Rasanya Pedas dan Harganya Bikin Menjerit? Cabai Rawit!

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
30 March 2021 13:10
Sejumlah pedagang melakukan bongkar muat cabai rawit merah di Pasar Kramat Jati, Jakarta, Jumat (26/2/2021). Cabai rawit merah kini naik 100 ribu per kilogram yang sebelumnya hanya 60 ribu per kilogram, kenaikan diduga faktor dari cuaca ekstrem. Susanto (58) pedagang asal Jawa Tengah yang membuka lapak di Los H mengatakan
Foto: Penjualan Cabe Rawit di Pasar Kramat Jati, Jakarta. (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Cabai rawit memanglah pedas. Pedasnya cabai rawit kali ini rasanya tak senikmat dulu, pasalnya harga cabai rawit di pasaran juga ikutan pedas, bikin 'konsumen' menjerit.

Data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) Nasional mencatat harga cabai rawit merah di pasar tradisional Tanah Air sempat tembus Rp 140 ribu per kg minggu lalu. 

Meskipun berangsur menurun, harga cabai merah masih tetap saja pedas. Sejak awal bulan Maret harga cabai rawit merah di pasar tradisional Indonesia sudah baik 4%. Kenaikan tertinggi terpantau di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) karena secara month to date (mtd), harganya sudah melambung 54%. 

Per Senin (29/3/2021), harga cabai rawit merah di NTB dibanderol di Rp 128.750 per kg. Sebelumnya harga komoditas ini sempat tembus Rp 141.250 per kg. 

Setidaknya ada 9 provinsi yang mengalami kenaikan harga 'si rawit merah' lebih dari 10% bulan ini. Delapan di antaranya merupakan wilayah Indonesia bagian timur seperti di Sulawesi, Maluku dan Papua. 

Sementara itu harga cabai rawit merah yang mengalami penurunan rata-rata terjadi di Pulau Jawa. Sepanjang bulan berjalan, harga rawit merah di Jawa Timur dan Daerah Istimewa Yogyakarta masing-masing drop 12% dan 14%. 

Harga rawit merah di 13 provinsi dalam negeri tercatat mencapai Rp 100 ribu per kilogram, salah satunya di DKI Jakarta. Harga cabai rawit merah terendah tercatat di provinsi Sumatera Utara yang dipatok di bawah Rp 30 ribu per kilogramnya. 

Kenaikan harga cabai rawit merah hingga tembus di atas Rp 100 ribu per kilogram terjadi baik di pasar tradisional maupun modern. Fenomena ini pernah terjadi kurang lebih empat tahun silam. Tepatnya pada Maret 2016, harga si rawit merah juga tembus Rp 100 ribu. 

Ada beberapa penyebab utama dibalik melesatnya cabai rawit merah. Pertama adalah masalah cuaca ekstrem. Awal tahun biasanya diawali dengan hujan deras yang membuat banjir melanda berbagai wilayah di Tanah Air. 

Hujan deras dan banjir mengakibatkan tanaman cabai yang sangat sensitif dengan kadar air menjadi mudah busuk dan rentan terserang penyakit. Tentu saja gagal panen adalah konsekuensi utamanya.

Gagal panen membuat pasokan cabai di pasaran menipis. Inilah yang diungkapkan oleh Menteri Perdagangan (Mendag) Luthfi. 

Mendag Lutfi mengatakan gagal panen terjadi di Tuban, Kediri, Blitar yang mengalami kerusakan panen hingga 40%. Sementara di Wajo, Sulawesi Selatan mengalami gagal panen hingga 70%.

Kenaikan harga cabai juga bertepatan dengan momentum jelang bulan puasa ketika permintaan mengalami lonjakan. Naiknya harga cabai rawit merah juga memberikan sumbangsih bagi inflasi bulan Maret.

Berdasarkan Survei Pemantauan Harga (SPH) Bank Indonesia (BI) kenaikan harga rawit merah berpotensi menyebabkan inflasi sebesar 0,08% (month on month/mom) dan 1,36% (year on year/yoy). Salah satu penyumbang utama inflasi Maret 2021 sampai dengan minggu keempat yaitu komoditas cabai rawit sebesar 0,04% (mom).

TIM RISET CNBC INDNESIA


(twg/twg)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Siap-siap, Bund! Ada Gelagat Harga Cabai Meroket Lagi nih

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular