Gawat, Industri China Melambat di Juli, Tanda Apa?

Tommy Sorongan, CNBC Indonesia
01 August 2021 08:40
Ilustrasi bendera China. AP/
Foto: Ilustrasi bendera China. AP/

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah China baru saja merilis Indeks Manajer Pembelian (PMI) di bulan Juli 2021. Hasilnya, PMI China pada Juli ini mengalami pertumbuhan terlambat sejak Februari 2020.

Mengutip Reuters, Minggu (01/08/2021), data dari Biro Statistik Nasional China (NBS) menunjukkan PMI manufaktur resmi turun ke 50,4 pada Juli dari 50,9 pada Juni. Ini merupakan angka terendah sejak indeks merosot ke 35,7 pada Februari 2020, setelah China memulai penguncian untuk mengendalikan pandemi virus corona.

Secara rinci, disebutkan juga bahwa PMI dalam sub-indeks untuk produksi turun menjadi 51,0 dari 51,9. Sub-indeks pesanan baru turun menjadi 50,9, dari 51,5 pada Juli lalu. Sub-indeks untuk pesanan ekspor baru juga sedang dalam tren penurunan dalam tiga bulan terakhir, dengan terbaru di level 47,7 pada bulan Juli.

Lalu, untuk sub-indeks untuk biaya bahan baku berada di 62,9 di bulan Juli dibandingkan dengan 61,2 di bulan Juni, dimana menunjukkan peningkatan biaya. Di sektor konstruksi, PMI turun di angka 57,5, dari 60,1 pada bulan Juni lalu. Untuk non-manufaktur, PMI resmi turun ke 53,3 pada Juli dari sebelumnya 53,5 pada Juni.

Analis memperkirakan bahwa hal ini merupakan sinyal negatif bagi perekonomian China. Hal ini diartikan sebagai adanya hambatan-hambatan baru yang dihadapi produsen-produsen di Negeri Tirai Bambu.

"Sinyal yang paling mengkhawatirkan adalah indeks pesanan ekspor baru, yang berada di level terendah sejak Juli tahun lalu," kata Zhiwei Zhang, Kepala Ekonom Pinpoint Asset Management, dikutip dari Reuters, Minggu (01/08/2021).

Ada beberapa hal yang mendasari perlambatan ini, antara lain produsen saat ini bergulat dengan tantangan baru, termasuk harga bahan baku yang lebih tinggi, melonjaknya biaya logistik, kemacetan rantai pasokan global, dan laju pertumbuhan produk domestik bruto diperkirakan akan moderat.

Selain itu, China juga berlomba untuk menahan wabah Covid-19 baru dari varian delta yang lebih menular di kota timur Nanjing. Analis menyebutkan bahwa pendekatan ketat dalam mengekang virus ini dapat menghadirkan risiko penurunan yang signifikan terhadap pemulihan ekonomi saat ini.

Tak hanya itu, rekor banjir di China tengah juga membebani aktivitas bisnis pada bulan Juli bersamaan dengan langkah pemerintah untuk mengekang produksi baja sejalan dengan upaya untuk mengurangi emisi.

Sementara itu, hal ini sendiri sudah dideteksi oleh radar pemerintah. Melalui bank sentral PBOC, Beijing mengejutkan pasar dengan menurunkan rasio persyaratan cadangan (RRR) untuk bank, melepaskan sekitar 1 triliun yuan atau setara Rp 2.200 triliun dalam likuiditas jangka panjang.

Sebelumnya pada kuartal II-2021 (Q2 2021) diketahui bahwa ekonomi China hanya tumbuh 7,9%. Hal ini diakibatkan melonjaknya biaya bahan baku dan menurunnya output beberapa industri besar seperti elektronik hingga kendaraan karena krisis chip global.


(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Aktivitas Produksi Industri China Jauh di Bawah Ekspetasi

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular