Internasional

Ancaman Bencana Besar Dunia: Dari Covid-19 ke 'Resesi Seks'

Tommy Patrio Sorongan, CNBC Indonesia
Jumat, 13/08/2021 08:00 WIB
Foto: Patpong, Thailand (AP Photo/ Manish Swarup)

Jakarta, CNBC Indonesia - Bencana besar menanti dunia, setelah pandemi Covid-19 bisa terselesaikan. Bencana itu adalah perubahan iklim yang diakibatkan oleh memanasnya suhu global.

Tidak main-main, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah menekan tombol tanda bahaya dengan mengeluarkan "kode merah untuk kemanusiaan". Selain itu, para ilmuwan iklim terkemuka dunia juga menyampaikan peringatan paling keras tentang darurat iklim yang semakin dalam.

Namun ternyata ramalan bencana iklim ini juga sepertinya menimbulkan ancaman baru bagi jumlah populasi warga bumi. Ini berpengaruh pada kehidupan manusia terkait dengan dorongan untuk menunda kehamilan dan mendapatkan anak.


Pasalnya kini muncul sejumlah pihak yang berpikir bahwa semakin banyak manusia berarti semakin besar emisi yang ditimbulkan dan kebutuhan pangan juga semakin meningkat. Alhasil "resesi" seks terjadi.

Tren ini bukan isapan jempol semata. Sejumlah tokoh penting juga menggaungkannya. Salah satunya publik figur dunia Pangeran Harry dari Inggris.

Ia mengatakan pada 2019 bahwa dia dan istrinya Meghan berencana untuk memiliki maksimal dua anak saja. Alasannya masalah lingkungan.

Menurut analis di Morgan Stanley gerakan untuk tidak memiliki anak karena kekhawatiran perubahan iklim memang tumbuh signifikan belakangan ini. Ini ia sampaikan dalam sebuah catatan dikutip CNBC International, Jumat (12/8/2021).

"Memiliki anak tujuh kali lebih buruk untuk iklim dalam emisi CO2 setiap tahun daripada 10 mitigasi paling dibahas berikutnya yang dapat dilakukan individu," katanya.

Untuk membuktikan hal ini, ia menunjuk penelitian akademis dari University of California, Los Angeles (UCLA). Di mana jumlah kelahiran di Amerika Serikat (AS) turun dalam sembilan bulan setelah peristiwa panas ekstrem.

Tak hanya di AS, penelitian ini juga melihat kecenderungan yang sama di China terhadap 18.000 pasangan tahun lalu. Di mana perubahan iklim terkait dengan kemungkinan penurunan kesuburan pasangan sebesar 20%.

Sebelumnya, laporan dari Panel Antar pemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC) menemukan bahwa dunia mungkin memanas hingga 1,5°C pada awal 2030-an. Kenaikan ini disebut sangat mengancam beberapa negara dengan ancaman terendamnya daratan dan habisnya sumber air bersih.

Lebih lanjut, ancaman perubahan iklim juga dialamatkan ke Indonesia. Hal ini diingatkan oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden beberapa pekan lalu.

Dalam pidatonya di kantor Direktur Intelijen Nasional AS, presiden negara adidaya itu menyebut bahwa Jakarta terancam tenggelam dikarenakan perubahani klim yang saat ini sedang menghantui seluruh dunia. Karenanya ibu kota hendak dipindah dari Jakarta.

"Departemen Pertahanan mengatakan apa ancaman terbesar yang dihadapi Amerika: perubahan iklim," tegasnya dalam pidato itu sebagaimana dipublikasikan whitehouse.gov akhir Juli lalu.

"...Apa yang terjadi di Indonesia jika proyeksinya benar bahwa, dalam 10 tahun ke depan, mereka mungkin harus memindahkan ibu kotanya karena mereka akan berada di bawah air?"


(dob/sef)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Menkes Dipanggil Presiden, Lapor Soal Covid-19 & Cek Kesehatan