
Pengakuan Mengejutkan Menkes: Dari Vaksin ke Tracing Salah

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin secara terang-terangan tidak puas terhadap penanganan Covid-19 di Indonesia. Mulai dari strategi 3T (tracing, testing, dan treatment) yang salah sasaran, hingga data penerima vaksinasi Covid-19 yang membuat dirinya kapok.
Budi Gunadi mengakui strategi testing, tracing, dan treatment (3T) yang dikembangkan di Indonesia dalam menangani pandemi Covid-19 salah sasaran.
Seperti diketahui, sebagian masyarakat Indonesia yang melakukan testing adalah mereka yang mau bepergian, bukan orang yang menjadi suspect atau orang memiliki riwayat tinggal di wilayah yang melaporkan transmisi lokal atau kontak dengan pasien terkonfirmasi Covid-19 dalam 14 hari terakhir.
Budi mencontohkan, dirinya bisa dites swab Covid-19 hingga lima kali dalam seminggu karena masuk Istana Negara dan bertemu dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Kita tidak displin. Cara testingnya salah. Testingnya banyak, kenapa (kasus positif Covid-19) naik terus. Habis yang ditesting orang kayak saya. Saya setiap mau ke Presiden dites. Seminggu bisa lima kali dites karena masuk Istana. Emang bener begitu? Pastinya tak begitu harusnya," ujar Budi Gunadi Sadikin seperti dikutip dari Kanal YouTube PRMN SuCi, (Jumat 22/1/2021).
Budi mengungkapkan, seharusnya sistem 3T yang dilakukan harus berdasarkan epidemiologi atau testing pada orang yang masuk dalam kategori suspect Covid-19, bukan testing mandiri.
Sebagai gambaran, pemerintah mengatakan jumlah tes Covid-19 yang dilakukan di Indonesia sudah mencapai 288.000 pada periode 10-16 Januari 2021. Dengan jumlah ini maka Indonesia telah melampaui standar WHO dalam tes Covid-19.
Standar WHO adalah 10% per 1.000 orang, sehingga minimalnya Indonesia sudah mencapai 107,69% dari standar WHO. Budi menilai, dengan 3T yang diterapkan pemerintah selama ini, tetap tidak berguna, karena metodenya salah sasaran.
"Harusnya yang ditest suspect bukan orang yang mau bepergian seperti Budi Gunadi Sadikin yang mau menghadap Presiden. Nanti standar WHO (World Health Organization) tes satu per seribu per minggu terpenuhi tetapi tidak ada gunanya testingnya harus secara epidemiologi," kata Budi melanjutkan.
Dalam meningkatkan kepatuhan dan disiplin protokol kesehatan, seperti menggunakan masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak sebaiknya juga melibatkan ibu-ibu PKK (Pendidikan Kesejahteraan Keluarga).
"Selain Polisi, apa yang ditakuti, istri kan. Jadi pendekatannya lewat istri kemudian (mereka) memberitahu suami atau ancam anak-anak supaya rajin mencuci tangan, jaga jarak, dan pakai masker," tuturnya.
Halaman Selanjutnya >> Kapok Pakai Data Penerima Vaksin Milik Kemenkes
Selain menilai strategi testing, tracing, dan treatment (3T) yang dikembangkan di Indonesia dalam menangani pandemi Covid-19 salah sasaran. Budi juga mengaku kapok menggunakan data penerima program vaksinasi Covid-19 yang dimiliki oleh Kementerian Kesehatan, kementerian yang ia pimpin.
Kendati demikian, Budi tidak menjelaskan secara rinci alasan mengapa ia tidak percaya dengan data yang sudah dihimpun kementeriannya tersebut. Oleh karena itu, ia ingin data penerima program vaksinasi menggunakan data yang dimiliki oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).
"Saya sudah kapok, saya gak mau lagi pakai datanya Kemenkes, di crossing-crossing data dukcapil. Aku pakai datanya KPU, kita ambil KPU manual. Kemarin baru pemilihan itu di Jabar, kayaknya itu yang paling current, basednya untuk rakyat di atas 17 tahun," jelas Budi dikutip dari kanal PRMN SuCi di Youtube, Jumat (22/1/2021).
Seperti diketahui, pemerintah menargetkan 181,5 juta penduduk di Indonesia mendapatkan vaksinasi Covid-19. Vaksinasi akan dilakukan secara bertahap dalam periode 15 bulan, terhitung mulai Januari 2021 sampai Maret 2022.
Diakui Budi, saat ini program vaksinasi Covid-19 masih menemui sejumlah kendala. Salah satunya adalah tempat penyimpanan vaksin. Lemari cold chain untuk menyimpan vaksin tidak cukup, karena vaksin untuk penyakit lainnya menumpuk di tempat penyimpanan.
"Kenapa bisa penuh? Salah hitung. Ini masih di provinsi lho. Setelah dilihat, saya baru tahu, setiap tahun kita vaksinasi reguler setiap tahunnya antara 130-200 juta. Vaksin TBC, polio, difteri, dan sebagainya," jelas Budi.
Karena adanya pandemi Covid-19, vaksinasi seperti TBC, polio, difteri dan lain itu-itu tidak berjalan di posyandu-posyandu lingkungan masyarakat. Akibatnya vaksin tidak terpakai dan ditaruh di lemari es di sana.
"Begitu kita kirim, penuh. Sudah ada barangnya disimpan. Jadi chaotic," kata Budi melanjutkan.
Untuk diketahui, saat ini Indonesia sudah mengamankan 168 juta dosis vaksin Covid-19 dan sedang mengusahakan sisanya.
Berdasarkan data Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPC PEN) saat ini Indonesia sudah mengamankan 168 juta dosis vaksin dengan status confirm order. Komposisinya 116 juta vaksin Sinovac yang sudah dipesan pada 2021 dan Novovax sebanyak 52 juta tahun 2021.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjadi orang yang pertama disuntik bersama sejumlah tokoh, termasuk Menkes Budi Gunadi pada 13 Januari 2021.
Selanjutnya pemerintah akan fokus melakukan vaksinasi kepada 1,4 juta orang tenaga kesehatan hingga Februari 2021. Lalu vaksinasi 17 juta TNI-Polri pada Maret-April 2021. Kemudian vaksinasi 25 juta lansia hingga Mei 2021.
(dru)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Profil Menkes Budi Gunadi Sadikin Pengganti Terawan Putranto