Properti DKI Pandemi

Lagi Musim Rumah Elite Diobral, di Kemang Harganya Dibanting

Ferry Sandi, CNBC Indonesia
06 July 2021 16:48
Awal Desember 2017, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mencatat capaian Program Satu Juta Rumah sebanyak 765.120 unit rumah, didominasi oleh pembangunan rumah bagi  masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) sebesar 70 persen, atau sebanyak 619.868 unit, sementara rumah non-MBR yang terbangun sebesar 30 persen, sebanyak 145.252 unit.
Program Satu Juta Rumah yang dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo, sekitar 20 persen merupakan rumah yang dibangun oleh Kementerian PUPR berupa rusunawa, rumah khusus, rumah swadaya maupun bantuan stimulan prasarana dan utilitas (PSU), 30 persen lainnya dibangun oleh pengembang perumahan subsidi yang mendapatkan fasilitas KPR FLPP, subsisdi selisih bunga dan bantuan uang muka. Selebihnya dipenuhi melalui pembangunan rumah non subsidi oleh pengembang.
Ketua Umum Asosiasi Pengembang Perumahan dan Pemukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Junaidi Abdillah mengungkapkan, rumah tapak masih digemari kelas menengah ke bawah.
Kontribusi serapan properti oleh masyarakat menengah ke bawah terhadap total penjualan properti mencapai 70%.
Serapan sebesar 200.000 unit ini, akan terus meningkat pada tahun 2018 menjadi 250.000 unit.
Foto: Muhammad Luthfi Rahman

Jakarta, CNBC Indonesia - Pandemi Covid-19 yang berkepanjangan memaksa sebagian orang-orang kaya melego aset rumahnya. Tidak sedikit yang menjual dengan harga miring demi laku, terutama rumah-rumah yang berada di kawasan elite seperti Menteng, Pondok Indah bahkan hingga Kemang, Jakarta Selatan.

"Kalau kelasnya daerah Menteng harganya (kisaran) Rp 90 miliar, semua puluhan miliar, dengan kondisi pandemi orang mau beli aset puluhan miliar nggak mudah, jadi menurunkan harga cukup besar untuk melirik investor atau buyer. Bisa saja turunkan sampai Rp 20 miliar lebih," kata Broker Hunian Idaman Jakarta, Usmar Usman kepada CNBC Indonesia, Selasa (6/7/21).

Harga perumahan elite seperti Menteng ambrol karena harga normalnya sangat tinggi alias sudah over price. Di sejumlah wilayah lain yang harganya di bawah itu juga mengalami penurunan harga, namun nilainya tidak sejatuh harga di kawasan elite karena harganya saat sebelum pandemi tak terlalu over value.

Usmar mencontohkan bahwa rumah di kawasan Kemang dan Prapanca Jakarta Selatan juga mengalami penurunan tajam, misalnya dari harga Rp 20-30 miliar, mengalami penurunan tajam.

"Kisaran rata-rata 10%-20%. Mungkin bisa turun Rp 5 miliar masih make sense," sebutnya.

Ia menegaskan bahwa penurunan harga tergantung pada pemilik yang menjual. Jika pemilik rumah tidak begitu membutuhkan uang cash, maka penjualan bakal lebih santai dan menunggu penawaran pas datang. Kondisi berbeda jika sedang butuh uang, maka harga bisa 'dibanting'.

"Makanya ini momen pas bagi investor yang memiliki cadangan dana dan ingin memiliki aset rumah, karena oke sekarang harganya jatuh, kita tunggu 2-3 tahun setelah pandemi reda harganya bakal kembali ke normal," jelas Usmar.

Penulusuran di situs Lamudi, ada 2.362 rumah di Kemang, dengan kata kunci "Dijual Rumah Di Kemang". Misalnya, ada rumah ditawarkan Rp 11,8 miliar, mereka menawarkan promosi "turun harga JUAL CEPET harga bawah pasar rumah di kemang deket kemang v".

Selain itu ada rumah dibanderol Rp 14 miliar, penjual mempromosikan harganya sangat miring "Rumah di bawah NJOP di Jalan Bungur luas 930 m Bangka Kemang Jakarta Selatan". Selebihnya masih banyak lainnya dengan penawaran sejenis.


(hoi/hoi)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Menteri Ara : Sektor Perumahan Tak Butuh Utang Luar Negeri

Next Article Orang Ramai-Ramai Jual Rumah Bekas Awal Tahun, Tanda Apa?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular