Batu Bara Terbang, Ini Cara Tekan Ongkos Listrik Gak Boncos
Jakarta, CNBC Indonesia - Harga batu bara saat ini sedang mengalami lonjakan tajam. Harga Batu Bara Acuan (HBA) September 2021 tembus US$ 150,03 per ton, naik US$ 19,04 per ton dibanding HBA Agustus 2021 sebesar US$ 130,99 per ton.
Bahkan, pada 15 September 2021 harga batu bara acuan di pasar ICE Newcastle tercatat menembus US$ 180,6 per ton, rekor tertinggi setidaknya sejak 2008.
Batu bara merupakan sumber energi penting bagi pembangkit listrik di Tanah Air karena mayoritas atau tercatat hingga 62% sumber energi pembangkit listrik menggunakan batu bara.
Di tengah lonjakan harga batu bara ini, pemerintah berupaya agar biaya pokok penyediaan (BPP) tenaga listrik tidak naik.
Hal tersebut disampaikan oleh Ida Nuryatin Finahari, Direktur Pembinaan Pengusahaan Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Dalam acara Energy Corner "Special Road to Energy Day" CNBC Indonesia, Senin (20/09/2021), dia mengatakan langkah yang dilakukan pemerintah untuk menjaga BPP PLN adalah dengan mengatur harga batu bara untuk kepentingan dalam negeri atau Domestic Market Obligation (DMO). Harga batu bara untuk kepentingan pembangkit listrik ini dipatok maksimal US$ 70 per ton.
"Pemerintah juga melakukan upaya bagaimana dorong agar BPP PLN tidak alami kenaikan. Langkah-langkah ini antara lain dengan melakukan capping (pembatasan) harga batu bara dan gas. Diharapkan, sektor industri bisa tumbuh," paparnya kepada CNBC Indonesia, Senin (20/09/2021).
Ida menyampaikan, pemerintah juga melakukan berbagai upaya agar bisa mendorong industri-industri kembali tumbuh, sehingga industri memiliki peningkatan daya beli setelah terpuruk akibat pandemi.
"Bahwa memang untuk harga batu bara sudah tinggi, tapi bagaimana agar masyarakat dan industri punya daya beli dan mampu tetap hidup dengan adanya pandemi Covid-19," lanjutnya.
Seperti diketahui, Kementerian ESDM telah merilis Keputusan Menteri ESDM No.139.K/ HK.02/ MEM.B/ 2021 tentang Pemenuhan Kebutuhan Batu Bara Dalam Negeri. Aturan ini ditetapkan Menteri ESDM Arifin Tasrif pada 4 Agustus 2021.
Keputusan Menteri ESDM ini menetapkan persentase penjualan batu bara untuk kebutuhan dalam negeri (DMO) sebesar 25% dari rencana jumlah produksi batu bara tahunan dari setiap produsen yang disetujui pemerintah dan harga jual batu bara untuk DMO ditetapkan maksimal sebesar US$ 70 per ton.
Adapun batu bara tersebut ditujukan untuk penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum dan kepentingan sendiri, serta untuk bahan baku atau bahan bakar untuk industri.
Sebelumnya, Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI menyampaikan keluhan dan mempertanyakan stok batu bara untuk pembangkit listrik PT PLN (Persero) yang semakin tipis kepada Menteri ESDM Arifin Tasrif.
Anggota Komisi VII DPR RI Muhammad Nasir menilai kewajiban pasokan batu bara untuk domestik atau DMO khususnya untuk pembangkit listrik PLN saat ini sudah sangat mengkhawatirkan. Oleh karena itu, dia meminta agar komitmen untuk pelaksanaan DMO batu bara diperkuat.
"DMO, perjanjian DPR dan Menteri sebelumnya diperkuat, bukan diperkecil. Dulu kita minta gak setorkan DMO, izinnya dicabut, sekarang denda 1%," paparnya dalam Rapat Kerja (Raker) Komisi VII DPR RI dengan Menteri ESDM, Kamis (26/08/2021).
Di tengah harga batu bara yang sedang tinggi ini menurutnya pengusaha akan lebih memilih ekspor dan bayar denda daripada jual ke PLN. Dia mengatakan, jika sampai lampu mati di tengah Covid-19, maka ini akan membuat kacau balau, apalagi di rumah sakit yang banyak merawat orang sakit.
"Dengan harga US$ 125 per ton, mending bayar denda daripada jual ke PLN. PLN sekarang pontang panting nyari batu," lanjutnya.
(wia)