Abu Batu Bara Bisa Bikin Negara Hemat Rp 4,3 T, Kok Bisa?

Anisatul Umah, CNBC Indonesia
15 March 2021 18:25
Pekerja melakukan bongkar muat batu bara di Terminal Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (23/2/2021). Pemerintah telah mengeluarkan peraturan turunan dari Undang-Undang No. 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Adapun salah satunya Peraturan Pemerintah yang diterbitkan yaitu Peraturan Pemerintah No.25 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral.  (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)
Foto: Bongkar Muat Batu Bara di Terminal Tanjung Priok. (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Abu batu bara dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) sudah tidak lagi masuk ke dalam limbah bahan berbahaya dan beracun (B3). Limbah tersebut dikenal dengan nama Fly Ash Bottom Ash (FABA).

Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Rida Mulyana mengatakan di Jepang pemanfaatannya FABA hampir 96,4%-nya. Jika FABA dimanfaatkan di Indonesia akan berkontribusi pada ekonomi nasional.

Menurutnya sebagaimana disebutkan Kadin penggunaan beton dengan abu terbang (fly ash) bisa menekan biaya dibandingkan dengan beton konvensional. Bahkan bisa memberikan efisiensi anggaran pembangunan infrastruktur sebesar Rp 4,3 triliun hingga tahun 2028.

"Pemanfaatan FABA sebagai campuran bahan baku beton berpotensi memberikan efisiensi anggaran pembangunan infra sebesar Rp 4,3 triliun sampai tahun 2028," ungkapnya dalam konferensi pers, Senin (15/03/2021).

Selain itu ada potensi penyerapan tenaga kerja sampai 500 ribu orang pada usaha kecil, mikro batako, dan paving block. Meningkatkan pendapatan pekerja sampai dengan Rp 25,3 triliun dalam kurun waktu 10 tahun mendatang.

"Kita sedang menyusun standard operating procedure (SOP), sehingga FABA bisa dimanfaatkan secara optimal. Pemerintah termasuk ESDM selalu berkomitmen pada isu yang terkait dengan lingkungan," paparnya.

Lebih lanjut dia mengatakan sepanjang tahun 2019 kebutuhan batu bara mencapai 97 juta ton. Produksi FABA sebesar 9,7 juta ton atau 10% dari jumlah serapan batu bara.

Ke depan diproyeksikan produksi FABA akan terus meningkat sejalan dengan proyek 35.000 mega watt (MW), yang artinya batu bara masih akan mendominasi. Pada tahun 2028 diproyeksikan kebutuhan batu bara sebesar 135 juta ton dengan FABA sebesar 13,5 juta ton.

Penghapusan FABA tertuang di dalam peraturan turunan UU Cipta Kerja yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

"Dalam PP FABA tidak lagi menjadi daftar B3. Sebagai komparasi saja, di negara lain FABA tidak digolongkan sebagai B3," jelasnya.

Rida menyebut FABA bisa dimanfaatkan dalam banyak bentuk, misalnya saja bahan baku jalan raya, industri semen, paving block, batako, dan lainnya. "Jadi melihat ini kita yang tadinya FABA kita anggap sebagai beban kita bisa jadikan berkah," tuturnya. 


(dob/dob)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Tekmira ESDM:Hilirisasi Batu Bara Bisa Hasilkan Anoda Baterai

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular