Sederet Lapangan Migas RI Penghasil Karbon Terbesar

Anisatul Umah, CNBC Indonesia
Rabu, 28/07/2021 17:55 WIB
Foto: ist

Jakarta, CNBC Indonesia - Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mencatat beberapa lapangan minyak dan gas (migas) di Indonesia menghasilkan karbon dioksida (CO2) yang tinggi.

Wakil Kepala SKK Migas Fatar Yani Abdurrahman menyebutkan beberapa lapangan yang menghasilkan karbon tertinggi di antaranya adalah:
- Lapangan Kuala Langsa yang dioperasikan Medco E&P menghasilkan emisi CO2 sebesar 81%,
- Blok East Natuna dioperasikan oleh PT Pertamina EP menghasilkan emisi CO2 sebesar 80%,
- Lapangan South Jambi dioperasikan oleh ConocoPhillips South Jambi Ltd menghasilkan CO2 sebesar 60%,
- Lapangan Arung-Nowera oleh Medco E&P menghasilkan CO2 60%,
- Lapangan Singa oleh Medco E&P menghasilkan emisi CO2 38%,
- Lapangan Jambaran Tiung Biru (JTB) yang dioperasikan oleh Pertamina EP menghasilkan CO2 sebesar 35%,
- Lapangan Tangguh oleh BP Berau Ltd mencapai 12%,
- dan lainnya dengan persentase yang berbeda-beda.

"Jadi ini adalah contoh dari produksi besar yang datang dari JTB, Berau, dan juga Repsol dan lain-lain. Komposisi CO2 di situ harus bisa di-capture di masa yang akan datang," paparnya dalam acara "2nd Pre-Event of the IPA Convex 2021", Rabu (28/07/2021).


Lebih lanjut Fatar mengatakan, ini menjadi tantangan yang harus dihadapi di mana kita punya 60% lapangan tua dan berbiaya tinggi. Jika ini menekan CO2 di lapangan tersebut, maka proyek ini menjadi tidak ekonomis dan menjadi tantangan di masa yang akan datang.

"Kalau ingin membetulkan ini, maka akan ada tantangan di masa yang akan datang. Sesuatu yang akan diambil di antaranya kita bisa melihat Kementerian Keuangan dan KLHK duduk bersama dan membuat kebijakan untuk carbon pricing," lanjutnya.

Sementara itu, Saleh Abdurrahman, Staf Ahli Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengatakan jika pihaknya terbuka dalam mendiskusikan masalah insentif yang dibutuhkan oleh perusahaan minyak. Menurutnya jika carbon pricing diterapkan, maka ini akan berdampak pada keekonomian proyek lapangan migas.

"Kalau kita menggunakan harga karbon, maka akan ada dampak besar pada keekonomian, sehingga hal-hal seperti ini yang perlu kita butuhkan kalau misalnya ada satu proyek akan ada CCUS (Carbon Capture, Utilization and Storage)," ungkapnya.


(wia)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Bahlil Ingatkan Indonesia Jangan Kena Kutukan Sumber Daya Alam