Sri Mulyani: Atasi Perubahan Iklim RI Butuh Rp 3.461 Triliun

Cantika Adinda Putri, CNBC Indonesia
11 June 2021 14:50
INFOGRAFIS, Simak!, Sri Mulyani Ungkap 5 Ancaman Ekonomi Dunia
Foto: Infografis/ Sri Mulyani Ungkap 5 Ancaman Ekonomi Dunia/Edward Ricardo

Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia memiliki komitmen dalam menurunkan emisi karbon sebesar 29% hingga 2030 dengan kemampuan pendanaan mandiri atau melalui APBN. Untuk memenuhi komitmen tersebut dibutuhkan dana sebesar Rp 3.461 triliun.

Hal tersebut disampaikan langsung oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam webinar bertajuk 'Climate Challenge: Preparing for Indonesia's Green and Sustainable Future', Jumat (11/6/2021).

"Kebutuhan Indonesia untuk menurunkan emisi itu sangat tinggi. Dengan dukungan internasional, dibutuhkan dana dengan jumlah hingga US$ 247,2 miliar, kalau dirupiahkan Rp 3.461 triliun," ujarnya.

Artinya, negara perlu menyiapkan dana untuk menangani perubahan iklim paling tidak Rp 266,6 triliun per tahun hingga tahun 2030. Sementara, kata Sri Mulyani, realisasi belanja pemerintah untuk perubahan iklim hanya sebesar Rp 86,7 triliun per tahun atau hanya setara 4,1% dari APBN.

"Di dalam APBN kita alokasi yang sudah ditag atau ditandai untuk climate change sekarang sekitar 4,1% ini pasti tidak akan memadai. Jumlahnya hanya sekitar Rp 86,7 triliun per tahun dibandingkan dari kebutuhannya sebesar Rp 266 triliun," kata Sri Mulyani melanjutkan.

Oleh karena itu, dalam menangani isu perubahan iklim, kata Sri Mulyani harus gotong royong dengan berbagai pihak, baik global maupun domestik. Di domestik, dia berharap pemerintah daerah menyoroti isu perubahan iklim dan menganggarkan dana untuk menangani isu tersebut lewat APBD.

Pihaknya pun meminta sektor swasta, NGO, filantropi, dan masyarakat berkontribusi menangani isu tersebut. "Tak melulu soal uang, masyarakat bisa turun berkontribusi melalui waste management dan kebiasaan membuang sampah dengan baik," ujarnya.

Dalam kesempatan yang sama, Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu menuturkan kebutuhan pendanaan tersebut meningkat setelah ditetapkan peta jalan NDCs.

Angkanya bertambah mencapai setara Rp3.779 triliun hingga 2030. Itu berarti, dibutuhkan rata-rata pendanaan setiap tahun sebesar Rp 343,7 triliun.

"Dengan peta jalan NDC, kebutuhan pendanaan menjadi relatif lebih tinggi yakni Rp 3.997 triliun," ujarnya.

Instrumen Sri Mulyani Tangani Perubahan Iklim

Sri Mulyani menjelaskan, pihaknya telah mengatasi masalah perubahan iklim dengan berbagai instrumen pemerintah.

Salah satu upaya yang dilakukan adalah melalui penerbitan green bond atau green sukuk bond. Terbaru, kata dia, pemerintah berhasil menerbitkan sukuk hijau global senilai US$ 750 juta atau Rp 10,5 triliun (kurs Rp 14 ribu per US$) untuk tenor selama 30 tahun.

"Dalam soal ini, Indonesia terdepan dan banyak emerging dan developing country melihat pengalaman Indonesia. Green sukuk kita juga di-certified," tuturnya.

Underlying green sukuk tersebut diklaim Sri Mulyani telah konsisten dengan budget tagging yang dilakukan oleh pemerintah. Pemerintah berkomitmen bukan hanya instrumennya saja, namun proyek yang dibiayai juga bisa berkontribusi menurunkan emisi karbon.

Selain instrumen surat utang, upaya Kementerian Keuangan untuk membantu menangani masalah perubahan iklim adalah dengan instrumen perpajakan. Upaya ini dilakukan agar mendorong perusahaan agar menghasilkan produk ramah lingkungan.

"Apakah tax holiday, atau lewat PPnBM dimana kendaraan yang punya emisi tinggi dikenakan pajak yang lebih tinggi. Kami akan dukung pemda melalui DAK fisik, non fisik, DID untuk meningkatkan awareness climate change di daerah," ungkapnya.

Terbaru, pemerintah juga akan mengenakan pajak karbon atas emisi karbon yang berdampak negatif bagi lingkungan hidup. Rencananya tarif pajak yang ditetapkan, minimal Rp 75 per kilogram (Kg) karbon dioksida ekuivalen (CO2e) atau satuan yang setara. Hal tersebut sudah tertuang di dalam draf revisi RUU KUP yang beredar dan diterima CNBC Indonesia.

Nantinya penerimaan dari pajak karbon yang dipungut oleh pemerintah ini, dapat dialokasikan untuk mengendalikan perubahan iklim.

Ketentuan mengenai penetapan tarif pajak karbon dan perubahan tarif pajak karbon, serta penambahan objek pajak karbon akan diatur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah (PP).

Sementara ketentuan mengenai subjek pajak karbon, tata cara penghitungan, pemungutan pembayaran/penyetoran, pelaporan, dan mekanisme pengenaan pajak karbon. Serta alokasi penerimaan dari pajak karbon akan diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) setelah berkoordinasi dengan kementerian/lembaga terkait.


(mij/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Duh! Ancaman Ini Amat Berat, Sri Mulyani Butuh Rp 3.800 T

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular