Jakarta, CNBC Indonesia - Cerita pailitnya pengelola Centro Departement Store, PT Tozy Sentosa, dan tutupnya seluruh gerai Giant yang dikelola PT Hero Supermarket Tbk (HERO) menjadi sinyal tekanan berat dialami sektor ritel Tanah Air.
Pada Juli mendatang, HERO memang akan menutup seluruh gerai Giant dan mengubahnya menjadi IKEA dan Hero Supermarket. Ritel lainnya juga tertekan. PT Ramayana Lestari Sentosa Tbk (RALS) dan PT Matahari Department Store Tbk (LPPF) juga merugi.
Direktur HERO Hardianus Wahyu Trikusumo mengatakan keputusan menutup operasi Giant memang sebagai respons cepat serta tepat dari perusahaan yang diperlukan untuk beradaptasi terhadap perubahan dinamika pasar.
"Apalagi saat ini konsumen Indonesia dari format hypermarket dalam beberapa tahun terakhir, sebuah fenomena yang juga terjadi di pasar global," katanya, dalam keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Patrik Lindvall Presiden Direktur HERO, dalam penjelasan 30 April lalu juga menegaskan kinerja keuangan bisnis ritel groseri HERO terus terkena dampak secara signifikan oleh pandemi.
Pembatasan sosial yang ketat, larangan perjalanan domestik dan khususnya, penutupan atau pemberlakuan pembatasan-pembatasan yang ketat di pusat perbelanjaan/mal telah mengubah pola belanja pelanggan secara substansial dan mengurangi jumlah kunjungan pelanggan ke lokasi-lokasi ini.
Kondisi ini tentu berbeda dibandingkan dengan narasi yang muncul dari pemerintah sejak awal tahun. Presiden Joko Widodo (Jokowi) beserta jajaran menteri cukup konsisten mengatakan ekonomi Indonesia pulih.
Bahkan tak tanggung-tanggung, ekonomi Indonesia di kuartal II-2021 diproyeksi bisa mencapai 7-8%.
"Kalau kita menekan Covid-nya tanpa membuat guncangan di ekonomi, inilah keberhasilan dan target kita kurang lebih 7% harus tercapai. Kalau itu bisa tercapai, Insya Allah kita pada kuartal berikutnya akan lebih memudahkan," jelas Jokowi.
Pemulihan ekonomi Indonesia terdorong dari perbaikan sisi demand dan supply. Sinyal positif pemulihan ekonomi telah terlihat sejak Triwulan III/2020. Meski demikian ekonomi di 2020 masih terkontraksi -2,07%.
"Setelah sempat terkontraksi tajam pada Triwulan II tahun lalu, tren positif pemulihan ekonomi nasional sudah mulai terlihat sejak Triwulan III/2020. Tahun ini, tren positif pemulihan terus berlanjut," ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto.
Pertumbuhan ekonomi dari sisi demand, didorong oleh peningkatan konsumsi, tumbuhnya investasi, realisasi ekspor serta didukung oleh konsumsi pemerintah melalui belanja Kementerian/Lembaga dan Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang tumbuh positif.
Dari sisi supply, sektor utama yang mulai pulih antara lain industri pengolahan, perdagangan dan pertambangan. Sementara, sektor yang tetap tumbuh positif pada masa pandemi antara lain sektor pertanian, informasi dan komunikasi serta jasa kesehatan.
Airlangga sempat menebar janji stimulus untuk sektor ritel. Stimulus tersebut kata Airlangga berupa relaksasi perpajakan seperti pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penghasilan (PPh).
"Untuk sektor ritel masih dalam pembahasan terkait komponen pajak PPN dan PPh untuk sewa. Keduanya terkait dengan stimulan untuk penjualan ritel, masih dalam pembahasan," ungkap Airlangga.
Diharapkan dengan adanya stimulus untuk sektor ritel tersebut bisa lebih mendorong perekonomian di dalam ngeri. Mengingat saat ini sektor ritel merupakan salah satu sektor yang terdampak paling parah akibat pandemi Covid-19.
Adanya berbagai stimulus ditambah dengan adanya peningkatan aktivitas ekonomi, pemerintah memproyeksikan pertumbuhan ekonomi pada 2021 bisa tumbuh 4,5% hingga 5,3% secara tahunan (year on year/yoy).
Akan tetapi rencana yang muncul beberapa pekan lalu tersebut tidak pernah terwujud hingga sekarang.