Bencana Baru Pasca Covid-19 Kian Nyata, RI Juga Terancam

Tim Redaksi, CNBC Indonesia
30 September 2021 13:45
People ride a canoe by the Caddebostan shore, on the Asian side of Istanbul, Tuesday, June 8, 2021, surrounded by a huge mass of marine mucilage, a thick, slimy substance made up of compounds released by marine organisms, in Turkey's Marmara Sea. Turkey’s president has promised to rescue the Marmara Sea from an outbreak of “sea snot” that is alarming marine biologists and environmentalists. A huge mass of marine mucilage has bloomed in Turkey’s Marmara and the adjoining Black and Aegean Seas. Turkish President Recep Tayyip Erdogan said untreated waste dumped into the Marmara Sea and climate change had caused the bloom of the thick, slimy substance made up of compounds released by marine organisms, Istanbul, Turkey’s largest city, borders the sea. (AP Photo/Kemal Aslan)
Foto: Para pekerja membersikan wabah

Jakarta, CNBC Indonesia - Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengatakan laju perubahan iklim (climate change) tidak melambat meski ada pandemi global Covid-19. Usaha dunia untuk mengurangi emisi karbon masih tertinggal jauh.

"Ini adalah tahun yang kritis untuk aksi iklim," kata Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres, dikutip Reuters.

"Tahun ini telah melihat emisi bahan bakar fosil bangkit kembali, konsentrasi gas rumah kaca terus meningkat dan peristiwa cuaca buruk yang disebabkan oleh manusia yang telah mempengaruhi kesehatan, kehidupan dan mata pencaharian di setiap benua."

PBB mengatakan konsentrasi gas rumah kaca utama di atmosfer, yakni CO2, metana, dan dinitrogen oksida, terus meningkat pada tahun 2020. Ini berlangsung hingga paruh pertama tahun 2021.

Kini suhu rata-rata global selama lima tahun terakhir termasuk yang tertinggi dalam catatan, diperkirakan 1,06 Celcius hingga 1,26 Celcius di atas tingkat pra-industri. Ada kemungkinan 40% bahwa suhu global rata-rata dalam satu dari lima tahun ke depan akan 1,5 Celcius lebih hangat daripada tingkat pra-industri.

"Kecuali ada pengurangan segera, cepat dan skala besar dalam emisi gas rumah kaca, membatasi pemanasan hingga 1,5 Celcius tidak mungkin dilakukan, dengan konsekuensi bencana bagi manusia dan planet tempat kita bergantung," kata Guterres.

Sementara Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) mengatakan penurunan ekonomi terkait virus hanya menyebabkan penurunan sementara emisi CO2 tahun lalu. Hal itu tentu tidak cukup untuk membalikkan kenaikan tingkat gas rumah kaca di atmosfer.

Dalam Laporan United in Science 2021, WMO memaparkan target pengurangan tidak terpenuhi dan ada kemungkinan yang meningkat bahwa dunia akan kehilangan target Perjanjian Paris untuk mengurangi pemanasan global hingga 1,5 derajat Celcius di atas tingkat pra-industri.

"Sepanjang pandemi, kami telah mendengar bahwa kami harus membangun kembali dengan lebih baik untuk menempatkan umat manusia di jalur yang lebih berkelanjutan dan untuk menghindari dampak terburuk perubahan iklim terhadap masyarakat dan ekonomi," kata Sekretaris Jenderal WMO Petteri Taalas.

"Laporan ini menunjukkan bahwa sejauh ini pada tahun 2021 kami tidak berjalan ke arah yang benar," tambahnya.


(cha/cha)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Muncul Ancaman 'Ngeri' Selain Covid, Tokoh Agama Turun Tangan

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular