Kok Manufaktur RI Cuma Tumbuh 6,91% di Kuartal II-2021?
Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita memberikan penjelasan perihal pertumbuhan sektor manufaktur sebesar 6,91% di kuartal II-2021. Pertumbuhan itu lebih rendah dibandingkan realisasi pertumbuhan ekonomi 7,07%.
"Kenapa hanya naik 6,91% saya kira kita tidak bisa hanya melihat kenaikan 6,91% dari sektor indus manufaktur karena juga kita bisa melihat bahwa pertumbuhan indus manufaktur ini juga mendorong sektor-sektor yang lain," ujar Agus dalam keterangan pers virtual, Kamis (5/8/2021).
Ia pun bilang kalau di dalam laporan Badan Pusat Statistik (BPS) sudah jelas dinyatakan kontribusi manufaktur terhadap PDB hampir mendekati 20%.
"Nah inilah yang terus menerus akan dijaga oleh kami pemerintah agar industri manufaktur itu bisa terus tumbuh, paling tidak kalau ada tekanan-tekanan berkaitan dengan hadirnya varian delta ini tekanannya tidak terlalu berat," kata Agus.
Politikus Partai Golkar itu mengungkapkan, dalam mendukung industri manufaktur ke depan, pemerintah akan fokus pada kebijakan fiskal dan non-fiskal. PPnBM DTP sektor otomotif dan PPn DTP sektor properti merupakan contoh kebijakan pemerintah untuk mendorong industri manufaktur.
"Karena dari kedua sektor itu industri pendukung di belakangnya banyak sekali. Dan salah satu contoh pemerintah mendukung manufaktur dengan adanya perpanjangan PPnBM DTP otomotif dan PPn DTP properti," ujar Agus.
"Ini paretonya cukup lumayan dari dua industri tersebut. Bisa disampaikan bahwa satu satu dari banyak alasan kenapa PMI kita turun ke 40,1 ini adalah sektor otomotif yang tidak bisa mendapatkan bahan baku. Jadi ada dampaknya ke sektor otomotif, dan sektor otmotif ini kan dia tidak menaruh stok terlalu banyak, dia membeli stok terhadap apa yang akan diproduksi," lanjutnya.
Aturan terkait Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) juga menjadi instrumen mendukung manufaktur dalam negeri. Agus bilang ada 9.000 produk baru yang akan disertifikasi dan akan ditanggung biaya sertifikasinya oleh pemerintah.
"Dengan demikian industri dalam negeri bisa terserap melalui e-katalog karena wajib kalau sudah ada 40% TKDN dibeli kementerian/lembaga dan BUMN," kata Agus. Instrumen lain adalah Standar Nasional Indonesia (SNI). Menurut dia, SNI ini bagian dari upaya menyukseskan program substitusi impor 35% di 2022.
"SNI ini betul-betul kita kelola agar bisa mendukung produk-produk yang dihasilkan industri dalam negeri," ujar Agus.
(miq/miq)