Hal yang Lebih Ngeri dari Corona Terjadi, Dunia Rugi Rp 110 T

Tommy Sorongan, CNBC Indonesia
12 August 2021 21:05
A view of destroyed furniture in a field outside the village of Arloff, in Bad Munstereifel, Germany, Saturday, July 17, 2021. Politicians and weather forecasters have been shocked at the ferocity of the precipitation that caused flash flooding that has claimed more than 150 lives this week in Western Europe. Climate scientists say the link between extreme weather and global warming is unmistakable and the urgency to do something about climate change (Marius Becker/dpa via AP)
Foto: Kerusakan akibat banjir di luar desa Arloff, di Bad Munstereifel, Jerman, Sabtu, 17 Juli 2021. (AP/Marius Becker)

Jakarta, CNBC Indonesia - Sebuah laporan terbaru merilis data kerugian akibat bencana yang melanda dunia di paruh pertama tahun 2021. Disebutkan bahwa kerugian dunia mencapai US$ 77 miliar atau setara Rp 110 triliun akibat bencana yang disebabkan oleh siklus alam atau kesalahan manusia.

Mengutip AFP, hal ini disampaikan oleh perusahaan asuransi ternama Swiss Re. Mereka juga memberikan klasifikasi mengenai jenis bencana yang memuat manusia merugi tahun ini.

"Dari total perkiraan kerugian ekonomi pada paruh pertama tahun 2021, US$ 74 miliar disebabkan oleh bencana alam, sementara bencana buatan manusia memicu tambahan US$ 3 miliar," kata Swiss Re dalam sebuah pernyataan.

Di tahun 2021 sendiri masyarakat dunia masih dilanda pandemi virus Covid-19. Virus yang awalnya muncul di Wuhan, China, pada Desember 2019 lalu itu sejauh ini telah menewaskan 4,3 juta orang di seluruh dunia.

Namun kekhawatiran manusia mengenai bencana lainnya tidak cukup sampai di situ. Ancaman bencana akibat perubahan iklim saat ini tengah menghantui dunia. Swiss Re mengutarakan bahwa bencana akan lebih sering terjadi karena perubahan ini. Efek negatif perubahan iklim diyakini lebih lebih mengerikan dari pandemi, saat ini maupun di masa depan.

"Dampak perubahan iklim bermanifestasi dalam suhu yang lebih hangat, naiknya permukaan laut, pola curah hujan yang lebih tidak menentu, dan cuaca ekstrem yang lebih besar," kata Martin Bertogg, kepala bahaya bencana Swiss Re.

"Bersamaan dengan perkembangan kota yang cepat dan akumulasi kekayaan di daerah rawan bencana, bahaya sekunder seperti badai musim dingin, hujan es, banjir atau kebakaran hutan menyebabkan kerugian bencana yang semakin tinggi."

Pernyataan ini sebelumnya pernah dikuatkan oleh beberapa instansi penelitian. Terbaru, sebuah laporan dari Panel antar pemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC) menemukan bahwa dunia mungkin memanas hingga 1,5°C pada awal 2030-an.Kenaikan ini disebut sangat mengancam beberapa negara dengan ancaman terendamnya daratan dan habisnya sumber air bersih.

Ancaman perubahan iklim juga dialamatkan ke Indonesia. Hal ini diingatkan oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden.. Dalam pidatonya di kantor Direktur Intelijen Nasional AS, presiden negara adidaya itu menyebut bahwa Jakarta terancam tenggelam dikarenakan perubahan iklim yang saat ini sedang menghantui seluruh dunia.

"Departemen Pertahanan mengatakan apa ancaman terbesar yang dihadapi Amerika: perubahan iklim," tegasnya dalam pidato itu sebagaimana dipublikasikan whitehouse.gov, akhir bulan lalu.

"...Apa yang terjadi di Indonesia jika proyeksinya benar bahwa, dalam 10 tahun ke depan, mereka mungkin harus memindahkan ibu kotanya karena mereka akan berada di bawah air?"


(hoi/hoi)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Muncul yang Lebih Ngeri dari Covid, Tokoh Agama Turun Tangan!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular