Hampir Setahun, Rancangan PP Minerba Disebut Segera Tuntas

Anisatul Umah, CNBC Indonesia
20 May 2021 14:25
PT Bumi resources
Foto: Detikcom/Dikhy Sasra

Jakarta, CNBC Indonesia - Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba) sudah hampir setahun diteken Presiden Joko Widodo dan diundangkan, tepatnya sejak 10 Juni 2020 yang lalu.

Namun sampai hari ini aturan turunan berupa Peraturan Pemerintah (PP) belum juga terbit.

Menanggapi hal ini, Deputi Investasi dan Pertambangan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) Septian Hario Seto menyebut bahwa PP Minerba ini akan terbit dalam waktu dekat ini.

"Sudah mau selesai, PP Minerba," ungkapnya kepada CNBC Indonesia, Kamis (20/05/2021).

Lebih lanjut dia mengatakan, mestinya dalam hitungan beberapa minggu ke depan PP Minerba ini akan rampung. Dia mengatakan, pembahasan mengenai substansi PP ini sudah tidak banyak dan substansinya sudah baik.

"Harusnya sih beberapa minggu lagi, kemarin saya lihat isunya sudah nggak banyak. Mudah-mudahan sih, substansinya sudah oke semua," tuturnya.

Berdasarkan Pasal 174 UU Minerba ini, Peraturan Pelaksanaan UU Minerba harus ditetapkan dalam waktu satu tahun sejak undang-undang ini berlaku.

Sebelumnya, Direktur Jenderal Mineral dan Batu bara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Ridwan Djamaluddin menuturkan pihaknya mengusahakan agar peraturan pelaksana UU Minerba ini akan terbit secepat mungkin, bahkan tidak sampai setahun seperti yang ditargetkan dalam UU Minerba ini.

Dia mengungkapkan tiga Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) yang kini tengah disusun yaitu:

1. RPP tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu bara.
Adapun peraturan ini mengatur setidaknya 11 hal, antara lain tentang:
- Penggolongan komoditas tambang
- Rencana pengelolaan minerba nasional
- Perizinan pertambangan
- Perluasan dan penciutan Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP)/ Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK)
- Pemindahtanganan IUP dan pengalihan saham
- Divestasi saham
- Pengutamaan kepentingan dalam negeri
- Pengendalian produksi dan penjualan
- Peningkatan nilai tambah, termasuk kriteria terintegrasi
- Penyelesaian hak atas tanah
- Pengembangan dan pemberdayaan masyarakat.

2. RPP tentang Wilayah Pertambangan
Rancangan Peraturan Pemerintah ini setidaknya mengatur tujuh hal terkait wilayah pertambangan, antara lain:
- Wilayah hukum pertambangan
- Perencanaan wilayah pertambangan
- Penyelidikan dan penelitian
- Penugasan penyelidikan dan penelitian
- Penetapan wilayah pertambangan
- Perubahan status WPN (Wilayah Pencadangan Negara) menjadi WUPK
- Data dan informasi pertambangan.

3. RPP tentang Pembinaan dan Pengawasan serta Reklamasi dan Pasca-Tambang dalam Penyelenggaraan Pengelolaan Usaha Pertambangan
Ini setidaknya mengatur tentang tujuh hal, antara lain:
- Pelaksanaan pembinaan dan pengawasan usaha pertambangan
- Prinsip-prinsip reklamasi dan pascatambang
- Pelaksanaan dan pelaporan reklamasi dan pascatambang
- Dana jaminan reklamasi dan pascatambang
- Reklamasi dan pascatambang pada WIUP/ WIUPK yang memenuhi kriteria untuk diusahakan kembali.
- Reklamasi dan pascatambang bagi pemegang Izin Pertambangan Rakyat (IPR) dan Surat Izin Penambangan Batuan (SIPB)
- Penyerahan lahan pascatambang.

Bocoran RPP Minerba

Berdasarkan dokumen Rancangan Peraturan Pemerintah yang diperoleh CNBC Indonesia, pada Selasa (08/09/2020), terdapat 202 pasal dalam RPP ini. Rancangan PP ini pun mengatur mulai dari ditetapkannya jenis-jenis komoditas tambang mulai dari mineral radioaktif, seperti uranium, torium, dan lainnya, mineral logam, mineral bukan logam, mineral bukan logam jenis tertentu, komoditas batuan dan batu bara, lalu diatur juga tentang rencana pengelolaan mineral dan batu bara nasional yang ditetapkan menteri untuk jangka waktu lima tahun dan dapat ditinjau kembali satu kali dalam lima tahun tersebut.

Selain itu, perizinan berusaha juga diatur, mana yang menjadi kewenangan pemerintah pusat dan mana kewenangan pemerintah provinsi. Untuk segala izin operasional tambang, seperti Izin Usaha Pertambangan (IUP), Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), IUPK sebagai kelanjutan operasi kontrak/ perjanjian, Izin Pertambangan Rakyat (IPR), Izin Pengangkutan dan Penjualan menjadi kewenangan pemerintah pusat. Adapun yang bisa didelegasikan kepada pemerintah provinsi yaitu perizinan berusaha dalam bentuk pemberian sertifikat standar dan izin.

Dalam RPP ini pun disebutkan bahwa "pemegang IUP dilarang memindahtangankan IUP kepada pihak lain tanpa persetujuan dari Menteri". Persetujuan dapat diberikan selama memenuhi sejumlah persyaratan.

Pemegang IUP BUMN pun dapat mengalihkan kepemilikan sahamnya kepada badan usaha lain dengan syarat BUMN tersebut masih menguasai 51% atau lebih saham di IUP tersebut.

Dalam RPP ini juga diatur tentang tata cara pemberian izin usaha pertambangan, termasuk bagaimana mekanisme perpanjangan izin. Berapa lama jangka waktu eksplorasi dan produksi pun diatur. Untuk pemegang IUP, jangka waktu eksplorasi dan operasi produksi setiap jenis komoditas dibedakan.

Untuk mineral logam, jangka waktu eksplorasi diberikan selama 8 tahun, mineral bukan logam selama 3 tahun, mineral bukan logam jenis tertentu selama 7 tahun, pertambangan batuan selama 3 tahun, dan pertambangan batu bara selama 7 tahun.

Sedangkan untuk pemegang IUP Operasi Produksi, jangka waktu operasi produksi diberikan paling lama:
- 20 tahun untuk mineral logam,
- 10 tahun untuk mineral bukan logam,
- 20 tahun untuk mineral bukan logam jenis tertentu,
- 5 tahun untuk batuan, dan
- 20 tahun untuk batu bara.

Namun bagi mineral logam yang terintegrasi dengan fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) diberikan jangka waktu hingga 30 tahun. Begitu juga dengan batu bara yang terintegrasi dengan pengembangan dan atau pemanfaatan, diberikan jangka waktu hingga 30 tahun.

Namun, pemegang IUP dapat mengajukan permohonan perpanjangan dengan batas waktu tertentu terutama bagi yang tidak terintegrasi dengan proses hilirisasi, antara lain:
- Untuk komoditas mineral, dapat dua kali perpanjangan dengan masing-masing perpanjangan selama 10 tahun.
- Mineral bukan logam, dapat perpanjangan 2x 5 tahun.
- Mineral bukan logam jenis tertentu, dapat perpanjangan 2x 10 tahun.
- Batuan, dapat perpanjangan 2x 5 tahun.
- Batu bara, dapat perpanjangan 2x 10 tahun.

Namun, bagi yang terintegrasi dengan kegiatan hilirisasi, maka jangka waktu operasi produksi dapat diberikan perpanjangan selama 10 tahun setiap kali perpanjangan.

Begitu juga dengan pemegang IUP BUMN dapat diberikan perpanjangan 10 tahun setiap kali perpanjangan. Artinya, tidak ada batasan jangka waktu masa operasi dari pemegang IUP terintegrasi dan juga pemegang IUP BUMN.

Bagi pemegang IUP non terintegrasi dengan hilirisasi, yang telah memperoleh perpanjangan dua kali, maka ia harus mengembalikan Wilayah IUP (WIUP) kepada Menteri. Dan, dalam jangka waktu tiga tahun sebelum operasi produksi berakhir, pemegang IUP harus menyampaikan laporan mengenai keberadaan potensi dan cadangan mineral atau batu bara kepada Menteri.

Seperti halnya pemegang IUP yang dapat perpanjangan hingga dua kali masing-masing selama 10 tahun, pemegang IUP Khusus (IUPK) sebagai kelanjutan operasi kontrak/ perjanjian seperti dari Kontrak Karya atau Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) juga dapat diberikan perpanjangan dua kali masing-masing 10 tahun.

"IUPK sebagai kelanjutan operasi Kontrak/ Perjanjian diberikan dengan ketentuan:
a. sesuai sisa jangka waktu KK atau PKP2B dan perpanjangan selama 10 tahun.
b. dapat diberikan perpanjangan kedua selama 10 tahun." seperti dikutip dari dokumen RPP tersebut, tepatnya Pasal 107.

Menteri dapat memberikan IUPK sebagai kelanjutan operas kontrak/ perjanjian dengan mempertimbangkan:
a. Keberlanjutan operasi
b. Optimalisasi potensi cadangan mineral atau batu bara dalam rangka konservasi mineral atau batu bara dari WIUPK untuk tahap kegiatan operasi produksi.
c. Kepentingan nasional.

Namun pada Pasal 112 dokumen RPP ini disebutkan bahwa IUPK sebagai kelanjutan operasi kontrak/ perjanjian dapat diberikan perpanjangan sebanyak satu kali selama 10 tahun. Dan bagi yang terintegrasi dengan hilirisasi mineral atau batu bara dapat diberikan perpanjangan selama 10 tahun setiap kali perpanjangan. Artinya, tidak ada batasan jangka waktu operasi produksi.

Pada Pasal 116 dijelaskan apa yang dimaksud dengan kegiatan pengusahaan atau pemanfaatan batu bara. Pengembangan batu bara yakni berupa pembuatan kokas (coking coal), pencairan batu bara (coal liquefaction), dan gasifikasi batu bara (coal gasification). Sedangkan pemanfaatan batu bara yakni pembangunan sendiri Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) baru di mulut tambang untuk kepentingan umum.

Dalam rancangan PP ini juga diatur terkait divestasi saham, tenaga kerja, pengendalian produksi mineral dan batu bara, kewajiban nilai tambah, sanksi administratif, hingga ketentuan peralihan.

Dalam ketentuan peralihan disebutkan bahwa "pemegang PKP2B yang telah mengajukan permohonan perpanjangan PKP2B menjadi IUP Operasi Produksi perpanjangan kepada Menteri sebelum Peraturan Pemerintah ini diundangkan harus menyesuaikan permohonan perpanjangan menjadi IUPK sebagai kelanjutan operasi kontrak/ perjanjian berdasarkan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini, kecuali terkait rencana pengembangan dan atau pemanfaatan batu bara".

Namun, "Rencana pengembangan dan atau pemanfaatan batu bara harus disampaikan bersamaan dengan permohonan perpanjangan PKP2B menjadi IUPK sebagai kelanjutan operasi Kontrak/ Perjanjian."

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular