
Ada Bahaya Lain Pasca Covid, China Sudah Bersiap

Jakarta, CNBC Indonesia - Ancaman perubahan iklim atau climate change kian nyata. Menkeu Sri Mulyani sempat mewanti-wanti ini, bahkan Presiden AS Joe Bidenjuga sudah mengingatkan soal potensi Jakarta tenggelam dalam 10 tahun lagi akibat kenaikan permukaan air laut.
Artinya dampak perubahan iklim sama mengerikannya dengan pandemi Covid-19. Hal ini sudah menjadi perhatian serius para ilmuwan bahkan perserikatan bangsa-bangsa (PBB) soal risiko dampak negatif perubahan iklim ke depan.
China yang selama ini dianggap jadi biang kerok kemunculan pandemi Covid-19, justru juga makin waspada soal perubahan Iklim. China akan merilis rencana terbaru untuk mengurangi emisi karbon.
Langkah ini sebagai upaya konkret dari Negeri Tirai Bambu menekan masalah perubahan iklim. Dilansir dari AFP, utusan China mengatakan akan merilisnya dalam waktu dekat, menjelang acara global United Nations (UN) Climate Change Conference (COP26) di Glasgow, Skotlandia pada November 2021 mendatang.
"Dalam waktu dekat makalah kebijakan yang relevan akan ada di luar sana, akan ada rencana implementasi terperinci," kata Xie Zhenhua dalam webinar online yang diselenggarakan oleh Universitas Sains dan Teknologi Hong Kong, dikutip Sabtu (7/8/2021).
"Kemudian kita akan berbicara tentang dukungan itu untuk Konferensi Perubahan Iklim PBB di Glasgow," tambahnya.
Pertemuan COP26 sendiri merupakan langkah penting untuk membuat negara-negara di dunia menyetujui jenis pengurangan emisi karbon guna mencegah bencana perubahan iklim.
Di bawah Perjanjian Paris, negara-negara dimaksudkan untuk menyerahkan target iklim 2030 yang diperbarui sebelum COP26. Tetapi hampir setengahnya belum melakukannya, termasuk penghasil emisi global utama seperti China dan India.
PBB mendorong koalisi global yang berkomitmen untuk nol emisi karbon bersih pada tahun 2050 yang akan mencakup semua negara. China telah mengatakan akan bertujuan untuk netralitas karbon pada tahun 2060.
Perjanjian Paris 2015 mengadopsi janji kolektif untuk membatasi kenaikan suhu permukaan planet pada "jauh di bawah" dua derajat celcius dan batas aspirasi pada 1,5 derajat.
Sebelumnya China enggan berkomitmen Perjanjian Paris. Negeri Tirai Bambu berpendapat negara-negara industri, terutama di Barat, bisa menjadi kaya sebelum kontrol pengurangan karbon disahkan.
(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Muncul yang Lebih Ngeri dari Covid, Tokoh Agama Turun Tangan
