Belajar Dari Korsel untuk Genjot Konsumsi RI di Pandemi

Yuni Astutik, CNBC Indonesia
01 April 2021 16:14
Airlangga Hartarto , Menko Perekonomian dalam acara covid-19 dan percepatan pemulihan ekonomi 2021: Harapan, Tantangan dan Strategi Kebijakan. (Tangkapan layar youtube UI)
Foto: Airlangga Hartarto , Menko Perekonomian dalam acara covid-19 dan percepatan pemulihan ekonomi 2021: Harapan, Tantangan dan Strategi Kebijakan. (Tangkapan layar youtube UI)

Jakarta, CNBC Indonesia - Korea Selatan (Korsel) menjadi salah satu negara di Asia yang paling terpukul akibat pandemi. Wajar saja, sebab sektor jasa-sebagai sektor yang paling tertekan oleh pembatasan aktivitas masyarakat-menyumbang 57,1% Produk Domestik Bruto (PDB) mereka per 2019.

Saat separuh kontributor Korsel terpukul, secara bersamaan aktivitas manufaktur yang menyumbang 25,3% dari PDB mereka juga anjlok karena supply chain dunia terganggu. Korsel, bersama China. Jepang, dan Taiwan merupakan motor utama manufaktur di kawasan.

Menghadapi tantangan pandemi, pemerintah Korsel pun mendongkrak belanja masyarakat dengan memberikan pembebasan pajak pembelian mobil selama 3 bulan, pada Maret-Juni. Besaran pajak pembelian dipangkas dari 5% (dari total nilai mobil) menjadi hanya 1,5%, atau maksimum sebesar 1 juta won (setara Rp 12,6 juta) per mobil.

Pajak lainnya seperti pajak pertambahan nilai (PPn) juga dipangkas, bersamaan dengan pemberlakukan kembali pengurangan pajak penjualan sebesar 30% yang berlaku pada Desember 2019. Jika ditotal, penghematan yang dinikmati pembeli mobil bisa mencapai Rp 18 juta.

Asosiasi Produsen Mobil Korea (Korea Automobile Manufacturers Association/KAMA) pada 4 Februari mengumumkan bahwa penjualan mobil global anjlok 14% pada 2020, menjadi penurunan yang ketiga tahun berturut-turut.

Negara emerging market termasuk India dan Brazil anjlok lebih dari 20% secara tahunan dan penjualan di Amerika Serikat (AS), Jepang dan Jerman anjlok sekitar 10%. Namun, hal sebaliknya terjadi di Korsel.

Pasar otomotif Negeri Ginseng tumbuh 6,2% menjadi 1.905.972 atau yang pertama kali dalam sepanjang sejarah menembus angka 1,9 juta. Ia menjadi satu-satunya pasar otomotif domestik yang penjualannya meningkat di kala pandemi, sehingga pangsa pasarnya merangsek ke 10 besar dunia yakni di posisi 9, naik dari posisi 12.

Menurut KAMA, rerata harga jual mobil naik dari 32,9 juta won menjadi 35,9 juta won tahun lalu, sementara jumlah mobil impor melampaui angka 300.000 untuk pertama kali dalam sejarah Negeri Ginseng. Pangsa pasar mobil impor juga naik dari 15,3% menjadi 15,9% dari sisi volume, dan naik lagi menjadi 28,1% dari sisi nilai penjualan.

Pada 2020, ada 225.000 mobil hijau (elektrik dan hibrid) yang terjual di Korsel, dan pangsa pasarnya mencapai 11,8% atau pertama kali dalam sepanjang sejarah berhasil menembus level psikologis 10%. Volume penjualan mobil hibrid melompat 66.5% menjadi 173.000 sedangkan mobil listrik hidrogen menembus 5,841 unit.

Berkaca pada Korsel, ada peluang bahwa insentif otomotif di Indonesia benar-benar membantu menggenjot perekonomian karena efeknya langsung dinikmati atau dirasakan oleh konsumen. Terlebih, di Indonesia ada insentif properti yang menyertai.

Kembali ke Indonesia, mulai awal tahun 2021, ada berbagai insetif pajak mulai dari insentif pelaku usaha, bantuan sosial, dan penanganan medis pandemi tetap dipertahankan. Namun fokus penyelamatan ekonomi agak berbeda. Jika tahun lalu pemerintah lebih fokus dengan restrukturisasi kredit-utamanya bagi sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), maka tahun ini prioritas bergeser pada stimulus untuk belanja masyarakat.

Di samping terus konsisten menjalankan program penanganan pandemi, tahun ini pemerintah memberikan stimulus untuk merangsang masyarakat berbelanja, ketimbang menabung (yang memicu kenaikan dana pihak ketiga/DPK perbankan hingga 19% pada 2020). Insetif pajak juga diberikan untuk properti mulai dari suku bunga rendah, PPn 0% hingga uang muka 0%.

Baru-baru ini, pemerintah membebaskan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) properti berbarengan dengan relaksasi Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) sebesar 0% untuk pembelian mobil baru dengan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) minimal 70%. Kebijakan terakhir ini diperluas, tak hanya untuk pembelian mobil bermesin 1.500 cc, melainkan juga 2.500 cc.

Menteri (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, pemberian insentif PPnBM mobil dan insentif atas PPN perumahan tersebut bisa berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi minimal sebesar 1%. "Secara langsung kita melihat bisa menambahkan pertumbuhan 0,9% sampai 1% dengan multiplier effect-nya," tutur Airlangga.


(dob/dob)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Airlangga Hartarto Disebut Mampu Jaga Ekonomi RI Tetap Kuat

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular