Terungkap! Alasan Corona RI Bisa Meledak 20 Ribu Kasus

Chandra G, CNBC Indonesia
25 June 2021 08:37
Rumah Sakit Darurat Covid-19 (RSDC) Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta. (CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto)
Foto: Rumah Sakit Darurat Covid-19 (RSDC) Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta. (CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Kasus Covid-19 di Indonesia menembus rekor tertingginya sejak awal diumumkan pada Maret 2020 lalu. Meledaknya kasus Corona hingga 20.574 kasus per hari pada Kamis (25/6/2021) dipicu mobilitas masyarakat yang tinggi.

Selain mobilitas tinggi yang dipicu pada Lebaran lalu, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung (P2PML) Kementerian Kesehatan dr Siti Nadia Tarmizi mengungkapkanĀ varian delta jadi salah satu faktor juga.

"Peningkatan kasus cukup signifikan naiknya, kenakan kasus pasca momen lebaran ini karena adanya peningkatan mobilitas sebelum pengetatan mudik dan protokol kesehatan yang longgar," katanya dalam konferensi pers, Kamis (24/6/2021).

"Dengan kondisi ini ada ditambah varian baru menambah laju penularan yang ada," lanjutnya.

Terutama, bagi mereka yang belum mendapatkan vaksin COVID-19, diimbau dr Nadia untuk segera mendapat vaksin Corona. Sambil tetap menghindari kerumunan dan melakukan tes Corona lebih awal jika mengeluhkan sederet gejala.

"Kami mengingatkan untuk masyarakat yang mendapat jadwal vaksinasi terutama lansia untuk segera mendapatkan vaksinasi," pungkasnya.

Halaman Selanjutnya >> Positivity Rate Jauh di Atas WHO

Koordinator Tim Pakar dan Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19 Prof Wiku Adisasmito menyebutkan agar semua pihak bijak dalam melihat data positivity rate kasus Covid-19 agar tidak salah menafsirkan keadaan. Imbauan ini muncul menyusul meningkatnya tren positivity rate kasus Covid-19 secara nasional dalam beberapa minggu terakhir.

Berdasarkan data per minggu ke-3 Juni 2021, positivity rate di Indonesia mencapai angka 14,64 persen, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan standar yang dipatok WHO yaitu 5 persen.

"Rentang waktu 14 hari adalah yang paling efektif dalam penentuan langkah intervensi kebijakan selanjutnya, karena rentang yang terlalu singkat atau terlalu lama seperti harian atau 2 bulanan dapat mengaburkan situasi yang sebenarnya terjadi di lapangan," jelas WikuJika berkaca pada data sejak awal pandemi, positivity rate di Indonesia pernah mencapai puncak paling tinggi, sebesar 28,25% di 2 minggu pertama Januari 2021. Karena itu, positivity rate sekarang yang sudah mendekati 15% ini harus diwaspadai dan semaksimal mungkin dikendalikan.

Satgas menjelaskan, karena positivity rate ditentukan dari jumlah orang yang diperiksa, maka ada beberapa kondisi yang mempengaruhi akurasinya. Salah satunya terbatasnya sumber daya dan akses pada fasilitas tes. Ini karena penggunaan fasilitas tes diprioritaskan untuk yang sudah memiliki gejala atau kontak erat.

Dengan begitu, bukan tidak mungkin hasil tes cenderung menunjukkan positif COVID-19, karena sudah dikerucutkan pada kelompok orang yang memang memiliki gejala atau kontak erat. "Di Indonesia, pada umumnya orang sehat tidak menjalani tes COVID-19, dan hal ini dapat mempengaruhi angka positivity rate menjadi tinggi", ujar Wiku.

Terkait hal tersebut, Kementerian Kesehatan mengeluarkan Keputusan Menteri Kesehatan No. HK.01.07/MENKES/446/2021 yang menetapkan penggunaan rapid test Antigen sebagai salah satu metode dalam pemeriksaan COVID-19. Melalui Kepmenkes ini diharapkan semakin banyak masyarakat yang mendapatkan akses uji COVID-19.

Kebijakan skrining ini akan terus dibarui sesuai kondisi yang ada dengan tetap mempertimbangkan kenyamanan masyarakat termasuk untuk mereka yang mobilitasnya tinggi.

"Tentu, ini mempertimbangkan antigen jauh lebih cepat dan murah, dengan akurasi mendekati tes PCR. Antigen digunakan untuk melacak kontak erat, penegakan diagnosis dan skrining COVID-19 dengan kondisi tertentu seperti menghadiri kegiatan atau sebagai syarat bila seseorang ingin melakukan perjalanan," ungkap Wiku.


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular