
Peternak Ayam Bogor Mau Gugat Pemerintah Gegara Harga Anjlok!

Jakarta, CNBC Indonesia - Para peternak ayam hidup/live bird mengalami kerugian selama dua tahun terakhir, nilainya ditaksir mencapai Rp 5,4 triliun. Kerugian ini tidak semata-mata akibat kesalahan bisnis, melainkan ada anggapan karena Pemerintah gagal dalam mengendalikan harga ayam hidup yang selalu anjlok dari harga acuan.
Alvino Antonio, seorang peternak ayam rakyat asal Bogor, melalui kuasa hukumnya mengirimkan Nota Keberatan kepada Kementerian Pertanian (Kementan) karena dianggap gagal menjalankan kebijakan, terlambat menjalankan kewajiban sesuai kewenangannya, keliru dalam menggunakan data, dan pelaksanaan kewenangan tanpa ada pengawasan.
"Persoalan utamanya adalah Pemerintah gagal mengendalikan supply and demand (tata niaga) unggas sehingga terjadi over supply dan mengakibatkan harga di pasar hancur. Karena itu, kami mengajukan keberatan dan berharap ada dialog dan komunikasi dengan pihak Kementan untuk menyelesaikan masalah ini," kata Kuasa Hukum Hermawanto saat menyerahkan somasi kepada Kementan RI, di lobby Gedung A, Kementerian Pertanian, Jakarta (15/3/2021).
Ia menilai dianggap membiarkan over supply ketersediaan ayam hidup, dari data Kementan nilainya sebesar 63.280.823 ekor ayam atau kelebihan 26,18% dari kebutuhan daging ayam nasional.
Akibatnya, ada anggapan Kementan gagal memenuhi kewajibannya secara hukum untuk melindungi peternak rakyat atau mandiri, sesuai dengan Undang-Undang (UU) No.19/2013 Tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani dan Peraturan Pemerintah (PP) No.6/2013 Tentang Pemberdayaan Peternak.
Harga pun kian hancur, Hermawanto menjelaskan, kerugian tersebut berdasarkan perhitungan estimasi dari fakta harga jual ternak yang kerap di bawah harga terendah acuan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 7 Tahun 2020, yakni Rp.19.000/kg.
Fakta tersebut didukung data Kementan yang menyebutkan produksi bibit anak ayam/Final Stock (FS) secara nasional 80.000.000 ekor/minggu. Dengan komposisi peternak rakyat yang hanya 20% dari produksi nasional. Diperkirakan rata-rata kerugian sekitar Rp2000/kg.
"Jatuhnya harga unggas live bird akibat over supply, ditambah pula tingginya harga sapronak (sarana produksi peternakan) sangat merusak usaha klien kami dan mengakibatkan timbulnya kerugian secara terus menerus dan berkepanjangan. Bahkan tercatat kerugian yang dialami peternak mandiri yang hanya memiliki 20% kontribusi produksi perunggasan nasional sekitar Rp 5,4 triliun rupiah sepanjang tahun 2019 dan 2020," jelas Hermawanto.
Baru-baru ini Kementan melalui Direktorat Jenderal (Ditjen) Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) Kementan berupaya menjaga supply and demand DOC FS ayam ras pedaging dengan menerbitkan Surat Edaran (SE) Ditjen PKH No.08068/PK.230/F/03/2021 tentang Pengaturan dan Pengendalian Produksi anak ayam (DOC) FS, pada 8 Maret 2021 lalu. SE yang mengacu pada Peraturan Menteri Pertanian No.32/Permentan/PK.230/09/2017 tentang Penyediaan, Peredaran, dan Pengawasan Ayam Ras dan Telur Konsumsi.
Ia menyebut Kementan belum melakukan stabilisasi perunggasan secara maksimal berkaitan dengan suplai LB, pakan, dan DOC dengan didukung data yang valid dengan pengawasan dan sanksi yang tegas terhadap pihak-pihak yang mengabaikan kebijakan pemerintah sesuai kewenangannya.
"Berdasarkan Pasal 1365 KUH Perdata, Pemerintah berkewajiban untuk menghentikan kerugian yang terus terjadi pada Peternak mandiri Cq. Sdr. Alvino Antonio dengan melakukan tindakan sesuai kewenangannya berdasarkan peraturan perundang-undangan, dan mengganti kerugian peternak rakyat sejumlah Rp 5,4 triliun," imbuh Hermawanto.
Alvino menambahkan, Ia merintis usahanya di bidang peternakan atau budidaya ayam broiler yang sejak tahun 2013 dengan menjalankan prinsip kerjasama usaha dengan perusahaan kemitraan. Pada tahun 2016 sampai dengan pertengahan tahun 2018, usahanya berkembang cukup baik dan meraih hasil usaha yang memuaskan. Namun, di akhir tahun 2018 usahanya mengalami gejolak yang sangat serius karena ketidakstabilan harga jual LB dan harga pakan ternak yang sangat tinggi.
"Jadi tidak akan sebanding dengan harga jualnya. Saya terus menerus merugi dan hutang terus menumpuk. Kalau ekosistemnya seperti ini, berapa pun modal usaha kami (peternak ayam rakyat) pasti rugi," sebut Alvino.
(hoi/hoi)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article RI Terancam Diserbu Ayam Impor, Ternyata Ini Sebabnya