Tsunami Kebangkrutan: Fakta-Fakta Pengusaha Obral Harta-Benda

Ferry Sandi, CNBC Indonesia
13 July 2021 07:10
Ilustrasi ruko dijual (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Ilustrasi ruko dijual (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Masa pandemi yang sudah 1,5 tahun membuat pengusaha makin terpuruk, sampai jual harta-bendanya untuk bertahan. Mereka menjual aset-aset yang masih tersisa untuk kewajiban pada bank hingga karyawan.

Rumah menjadi salah satu jenis properti yang banyak dijual pada masa pandemi Covid-19. Namun, banyak dari pemilik aset yang memasukkan jenis properti lain ke pasaran untuk dijual oleh para orang kaya yang kena dampak pandemi.

"Selain hunian atau rumah tapak, jenis properti yang banyak dijual di saat pandemi seperti saat ini adalah apartemen, gudang, hingga eks pabrik," kata Ketua DPC AREBI Jakarta Timur Lia Kristianti kepada CNBC Indonesia.

Namun, selain aset-aset itu, ada juga properti yang dijual seperti tanah hingga lahan kavling. Biasanya para penjual sedang butuh uang, untuk menutup kebutuhan kewajiban pada bank hingga pekerja.

"Selain rumah tapak, yang banyak dijual di saat pandemi seperti saat ini adalah tanah, kavling dan kios," kata Ketua AREBI Jakarta Barat Tommy Tanuwidjaja.

Halaman Selanjutnya >> Obral Aset Kendaraan Sampai Dikiloin

Saat pandemi banyak pengusaha yang harus menjual aset untuk bertahan di masa pandemi, salah satunya di sektor otobus. Sudah banyak pengusaha bus yang menjual aset untuk bertahan supaya bisa beroperasi.

Kondisi ini dibenarkan oleh Ketua Ikatan Pengusaha Otobus Muda Indonesia, Kurnia Lesani, banyak pengusaha bus, yang menjual aset untuk bertahan terutama operator bus pariwisata.

"Benar, terutama operator bus yang tidak dalam trayek atau bus pariwisata," katanya, kepada CNBC Indonesia.

Pemilik dari PO Sumber Alam, Anthony Steven Hambali, juga membenarkan banyak pengusaha bus yang menjual aset untuk bertahan di masa pandemi. Terlihat dari banyaknya penawaran aset bus di media sosial hingga toko belanja online. Bahkan perusahaannya juga sudah melakukan hal serupa dari tahun 2020 lalu.

"Itu ada 50 unit yang sudah kita jual. Dan itu kita jual dengan harga rongsok atau tidak ada nilai fungsi, besi kiloan itu," jelasnya.

Anthony menjelaskan permasalahan sampai saat ini adalah sudah banyak perusahaan otobus yang tidak bisa membayar kewajiban kepada leasing, bahkan kepada karoseri. Pemberian restrukturisasi keuangan perusahaan bus tahun lalu hanya menghilangkan bunga yang dibayarkan. Sementara pembayaran cicilan pokok terus berlanjut. Masalahnya pengusaha sudah banyak yang tidak mampu membayar itu.

"Saya juga masih ada kendaraan yang nyangkut di karoseri tidak bisa diambil kendala dana. Situasinya sekarang kita sudah harus jual aset untuk pertahankan cash flow," jelasnya.

Adanya pandemi ditambah pengetatan mobilisasi masyarakat PPKM Darurat membuat okupansi bus hanya berkisar 20% tiap keberangkatan bus. Selain perusahaan bus memberangkatkan penumpang dalam kondisi rugi, karena biaya operasi tidak terbayar dari jumlah penumpang.

"Kita jual aset ya karena supaya bisa subsidi angkutan yang jalan. Banyak yang jalan tapi kondisi rugi. Kita harus punya cash untuk tutup itu. Sementara kalau kita tidak berangkat penumpang akan pindah ke kompetitor," katanya, sambil menjelaskan saat ini hanya mengoperasikan bus 15 unit dari 100 unit total armada.


(hoi/hoi)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Data Baru Sebut China Sudah Kaji Covid Sebelum Pandemi Meledak

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular