Dahlan Ungkap Sosok Dokter UI Temukan Terapi "aaPRP Covid"

tahir saleh, CNBC Indonesia
07 August 2021 15:15
Dahlan Iskan/Foto: detik/Hasan Alhabshy

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri BUMN periode Oktober 2011-Oktober 2014 Dahlan Iskan mengungkapkan pandangannya berkaitan dengan Dr. Karina, ahli bedah plastik jebolan Universitas Indonesia (UI) yang berhasil menemukan cara terapi yang mampu menyembuhkan pasien Covid-19.

Terapi tersebut dikenal sebagai teknik aaPRP, untuk pasien Covid-19 pertama di dunia. Sebagai informasi, aaPRP adalah konsentrat protein yang berasal dari dalam trombosit manusia.

Direktur Utama PLN periode 2009-2011 ini menilai, dengan logika dirinya yang bukan dokter, terapi aaPRP Covid-19 itu harusnya lebih aman dari, misalnya, plasma konvalesen.

"Karina juga tidak menamakan temuannya itu sebagai vaksin. Dr Karina memilih menyebut temuannya sebagai terapi: terapi aaPRP. Semua dokter tahu istilah itu. Tapi saya bukan dokter. Saya harus minta penjelasan ke Karina apa itu 'aaPRP'. Yang saya sudah tahu sebatas dari buku pelajaran di sekolah dulu: salah satu fungsi darah adalah untuk menutup luka," kata Dahlan dalam kolom terbarunya, berjudul "Perjuangan Karina" di situs resminya, disway.id, dikutip Sabtu ini (7/8).

Sebelumnya, menurut Dahlan, sang dokter sudah membeberkan cara pembuatan aaPRP untuk pasien Covid-19, di mana ini berawal darah pasien diambil sebanyak 20-25 cc, dengan cara seperti ambil darah untuk cek laboratorium.

Kemudian, trombosit dari darah pasien Covid-19 itu dipisahkan, lalu dipecahkan di laboratorium khusus milik HayandraLab. Hasilnya, protein yang keluar dari trombosit dimasukkan kembali ke dalam tubuh pasien melalui cairan infus. Keseluruhan proses membutuhkan waktu sekitar 2 jam hingga 3 jam.

Dalam pernyataan dr Karina yang beredar juga di media massa, disebutkan bahwa teknik aaPRP dinilai sangat aman digunakan untuk usia berapa pun dengan berbagai kondisi kesehatan, karena aaPRP dari tubuh sendiri dan tidak diproses dengan zat yang berasal dari hewan.

Trombosit juga disebutkan mengandung lebih dari 1.000 jenis protein; ada protein anti radang, protein pembangun (growth factors), bahkan zat anti bakteri.

"Baru dari Karina saya lebih tahu: di dalam trombosit itu ternyata terdapat 1.000 lebih zat. Yang fungsinya begitu banyak. Semula, saya pikir, kalau kita lagi tidak mengalami luka, trombosit itu pekerjaannya hanya jalan-jalan bersama darah sepanjang hari," tegas Dahlan, pendiri Jawa Pos ini.

"Ternyata Karina bisa mengungkap di dalam trombosit itu tersedia begitu banyak obat untuk menyembuhkan diri sendiri. Termasuk ketika terkena Covid. Sampai-sampai Karina menyebut trombosit itu ibarat apotek besar," jelas Dahlan.

Dahlan pun menjelaskan terapi tersebut setelah mendapatkan penjelasan, "aa'' adalah ''autologous activated'', sementara ''PRP'' adalah platelet rich plasma. Ini adalah plasma trombosit milik si penderita sendiri yang diaktifkan.

"Plasma Anda sendiri itulah yang diinfuskan kembali ke tubuh Anda. Yakni kalau Anda lagi diserang Covid-19. ''aaPRP'' akan mengatasi Covid karena isi trombosit itu mengandung protein anti radang, anti bakteri, dan protein penumbuh sel baru. Itulah yang oleh Karina disebutkan bahwa "trombosit itu seperti apotek besar"," kata Dahlan.

"Ia menyediakan obat apa saja untuk tubuh kita. Secara garis besar 1000 lebih zat yang ada di dalam trombosit itu dikelompokkan menjadi tiga fungsi utama: penumbuh (growth factor), anti sitokin/radang, dan anti bakteri/mikroba."

"Ternyata trombosit itu hebat sekali. Ia tidak hanya tawaf ke seluruh tubuh sepanjang hari. Tiga-tiganya itulah yang dimanfaatkan Karina untuk terapi Covid-19. Untuk itu dia harus punya teknologi untuk mengeluarkan isi trombosit. Untuk ditampung di tabung. Lalu diinfuskan ke pasien. Maka Si pasien pertama-tama harus diambil darahnya: 25 cc. Kira-kira 2,5 sendok makan. Mirip dengan cara mengambil darah di lab pada umumnya

Adapun dalam tulisan di hari berikutnya 7 Agustus, Dahlan kembali mengulas sosok Karina dalam tulisan berjudul "Cobaan Karina."

Dahlan menilai mestinya ''aaPRP'' - nya Dr.dr. Karina bisa jadi protokol nasional untuk penanganan Covid-19 di Indonesia.

"Mestinya saya tidak boleh pesimistis begitu. Kan bukan watak saya. Tapi Karina pasti akan dipersoalkan oleh komite etik Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Karina itu dokter ahli bedah plastik. 'Tahu apa Karina soal penyakit dalam, termasuk Covid'. Kata-kata seperti itu sudah mulai mendera Karina belakangan ini. Bertubi-tubi. Pun sampai ke hujatan. Sejak Karina menerapkan terapi aaPRP untuk pasien Covid," katanya.

Dahlan mengatakan, dr Karina sudah melaksanakan uji coba tahap pertama yakni 10 orang. Tahun lalu. Dilanjutkan uji coba tahap dua yakni 20 orang dengan kontrol 10 orang.

"Maksudnya: ada 30 pasien; yang 20 diberi aaPRP, yang 10 tanpa aaPRP. Semuanya sudah berhasil dilakukan. Semua pasien uji coba adalah mereka yang sudah kelas berat. Yang sudah pakai alat bantu pernapasan. Hasil baik itulah yang dia tulis untuk delapan jurnal internasional -yang tiga sudah dipublikasikan. Termasuk kemampuannya dalam menurunkan D-Dimer.

"Hasil baik itu bisa diikuti di jurnal internasional -lihat saja di link yang ditemukan di komentar pembaca Disway kemarin. Jumlah pasien uji coba yang sedikit itu, kata Karina, sesuai dengan izin etik dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

NEXT: Simak lengkap tulisan Dahlan berjudul "Perjuangan Karina"

Secara lengkap, ini isi tulisan Dahlan berjudul "Perjuangan Karina"

AKANKAH temuan Dr dr Karina itu bisa masuk protokol nasional penanganan Covid-19?

Akankah prestasi dokter kita sendiri kali ini akan mendapat tempat yang terhormat −di tengah-tengah protokol impor?

Harusnya bisa −menurut logika saya yang bukan dokter. Terapi "aaPRP" Covid-19 itu harusnya lebih aman dari, misalnya, plasma konvalesen. Karina juga tidak menamakan temuannyi itu sebagai vaksin.

Dr Karina memilih menyebut temuannya sebagai terapi: terapi "aaPRP". Semua dokter tahu istilah itu. Tapi saya bukan dokter. Saya harus minta penjelasan ke Karina apa itu ''aaPRP''. Yang saya sudah tahu sebatas dari buku pelajaran di sekolah dulu: salah satu fungsi darah adalah untuk menutup luka.

Lalu pengetahuan saya naik sedikit ketika terkena kanker hati −dan harus transplant 16 tahun yang lalu. Waktu itu saya selalu menjalani tes kadar platelet. Belakangan baru saya tahu platelet itu trombosit. Darah saya sulit sekali membeku, waktu itu, karena pletelet dalam darah saya yang sangat kurang

Baru dari Karina saya lebih tahu: di dalam trombosit itu ternyata terdapat 1.000 lebih zat. Yang fungsinya begitu banyak. Semula, saya pikir, kalau kita lagi tidak mengalami luka, trombosit itu pekerjaannya hanya jalan-jalan bersama darah sepanjang hari.

Ternyata Karina bisa mengungkap di dalam trombosit itu tersedia begitu banyak obat untuk menyembuhkan diri sendiri. Termasuk ketika terkena Covid. Sampai-sampai Karina menyebut trombosit itu ibarat apotek besar.

"Karina siapa?" tanya saya pada Karina agar saya bisa menulis namanyi secara lengkap.

"Karina saja," jawabnyi.

"Satu kata?"

"Sedih ya nama kok hanya satu kata," jawabnya.

Hanya orang Jawa yang biasa punya nama satu kata. Juga orang Dayak −ingat kan dr Lois. Karina memang orang Jawa −yang lahir di Jakarta.

Dia orang Jawa yang pinter.

"Di jurnal-jurnal internasional saya pakai nama dua kata: Karina Karina," ujarnya.

Saya duga di paspor pun ditulis begitu. Karina sudah menulis delapan jurnal internasional. Tentang aaPRP itu. Tiga di antaranya sudah dimuat. Bagi saya, yang membuat Karina-satu-kata ini berbeda adalah rambut keritingnya itu. Atau kalau namanyi lagi ditulis lengkap bersama gelarnyi: Dr dr Karina SpBP-RE SpBP saya tahu: spesialis bedah plastik. Untuk RE saya hanya bisa menduga: rehabilitas

Karina memang punya kegiatan sosial unggulan. Yang bisa meningkatkan harkat harga diri seorang manusia: dia terus melakukan operasi bibir sumbing.

Sudah lebih 3.000 wajah orang sumbing dia sempurnakan. Lupakan dulu Karina yang juga ahli stem cell dan ahli PRP −dua keahlian yang belum ''ditemukan'' nama gelar spesialisasinya.

Kita fokus ke Karina yang kini lagi mengurus ''SIM'' baru: aaPRP untuk penderita Covid. ''aa'' adalah ''autologous activated''. ''PRP'' anda sudah tahu: platelet rich plasma. Yakni plasma trombosit milik Anda sendiri yang diaktifkan. Plasma Anda sendiri itulah yang diinfuskan kembali ke tubuh Anda. Yakni kalau Anda lagi diserang Covid-19. ''aaPRP'' akan mengatasi Covid karena isi trombosit itu mengandung protein anti radang, anti bakteri, dan protein penumbuh sel baru.

Itulah yang oleh Karina disebutkan bahwa "trombosit itu seperti apotek besar". Ia menyediakan obat apa saja untuk tubuh kita. Secara garis besar 1000 lebih zat yang ada di dalam trombosit itu dikelompokkan menjadi tiga fungsi utama: penumbuh (growth factor), anti sitokin/radang, dan anti bakteri/mikroba. Ternyata trombosit itu hebat sekali. Ia tidak hanya tawaf ke seluruh tubuh sepanjang hari.

Tiga-tiganya itulah yang dimanfaatkan Karina untuk terapi Covid-19. Untuk itu dia harus punya teknologi untuk mengeluarkan isi trombosit. Untuk ditampung di tabung. Lalu diinfuskan ke pasien.

Maka Si pasien pertama-tama harus diambil darahnya: 25 cc. Kira-kira 2,5 sendok makan. Mirip dengan cara mengambil darah di lab pada umumnya. Hanya saja tabung tempat darahnya harus khusus. Hanya Karina yang punya −beli dari importir secara khusus. Darah Anda itu lantas dibawa ke lab milik Karina −HayandraLab.

Di Jakarta. Di situ diambil unsur trombositnya saja. Trombosit tersebut masih diproses lagi di lab Hayandra: ''dikupas'' kulitnya. Diambil isinya. Lalu, aaPRP itu dibawa ke tempat pasien dirawat.

Untuk dimasukkan ke tubuh pasien lewat cairan infus. Untuk sembuh dari Covid perlu berapa kali infus aaPRP? "Tergantung kondisi pasien," ujar Karina.

Tapi lantaran aaPRP itu berasal dari tubuh sendiri (autologous) berapa kali pun tidak membahayakan. Pasien yang menderita Covid ringan cukup sekali saja. Kian berat kian ditambah.

Yang kasus Covid-nya berat sekali perlu aaPRP sampai lima kali. Karina tidak menemukan teori itu begitu saja. Dia sangat serius melakukan penelitian. Bahkan dengan sepenuh hati. Mengapa hatinyi dihabiskan di lab?

Itu karena Karina harus cari jalan keluar untuk suaminyi sendiri. Sang suami sakit tertentu. Juga untuk mengatasi penyakit orang lain yang juga sangat dia cintai: ibunyi sendiri.

Dua-duanya, suami dan ibu, adalah dokter. Dua-duanya belahan jiwa. Dua-duanya harus selamat. Karina menemukan teori itu. Yang ternyata juga cocok untuk Covid-19. (Dahlan Iskan)

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular