Ada Sekolah Tatap Muka, Bos Pabrik Sepatu Happy!

Ferry Sandi, CNBC Indonesia
29 September 2021 17:40
Pekerja menyelesaikan pembuatan sepatu gunung di workshop sepatu gunung mokzhaware di kawasan Pondok Aren, Tangerang Selatan, Senin (7/6/2021). Bahan yang digunakan terbuat dari bahan baku kulit Nubuck. Dalam sehari pabrik ini bisa memproduksi 50 pasang sepatu. Usmar Ismail (42) mendirikan sebuah brand lokal di bidang fashion sepatu sekitar tahun 2016 lalu. Ada tiga hal penting yang harus diperhatikan para pengusaha untuk bisa bertahan di tengah pandemi covid-19, yang pertama adalah terus melakukan inovasi dan tanggap terhadap kebutuhan market online," jelasnya Usmar Ismail. Kedua, pengusaha harus mengetahui dan menguasai nilai keunikan dari produk yang dikeluarkan. Jika hal itu sudah menyatu dengan konsumen, otomatis hal ini menjadi identitas dari brand yang dikembangkan. Dan terakhir, penjual harus cekatan dalam menangani keluhan dari para pelanggan. Hal ini akan memiliki nilai baik untuk meningkatkan loyalitas terhadap suatu produk. Saat ini, usahanya terus berkembang dan membuatnya merekrut banyak pegawai. Saat ini jumlah pegawainya sudah lebih dari 30 orang. Sebelumnya, Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) mendata peredaran alas kaki di pasar ritel berada di posisi 50-75 persen menuju kondisi prapandemi Covid-19. Namun, utilisasi industri alas kaki nasional masih berada di bawah level 40 persen. (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)
Foto: Pembuatan Sepatu. (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Industri alas kaki berharap pembelajaran tatap muka (PTM) atau pembelajaran secara offline di sekolah tetap bisa berjalan. Pasalnya, sudah ada permintaan dari kalangan ritel untuk meningkatkan jumlah produksi sepatu.

"Evaluasi sekolah kalau terjadi kluster yang diterapkan protokolnya, jangan stop totally lagi, ini ada persepsi kemarin-kemarin pelaku optimis sekolah tatap muka jalan makanya ada order masuk ke pabrik. Kalau ada pengetatan lagi agak repot juga," kata Direktur Eksekutif Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo)Firman Bakri kepada CNBC Indonesia, Rabu (29/9/21).

Kalangan pengusaha sepatu memang diuntungkan dengan adanya PTM karena permintaan sepatu bakal meningkat. Sebaliknya, ketika sekolah online berlangsung selama 1,5 tahun kemarin, maka permintaan sepatu sangat jatuh. Apalagi, beberapa bulan lalu ketika PTM sudah direncanakan bakal digelar, pengusaha sepatu sempat terkena 'prank'.

"Back to school sebenarnya persiapannya di bulan Mei, Juni kemarin, jadi sudah ancang-ancang bahwa Juli seharusnya ada tatap muka. Tapi begitu Juli PPKM (darurat) pasti langsung di-hold dan untungnya setelah PPKM longgar dan tatap muka jalan, beberapa permintaan kemudian jalan lagi," sebut Firman.

Meski sudah ada permintaan, namun itu masih jauh dibandingkan waktu normal. Karenanya, jika ke depan PTM kembali distop, maka industri alas kaki menjadi salah satu yang paling dirugikan.

"Permintaan secara kuantitas masih kecil, belum besar tapi dibanding PPKM masih ada order. Di Mei kemarin, lebaran, tren ritel cukup bagus, beberapa pemilik merk stoknya mulai keluar, makanyaorderlagi ke pabrik tapi dikit-dikit," ujarnya.

Di sisi lain, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Makarim juga ingin sekolah tatap muka kembali jalan. Pandemi menurutnya memperparah kesenjangan ini terutama dengan adanya hambatan akses internet dan ketersediaan gawai untuk belajar.

Saat ini 40% sekolah di Indonesia telah melakukan sekolah tatap muka, dia menegaskan angka ini masih kecil dibandingkan yang seharusnya.

"Kalau tidak mau ketinggalan anak-anak harus tatap muka dengan protokol kesehatan yang teraman yang bisa dilakukan di masing-masing daerah," tegasnya kemarin.


(hoi/hoi)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pekerja Positif Covid 'Gentayangan', Klaster Pabrik 'Meledak'

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular