah dibanding sebelumnya, 32.844.
Badan kependudukan Singapura mengatakan bahwa dalam survei terhadap sekitar 4.000 orang di Juni 2020, beberapa responden mengatakan bahwa mereka telah menunda pernikahan dan menjadi orang tua
"Karena kekhawatiran tentang kondisi kesehatan dan ekonomi masyarakat yang tidak pasti," ujar otoritas itu seraya menyebut masih menelaah dampak Covid.
"Kami terus menghadapi tantangan struktural jangka panjang dengan tingkat kelahiran kami yang rendah, serupa dengan masyarakat maju lainnya."
Sebelumnya, Singapura memberi insentif bagi mereka yang ingin memiliki anak dan menjadi orang tua di tengah pandemi. Di mana ada dana hibah 3.000 dolar Singapura.
(sef/sef)