Pendukung presiden terpilih Iran Ebrahim Raisi merayakan kemenangan setelah ia memenangkan pemilihan presiden di Teheran, Iran, Sabtu (19/6/2021). Ebrahim Raisi terpilih menjadi presiden, menggantikan Hassan Rouhani yang sudah menjabat selama dua periode. (AP Photo/Ebrahim Noroozi)
Para pendukung turun ke jalan Tehran sambil meneriakan yel-yel kemenangan sambil membawa poster bergambar Ebrahim Raisi saat merayakannya. (AP Photo/Ebrahim Noroozi)
Selama masa kampanye, Raisi menjadikan wacana pemberantasan korupsi sebagai bagian penting dari programnya. Namun, para pengkritik mengatakan dia telah lama menjadi bagian tak terpisahkan dari lembaga-lembaga politik Iran yang korup dan represif. (AP Photo/Ebrahim Noroozi)
Raisi yang berusia 60 tahun akan mengambil alih peran Rouhani setelah dilantik bulan Agustus mendatang. Ia dikenal dekat dengan pemimpin tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, yang memiliki kekuatan politik tertinggi di Iran. Khameni lah yang mengangkatnya sebagai Ketua Kehakiman Iran. (AP Photo/Ebrahim Noroozi)
Bagi kelompok oposisi dan aktivis HAM yang mengasingkan diri, nama Raisi melekat dengan eksekusi massal kaum Marxis dan kaum kiri pada tahun 1988, saat ia menjadi wakil jaksa Pengadilan Revolusi di Teheran. (AP Photo/Ebrahim Noroozi)
Kemenangannya juga akan memberi lebih banyak kekuatan kepada kelompok garis keras Iran di tengah pembicaraan yang sedang berlangsung di Wina terkait kesepakatan nuklir 2015 yang dicapai oleh Iran dan kekuatan dunia. (AP Photo/Ebrahim Noroozi)
Sebelumnya, pada 2017, dia pernah mencalonkan diri dalam Pilpres Iran, namun kalah dari Hassan Rouhani. (AP Photo/Ebrahim Noroozi)
Raisi saat maju dalam Pilpres tahun ini adalah kepala kehakiman Iran yang dikenal dengan kebijakan eksekusi massal ribuan tahanan pada akhir 1980-an. Media Iran menganggap pria yang kerap memakai sorban hitam itu sebagai penerus Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei. (AP Photo/Ebrahim Noroozi)