Covid Gawat! 4.000 Orang Meninggal Dalam Sehari di India

News - Tommy Sorongan, CNBC Indonesia
08 May 2021 14:01
Flames rise from cremation pyres of 13 COVID-19 patients who died in a fire that broke out in Vijay Vallabh COVID-19 hospital, at Virar, near Mumbai, India, Friday, April 23, 2021. Delhi has been cremating so many bodies of coronavirus victims that authorities are getting requests to start cutting down trees in city parks, as a second record surge has brought India's tattered healthcare system to its knees. (AP Photo/Rajanish Kakade) Foto: Proses kremasi pasien covid-19 yang meninggal di krematorium, New Delhi, India. (AP Photo/Rajanish Kakade)

Jakarta, CNBC Indonesia - India pada hari Sabtu (8/5/2021) melaporkan rekor kematian Covid-19 saat angka infeksi melonjak lebih dari 400 ribu dalam tiga hari berturut-turut.

Dikutip Reuters, Kementerian kesehatan India melaporkan 4.187 kematian selama 24 jam terakhir, menjadikan jumlah kematian keseluruhan mendekati 240 ribu. Kasus meningkat 401.078, meningkatkan total pandemi menjadi 21,9 juta.

Angka kematian itu merupakan yang tertinggi sejak Negeri Bollywood itu diselimuti Pandemi.

Meski begitu, sebagian analis bahkan masih memperdebatkan jumlah asli infeksi Covid-19 mengingat virus itu telah mencapai pelosok-pelosok negeri yang memiliki kesulitan akses ke alat testing dan tracing virus itu. Bahkan ada yang mengatakan bahwa jumlah sebenarnya dari kematian dan terinfeksi bisa lima hingga 10 kali lebih tinggi.

"Situasi menjadi berbahaya di desa-desa," kata Suresh Kumar, koordinator lapangan Manav Sansadhan Evam Mahila Vikas Sansthan, sebuah badan amal hak asasi manusia.

Kekhawatiran ini juga diiringi oleh masalah menipisnya jumlah oksigen masih terus menggema di seluruh penjuru negeri. Banyak orang meninggal di ambulans dan tempat parkir mobil menunggu tempat tidur atau oksigen.

Dua kereta "oksigen ekspres" mencapai ibu kota Delhi pada Rabu membawa oksigen cair yang sangat dibutuhkan, kata Menteri Kereta Api Piyush Goyal di Twitter. Lebih dari 25 kereta sejauh ini telah mengirimkan oksigen ke berbagai bagian India.

Pemerintah India mengatakan ada cukup pasokan oksigen tetapi distribusi terhalang oleh masalah transportasi. Kecukupan ini datang dari bantuan yang diberikan beberapa negara seperti Uni Emirat Arab (UEA), Jerman, Singapura, dan Prancis. Selain itu banyak perusahaan multinasional seperti Amazon dan Google yang juga turut andil dalam distribusi bantuan ini.

Sementara itu, tuntutan publik kepada Perdana Menteri (PM) Narendra Modi akan langkah-langkah penguncian total semakin berhembus kencang. Banyak ahli medis, pemimpin oposisi dan beberapa hakim Mahkamah Agung telah menyarankan penutupan yang tampaknya menjadi satu-satunya pilihan saat infeksi virus mengganas di seluruh negeri.

Randeep Guleria, seorang ahli kesehatan pemerintah, mengatakan penguncian yang lengkap dan agresif diperlukan di India seperti tahun lalu, terutama di daerah di mana lebih dari 10% dari mereka yang diuji telah terjangkit Covid-19.

Srinath Reddy, presiden Public Health Foundation of India, sebuah konsultan publik-swasta, mengakui bahwa negara bagian yang berbeda mengalami intensitas epidemi yang berbeda, tetapi mengatakan "strategi nasional yang terkoordinasi" masih sangat diperlukan.

"Seperti orkestra yang memainkan partitur yang sama tetapi dengan instrumen yang berbeda," ujarnya.

Tak hanya ahli kesehatan, miliuner India juga pernah mendesak agar Modi menerapkan lockdown sesegera mungkin. Salah satunya adalah Uday Kodak. Banker yang juga pemilik Kodak Mahindra Bank itu menyerukan peningkatan tindakan penguncian di India dan mendesak "langkah nasional terkuat, termasuk membatasi aktivitas ekonomi, untuk mengurangi penderitaan."

"Pada saat kritis ini ketika (jumlah) korban nyawa meningkat ... melindungi nyawa adalah prioritas utama dan langkah-langkah respons maksimal nasional pada tingkat tertinggi (harus) diminta untuk memutus jalur transmisi," kata Kodak.

Modi sendiri enggan memberlakukan kuncian nasional dengan alasan ia khawatir tentang dampak ekonomi. Tahun lalu pemerintahannya mengadakan lockdown ketat selama dua bulan yang membuat banyak warga kehilangan pekerjaan dan melarikan diri ke desa-desa.

Secara keseluruhan pemerintahan Modi dianggap gagal dalam menangani pandemi Covid-19 yang menyerang negara itu Bahkan beberapa pihak meminta agar PM 70 tahun itu untuk mundur. Permintaan ini dilandasi oleh sikapnya yang terlihat cuek dengan penyebaran Covid-19.

Bahkan pemerintahannya dianggap gagal dalam mengatasi mobilitas publik pada acara tradisi Kumbh Mela di sungai Gangga. Disaat pandemi yang masih meluas di negara itu, tradisi ini masih tetap saja terjadi dengan mengumpulkan kerumunan sebanyak 5 juta orang.


[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya

Covid Menggila, Hong Kong Setop Penerbangan Dari 3 Negara Ini


(mij/mij)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Terpopuler
    spinner loading
LAINNYA DI DETIKNETWORK
    spinner loading
Features
    spinner loading