ESDM: RUU EBT Jadi Terobosan Transisi Energi RI

Jakarta, CNBC Indonesia - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bersama pemerintah tengah merancang Undang-Undang Energi Baru Terbarukan (EBT). Bahkan, Rancangan UU EBT ini ditargetkan bisa tuntas tahun ini karena masuknya RUU EBT sebagai program legislasi nasional (Prolegnas) 2021 DPR. Dari sisi bauran energi baru terbarukan saat ini baru tercapai 11,2% dari target 23% pada 2025 mendatang, sehingga diperlukan akselerasi dan dukungan regulasi.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Dadan Kusdiana mengatakan, adanya RUU EBT tersebut bisa mempercepat dan meningkatkan pengembangan EBT di Tanah Air.
"RUU EBT ini sifatnya percepatan, karena harus melipatgandakan realisasinya dan magnitudenya besar. Misalnya untuk listrik, kalau kita mau naik dua kali lipat, berarti harus menaikkan sampai 12 ribu giga watt (EBT)," kata Dadan dalam acara dalam CNBC Indonesia Energy Conference: Membedah Urgensi RUU Energi Baru dan Terbarukan, Senin (26/04/2021).
Energi baru terbarukan menurutnya bukan hanya memiliki dampak positif terhadap lingkungan, melainkan juga mengikuti tren perekonomian, di mana negara-negara maju kini ramai-ramai menuju transisi energi, terutama dengan negara-negara tujuan ekspor yang mulai fokus pada sumber jejak karbon pada sebuah produk.
Dia mengungkapkan, pemanfaatan EBT bukan hanya di listrik, melainkan juga bisa dimanfaatkan untuk bahan bakar transportasi seperti biodiesel. Dia mengatakan, konsumsi biodiesel di dalam negeri telah meningkat tiga kali lipat dalam lima tahun terakhir. Penerapan biodisel pun jauh lebih cepat dibandingkan penerapan EBT pada sektor kelistrikan yang baru di kisaran 11%. Meski demikian, Dadan optimistis bauran energi terbarukan pada listrik bisa mencapai 23% pada 2025, terutama bila pembahasan RUU EBT ini tuntas, sehingga diharapkan bisa segera disepakati menjadi UU EBT.
"Dari sisi regulasi, krusial buat kami. Jadi, kalau ada UU EBT, ini bisa jadi terobosan yang baik dan tepat. Presiden sendiri menyampaikan transisi energi, saya kira tidak ada yang lain selain mensukseskan penerapan ini," kata Dadan.
Dalam kesempatan yang sama, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan Indonesia berkomitmen mengurangi 29% gas emisi rumah kaca dari business as usual dan 1% dari business as usual dari bantuan internasional pada 2030. Kesepakatan ini sudah diratifikasi dengan UU no 16/2016 tentang pengesahan Paris Agreement.
"Kontribusi sektor energi dibutuhkan untuk mengurangi emisi rumah kaca dan perkembangan pembangunan berkelanjutan, konservasi energi akan signifikan pada penurunan gas rumah kaca dan akses energi bersih," jelas Airlangga.
Lebih rinci dia menjelaskan pemanfaatan energi bersih dalam bauran energi primer minimal khususnya EBT ditargetkan 23%, sementara tenaga gas 22%, dan konservasi energi sebesar 11% di 2026.
"Indonesia memiliki sumber energi yang banyak (dalam bentuk) air, surya, bio energi, angin, arus laut, geothermal tapi pemanfaatannya belum optimal," jelasnya.
(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Titah Jokowi: EBT Tak Bebankan APBN!
