
Jokowi Sempat 'Ngamuk' Soal Pupuk, Mentan Komentar Begini

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menjawab berbagai permasalahan pupuk subsidi. Salah satunya adalah soal efektivitas anggaran pupuk subsidi terhadap produksi pertanian di Indonesia yang sempat disorot oleh Presiden Jokowi. Selain itu, pupuk subsidi juga dikaitkan dengan masalah kelangkaan setiap tahun.
Mentan mengklaim selama ini pemerintah di tingkat pusat telah melaksanakan program dengan baik, namun Ia mensinyalir adanya keterlambatan birokrasi di sisi pemerintah daerah yang membuat ketersediaan pupuk menjadi langka.
"Persoalan pupuk ada lini 1, lini 2, lini 3, lini 4 dan lini 5. Lini 1 hingga 2 pengawasan dan arahan di Menteri, 2 sampai 3 biasanya Gubernur, 3 sampai 4 Bupati. Sekarang ada Bupati belum beri SK (surat keputusan) penjabaran ke lini 5, ini dinamika di lapangan," kata SYL dalam rapat kerja dengan Komisi IV DPR RI, Senin (25/1/21).
Lambannya birokrasi terlihat kala Ketua Komisi IV DPR RI Sudin menyebut ada 57 Kota dan Kabupaten se-Indonesia yang belum mengeluarkan penerbitan SK. Namun, Kementan membantah dan menyatakan kini hanya ada 9 pimpinan daerah yang belum mengeluarkan SK tersebut. Daerah tersebut adalah Batu Bara, Padang Sidimpuan, Barito Utara, Katingan, Sorong (Kabupaten), Manokwari, Sorong selatan, Teluk Bintan serta Kota sorong.
"Apa pupuk bisa diselesaikan hanya dengan bangun pendekatan fungsional struktural? Nggak bisa, karena tuntutan pupuk yang ada 23 juta ton. Kemudian diusulkan melalui RDKK (rencana definitif kebutuhan kelompok) yang ada. Kemudian setelah di-cleansing yang tidak bisa tidak (harus) 12 juta ton, yang disetujui cuma 7 juta ton, pasti ada leg yang nggak benar," sebut SYL.
Kebutuhan 23 juta ton pupuk itu untuk memenuhi kebutuhan nasional dengan luas baku sawah 7,46 juta hektare. Meski tidak sepenuhnya mendapat jatah subsidi, namun Ia mengklaim nilai tambah produksi sebagai dampak pupuk bersubsidi mencapai Rp 98,4 triliun. Jika dibandingkan anggaran yang digunakan rata-rata dari 2014-2020 Rp 28,1 triliun, maka nilai manfaat mencapai 250%.
Namun, Presiden Jokowi masih melihat ada carut marut dalam pelaksanaannya. SYL pun menjawab alur penyalurannya.
"Pupuk itu yang pertama uangnya ada di Menteri Keuangan, Industrinya di BUMN. Kementan atur RDKK. Proses RDKK dari Kabupaten terlegalisir sesuai syarat-syarat yang ada, kemudian dilegitimasi oleh Provinsi per Kabupaten, lalu masuk ke Kementan untuk ditetapkan, kemudian lanjut ke BUMN. Begitu prosesnya," katanya.
Ruwetnya birokrasi tersebut nyatanya membuat Jokowi gusar akan output dari pupuk subsidi. Ia menyoroti soal produktivitas pangan yang tidak sebanding dengan 'pengorbanan' yang diberikan pemerintah.
"Saya jadi ingat soal pupuk. Berapa puluh tahun kita subsidi pupuk? Setahun berapa subsidi pupuk? Rp 33 triliun seingat saya.Return-nya apa? Apakah produksi melompat naik? Saya tanya kembaliannya apa? Kalau tiap tahun kita keluarkan subsidi pupuk sebesar itu kemudian tidak ada lompatan di sisi produksi, ada yang salah," tegas Jokowi.
(hoi/hoi)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Trio Erick, M. Lutfi dan Syahrul 'Nyebur' ke Sawah, Ada Apa?