
DPR Sebut Rencana Pajak Pemerintah Tak Bisa Dimulai Sekarang!

Jakarta, CNBC Indonesia - Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) menegaskan bahwa Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Kelima atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan tidak bisa diterapkan saat ini. Bahkan dalam waktu dekat juga sulit untuk diimplementasikan.
Ketua Komisi XI DPR RI dari fraksi Golongan Karya (Golkar) Dito Ganinduto menjelaskan, saat ini Covid-19 masih menjadi tekanan bagi masyarakat hingga dunia usaha. Di mana kegiatan usaha menurun dan penghasilan serta daya beli masyarakat masih tertekan.
Sehingga saat ini yang harus tetap menjadi fokus pemerintah adalah memberikan bantuan kepada masyarakat dan dunia usaha yang sudah dilakukan sejak tahun lalu melalui berbagai insentif, salah satunya di bidang perpajakan. Bukan justru menerapkan pajak baru.
"Dengan demikian, jelas sekali penerapan RUU KUP ini tidak bisa dilakukan saat ini juga atau dalam waktu pendek," ujar Dito saat membuka Rapat Kerja Komisi XI dengan Pemerintah, Senin (13/9/2021).
Menurutnya, pembahasan untuk revisi RUU KUP ini akan tetap dilanjutkan karena sudah masuk dalam program legislasi Nasional (Prolegnas) 2021. Namun, untuk penerapannya tidak bisa langsung karena harus melihat kondisi yang terjadi di masyarakat.
"Ini tetap harus mempertimbangkan kondisi masyarakat dan dunia usaha. Kita harus pikirkan secara matang waktu paling tepat penetapan RUU ini apabila nanti sudah disetujui dan ditetapkan," jelasnya.
Adapun siang ini, Komisi XI DPR RI dan Pemerintah kembali melakukan pembahasan lanjutan terkait RUU KUP tersebut. Dimana sebelumnya, DPR RI telah menerima masukan dari para ahli dan asosiasi terkiat unsur-unsur yang ada di RUU KUP.
Setidaknya, ada lima klaster pembahasan yang dilakukan dalam RUU KUP yaitu Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Cukai, dan Pajak Karbon.
Dari banyak klaster ini, yang paling menarik perhatian dan menimbulkan pro dan kontra adalah, kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN), pengenaan PPN untuk sembako, jasa pendidikan, kesehatan hingga tax amnesty jilid II.
Untuk PPN sembako mendapatkan protes, sebab selama ini masuk dalam kategori barang Tidak Kena Pajak (TKP). Sedangkan melalui revisi ini, barang sembako dikeluarkan dari daftar barang TKP.
Terkait hal ini, Sri Mulyani berkali-kali menekankan akan mengenakan pajak sembako hanya untuk barang impor saja. Ini pun untuk barang tertentu seperti beras dan juga daging.
(mij/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Belajar dari India: Tax Amnesty Berulang Kali, Hasilnya Gagal Total!