Ini Laporan WEF yang Disebut Sri Mulyani Mengancam Ekonomi RI

Jakarta, CNBC Indonesia - Ancaman besar yang menanti ekonomi dunia dan Indonesia yang diungkapkan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati berasal dari laporan Forum Ekonomi Dunia atau World Economic Forum (WEF) bertajuk The Global Risk Report 2021.
Seperti yang dikutip CNBC Indonesia, Senin (15/3/2021), laporan tersebut diperoleh melalui sumber yang andal dan akurat. Responden yang terlibat meliputi para investor besar dan analis ekonomi ternama dunia yang menggunakan kondisi sekarang sebagai asumsi awal untuk memprediksi kondisi jangka pendek hingga menengah panjang.
Dalam laporan tersebut dikatakan efek pandemi covid-19 merusak banyak aspek kehidupan. Banyak orang di dunia yang tidak bisa menahan tekanan sehingga berujung pada kemiskinan. Jurang dengan orang kaya pun tercipta semakin lebar karena pemanfaatan teknologi.
Pada kuartal III-2020, data menunjukkan adanya pemulihan ekonomi. Beberapa negara mulai melakukan pelonggaran, namun ternyata di akhir tahun penyebaran virus kembali meningkat tajam. Sehingga kebijakan berubah lagi menjadi lockdown.
Pandemi juga meningkatkan angka pengangguran. Belum ada jaminan, ketika ekonomi pulih kelompok ini akan kembali mendapatkan pekerjaan. Efisiensi yang terbentuk ketika pandemi dikhawatirkan terus dipertahankan perusahaan dengan melibatkan digitalisasi.
Sehingga dalam jangka pendek atau 2 tahun mendatang dikhawatirkan ada krisis pekerjaan. Kaum milenial yang mendominasi akan merasa kecewa karena sulit untuk tumbuh. Selanjutnya ketidaksetaraan penggunaan teknologi digital dan stagnasi ekonomi di beberapa negara karena terlambat pulih.
Hal lainnya dikhawatirkan jangka pendek adalah kerusakan lingkungan akibat ulah manusia, erosi kohesi masyarakat, dan serangan teroris.
Sementara itu dalam jangka menengah atau 3-5 tahun mendatang ancaman lebih buruk dikhawatirkan terjadi. Di antaranya adalah:
- Penggelembungan aset dalam skala ekonomi besar (Asset bubble burst in large economies) : harga perumahan, dana investasi, saham, dan aset lain dalam ekonomi besar semakin jauh/terputus dari ekonomi riil.
- Krisis utang di negara-negara besar (Debt crises in large economies): Keuangan perusahaan atau keuangan publik kewalahan oleh akumulasi utang dana/atau pembayaran utang di negara-negara besar yang mengakibatkan kebangkrutan massal, gagal bayar, kebangkrutan, krisis likuiditas atau krisis hutang negara.
- Kegagalan untuk menstabilkan harga (Failure to stabilize price
trajectories): ketidakmampuan untuk mengontrol kenaikan harga (inflasi) atau penurunan harga (deflasi) yang tidak terkendali pada tingkat harga umum barang dan jasa
- Renggangnya hubungan antar negara (Fracture of interstate relations) : persaingan ekonomi, politik, dan/atau teknologi antara kekuatan geopolitik, mengakibatkan retaknya hubungan bilateral dan/atau meningkatnya ketegangan.
- Konflik antar negara (Interstate conflict): Konflik bilateral atau multilateral yang berperang antar negara dengan konsekuensi global: serangan secara biological, kimiawi, dunia maya, dan/atau fisik. intervensi militer, perang proxy, dan sebagainya.
- Geopolitisasi sumber daya strategis (Geopolitization of strategic resources): konsentrasi, eksploitasi dan/atau pembatasan mobilitas oleh negara untuk barang, pengetahuan, jasa atau teknologi yang penting bagi pembangunan manusia dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan geopolitik.
Sementara itu untuk 10 tahun ke depan, maka risiko yang perlu dikhawatirkan adalah cuaca ekstrim, kegagalan tindakan iklim dan kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh manusia.
WEF juga mencatat kemungkinan digital power concentration, digital inequality and cybersecurity failure. Penyakit menular juga tidak bisa diabaikan kembali terulang di masa depan, bersamaan dengan krisis mata pencaharian dan krisis utang serta kerusakan infrastruktur TI.
(mij/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pandemi Belum Usai, Sederet Masalah Ini Ancam Ekonomi RI!
