Lampu Kuning! Corona 'Menggila', Ketimpangan Menganga

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
09 April 2021 16:35
Kasus Covid-19 naik, Prancis kembali lockdown. (AP/Francois Mori)
Foto: Kasus Covid-19 naik, Prancis kembali lockdown. (AP/Francois Mori)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pandemi Covid-19 yang belum juga usai masih menjadi risiko terbesar bagi perekonomian global. Kendati kampanye vaksinasi massal terus berjalan, prospek pemulihan ekonomi masih penuh ketidakpastian dan cenderung patchy.

Angka kasus infeksi kumulatif Covid-19 secara global sudah tembus 133 juta orang. Jika total populasi manusia di muka bumi ada 7,8 miliar maka rasio infeksinya sudah mencapai 1,7%. Wabah yang diakibatkan oleh virus Corona jenis baru ini telah merenggut nyawa 2,9 juta jiwa.

Sejak minggu kedua bulan Maret kasus infeksi harian Covid-19 di dunia cenderung meningkat. Rata-rata kasus infeksi harian tercatat meningkat 25% dalam kurun waktu sebulan terakhir.

Paman Sam dan Negeri Bolliwood kini menjadi hotspot. Kasus infeksi di kedua negara tersebut mengalami kenaikan yang signifikan. Beberapa negara lain di Eropa juga mengalami kenaikan kasus infeksi.

Namun secara umum respon setiap negara berbeda-beda. Ada yang memilih untuk kembali mengetatkan lockdown. Namun ada juga yang menempuh jalur lain yaitu meningkatkan social distancing hingga ada juga yang melonggarkannya.

Prancis memasuki lockdown nasional ketiganya pada 3 April. Kebijakan yang diambil Prancis kali ini mencakup pemberlakuan jam malam harian dan penduduk dilarang melakukan perjalanan lebih dari enam mil dari rumah tanpa sertifikat pengecualian.

Inggris telah mengumumkan bahwa Bangladesh, Kenya, Pakistan, dan Filipina akan ditambahkan ke daftar larangan perjalanannya, karena meningkatnya kasus Covid-19. Berbeda dengan Prancis, Negeri Ratu Elizabeth telah mulai melonggarkan pembatasan.

Di Singapura, acara MICE besar hingga 750 orang akan diizinkan untuk dilanjutkan pada 24 April, dengan langkah-langkah mitigasi risiko di tempat dan persetujuan dari Dewan Pariwisata Singapura.

Hong Kong membuka kembali kolam renang dan pantai, dan meningkatkan batas kapasitas untuk bioskop dan tempat pertunjukan pada 1 April. Namun, jaga jarak sosial akan tetap berlaku hingga setidaknya pertengahan April dan pertemuan tetap dibatasi untuk empat orang.

Jerman telah memperpanjang pengunciannya hingga pertengahan April dan sekarang mengharuskan siapa pun yang memasuki negara itu dengan pesawat untuk menunjukkan bukti hasil tes Covid-19 negatif yang diambil dalam waktu 48 jam perjalanan.

Separuh dari Italia juga telah dikunci hingga 6 April. Portugal telah mulai mencabut pembatasan Covid-19, dan acara langsung di luar ruangan diperkirakan akan dilanjutkan dengan kapasitas terbatas.

Di Amerika Utara, Meksiko dan Kanada telah memperpanjang penutupan perbatasan darat mereka dengan Amerika Serikat hingga setidaknya 21 April. Di Asia, Korea Selatan memilih untuk memperpanjang kebijakan jaga jarak sosial selama tiga minggu lagi.

Dengan perkembangan vaksinasi yang masif tahun 2021 diharapkan prospek perekonomian bakal semakin cerah. Bahkan proyeksi IMF yang terbaru menyebutkan bahwa produk domestik bruto global berpeluang tumbuh 6% tahun ini setelah kontraksi 3,3% tahun lalu.

Persatuan Bangsa Bangsa (PBB) dalam outlooknya di bulan April menyebutkan bahwa peningkatan kasus Covid-19 bakal semakin meningkatkan ketimpangan. 

Ketimpangan juga dikaitkan dengan kondisi kesehatan penduduk yang lebih buruk di berbagai negara, yang membuat lahan subur untuk penyakit menular. Artinya jika masalah ini tidak mendapat perhatian serius maka jika wabah selanjutnya datang dampaknya akan semakin parah.

Ketimpangan juga berkorelasi dengan kemiskinan dan kurangnya akses ke barang dan jasa yang penting untuk mencegah penyakit menular, seperti sanitasi, perumahan dan perawatan kesehatan.

Selain itu, kurangnya akses ke barang dan jasa penting merupakan faktor di balik prevalensi penyakit dan penyakit bawaan pada kelompok yang lebih kurang beruntung, yang selanjutnya berkontribusi pada beban morbiditas yang tidak setara.

Misalnya, pendapatan rumah tangga yang lebih rendah dikaitkan dengan insiden diabetes dan penyakit jantung yang lebih tinggi. Bahkan di antara negara maju ada kesenjangan yang sangat besar dalam akses perawatan kesehatan.

Di Amerika Serikat, misalnya, sekitar 8% dari populasi (26 juta orang) tidak memiliki asuransi kesehatan pada tahun 2019, membuat mereka cenderung tidak mencari perawatan medis atau mengakses perawatan kesehatan preventif.

Selain itu, ketidaksetaraan mempengaruhi keberhasilan kebijakan jaga jarak sosial, karena rumah tangga yang lebih miskin tentunya sulit untuk menerapkan jaga jarak fisik akibat dari banyak pekerjaan mereka yang mengharuskan adanya kontak dengan orang lain.

Faktanya, biaya social distancing yang lebih besar jauh lebih tinggi bagi anggota keluarga miskin yang tidak dapat mengisolasi dan terus bekerja, mempertahankan pendapatan dan tingkat konsumsi mereka.

Ketidaksetaraan yang meningkat juga berkorelasi dengan tingkat kepercayaan dan kohesi sosial yang lebih rendah, yang dapat memicu keraguan atas informasi kesehatan resmi.

Pada akhirnya, kepercayaan yang lebih rendah pada lembaga publik dapat merusak kepatuhan terhadap langkah-langkah kesehatan dan penerapan social distancing. Ada beberapa contoh menonjol negara dengan tingkat ketimpangan yang relatif tinggi yang telah dilanda pandemi Covid-19.

Di negara maju, Amerika Serikat telah menderita dampak pandemi yang parah, dengan salah satu jumlah kematian tertinggi per 100.000 orang.

Di antara negara-negara berkembang, contoh yang terlihat adalah Brasil, Meksiko, dan Afrika Selatan yang termasuk dalam peringkat di antara negara-negara dengan ketimpangan pendapatan yang tinggi.

Pada 10 Maret 2021, empat negara dengan tingkat ketimpangan yang tinggi ini menyumbang 38% dari jumlah kematian global tetapi hanya 9% dari populasi global menurut PBB.

Namun, beberapa negara dengan ketimpangan pendapatan sedang atau tinggi mampu mengelola dan menahan dampak pandemi. Misalnya, beberapa negara dengan ketimpangan pendapatan tinggi di Afrika sebagian besar telah lolos dari virus.

Dalam beberapa hal, hal ini dapat dikaitkan dengan tingkat integrasi mereka yang relatif rendah dengan ekonomi dunia.

Selain itu, China dengan rasio Palma yang relatif moderat 1,7 memberlakukan langkah-langkah ketat sejak awal, termasuk penguncian, pengujian besar-besaran, dan pelacakan kontak, sehingga membatasi penyebaran virus.

Sebagai informasi rasio Palma adalah rasio bagi hasil 10% masyarakat teratas dengan 40% terbawah. Dalam masyarakat yang lebih setara, rasio ini akan mendekati satu atau lebih rendah, yang berarti bahwa 10% teratas tidak menerima bagian yang lebih besar dari pendapatan nasional daripada 40% terbawah.

Dalam masyarakat yang sangat tidak setara, rasionya mungkin sebesar 7 seperti yang banyak dijumpai di negara Afrika Selatan. 

Pada akhirnya tren peningkatan kasus infeksi harus benar-benar diwaspadai karena selain mengancam pertumbuhan ekonomi juga menyebabkan jurang si kaya dan si miskin bisa semakin melebar. 

TIM RISET CNBC INDONESIA


(twg/twg)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Duh! Baru Hidup Normal, Covid Mengancam Lagi

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular