
Tax Amnesty II, Cara Menghalalkan Harta Tanpa Tuntutan Pidana

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah bersama Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyepakati Rancangan Undang-Undang tentang perpajakan untuk disahkan menjadi undang-undang dalam sidang rapat paripurna pekan depan.
RUU Ketentuan Umum Perpajakan (KUP) merupakan draft RUU usulan pemerintah. Kemudian, berdasarkan kesepakatan Komisi XI DPR dan pemerintah, RUU tersebut diubah dengan nama RUU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
Staf Ahli Pengawasan Pajak Kementerian Keuangan, Nufransa Wira Sakti mengungkapkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Harmonisasi Peraturan Pajak akan disahkan pekan depan.
"Belum hari ini. Minggu depan mudah-mudahan (disahkan RUU HPP)," ujarnya kepada CNBC Indonesia, Kamis (30/9/2021).
Adapun salah satu yang diatur di dalam RUU HPP yakni program pengungkapan sukarela wajib pajak atau biasa dikenal dengan pengampunan pajak atau Tax Amnesty.
Tax Amnesty menyasar dua kelompok pajak, yakni peserta dengan harta yang diperoleh dan dilaporkan WP sejak 1 Januari 1985 - 31 Desember 2015. Serta wajib pajak orang pribadi yang memperoleh aset sejak 1 Januari 2016 - 31 Desember 2020.
Berdasarkan dokumen RUU HPP, tarif yang diusulkan pemerintah berkisar 6% hingga 18%, dengan persyaratan wajib pajak bersedia menempatkan dananya di surat berharga negara (SBN).
Adapun wajib pajak yang menyatakan mengalihkan harta bersih ke dalam wilayah NKRI wajib mengalihkan harta yang dimaksud paling lambat tanggal 30 September 2022.
Kemudian, wajib pajak orang pribadi mengungkapkan harta bersih melalui surat pemberitahuan pengungkapan harta dan disampaikan kepada Direktur Jenderal Pajak (DJP) sejak 1 Januari 2022 sampai 30 Juni 2022.
Setelah WP melampirkan kewajiban-kewajibannya di atas, maka DJP kemudian akan menerbitkan surat keterangan terhadap penyampaian surat pemberitahuan pengungkapan harta oleh WP.
Namun, jika berdasarkan hasil penelitian diketahui terdapat ketidaksesuaian antara harta bersih yang diungkapkan dengan keadaan yang sebenarnya, DJP dapat membetulkan atau membatalkan surat keterangan.
Pemerintah diketahui juga menambah satu klausul tentang adanya pelarangan lampiran-lampiran atau laporan wajib pajak untuk dijadikan dasar penyelidikan, penyidikan, dan atau penuntutan pidana terhadap wajib pajak.
Artinya, jika diketahui wajib pajak yang mengikuti program Tax Amnesty suatu waktu tersandung kasus pencucian uang, maka pemerintah wajib menutup rapat-rapat informasi tersebut.
"Data dan informasi yang bersumber dari surat pemberitahuan pengungkapan harta dan lampirannya yang diadministrasikan oleh Kementerian Keuangan atau pihak lain yang berkaitan dengan pelaksanaan Undang-Undang ini tidak dapat dijadikan sebagai dasar penyelidikan, penyidikan, dan/atau penuntutan pidana terhadap Wajib Pajak," seperti dikutip Pasal 6 ayat (6) dan Pasal 11 huruf (c) BAB V tentang Program Pengungkapan Sukarela Wajib Pajak RUU HPP.
(mij/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Belajar dari India: Tax Amnesty Berulang Kali, Hasilnya Gagal Total!