Beri Kode ke China, Eropa Larang Impor Produk 'Kerja Paksa'
Jakarta, CNBC Indonesia - Uni Eropa (UE) berencana memberlakukan larangan impor pada produk-produk hasil dari kerja paksa. Hal ini disampaikan Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen dalam pidato tahunan kenegaraan UE, Rabu (15/9/2021).
"Ada 25 juta orang di luar sana, yang diancam atau dipaksa bekerja paksa. Kami tidak pernah bisa menerima bahwa mereka dipaksa membuat produk, dan produk ini kemudian dijual di toko-toko di Eropa ini," kata von der Leyen, dikutip dari AFP.
"Jadi kami akan mengusulkan larangan produk di pasar kami yang dibuat dengan kerja paksa. Hak asasi manusia tidak untuk dijual dengan harga berapa pun."
Von der Leyen mengatakan di depan Parlemen Eropa bahwa UE sangat mendukung perdagangan global, tetapi "tidak akan pernah dapat dilakukan dengan mengorbankan martabat dan kebebasan rakyat".
Meski von der Leyen tidak menyebut nama negara manapun, langkah UE ini terlihat ditujukan kepada China atas perlakuan mereka terhadap penduduk Uighur yang diasingkan di wilayah Xinjiang untuk membuat produk untuk ekspor. Ini menjadi isu utama dalam hubungan UE-China.
Sementara dalam urusan iklim, von der Leyen menyebut nama Presiden China Xi Jinping. Ia mendesaknya untuk membuat pengumuman konkret untuk membantu dunia membatasi pemanasan global hingga 1,5 derajat Celcius sebelum KTT COP26 PBB di Glasgow pada 1-2 November mendatang.
"Tujuan yang telah ditetapkan Presiden Xi untuk China sangat menggembirakan. Tetapi kami menyerukan kepemimpinan yang sama dalam menetapkan bagaimana China akan sampai di sana," katanya.
"Dunia akan lega jika mereka menunjukkan bahwa mereka dapat mencapai puncak emisi pada pertengahan dekade, dan menjauh dari batu bara di dalam dan luar negeri."
Dia juga menguraikan rencana UE untuk membangun hubungan perdagangan dan infrastruktur di bagian lain dunia, termasuk kawasan Indo-Pasifik di mana China mendominasi, untuk menyaingi inisiatif Belt and Road Initiative (One Belt One Road/OBOR) milik Negeri Tirai Bambu.
Sikap tersebut menggarisbawahi pendekatan Barat yang kian mengeras ke China. Meski begitu, UE menggambarkannya sebagai gerakan yang independen dan tidak terlalu keras dibandingkan dengan gerakan dari Amerika Serikat (AS) kepada China.
(hoi/hoi)