Covid-19 di DKI

Help! Pengusaha Panik, Takut Anies Tarik Rem Darurat Lagi

Ferry Sandi, CNBC Indonesia
29 December 2020 12:10
Pemadam menyemprotkan cairan disinfektan di halaman gedung Balaikota gedung B, Balaikota Jakarta, Selasa 1/12. Selain Gedung B petugas damkar juga menyemprot Gedung Blok G Balai Kota DKI Jakarta hari ini mulai ditutup karena ada pejabat yang positif virus Corona (COVID-19). Di hari pertama penutupan, gedung Blok G dilakukan penyemprotan disinfektan oleh Sudin Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan (Gulkarmat) Jakarta Pusat. Beberapa petugas membagi peran untuk melakukan penyemprotan. Ada yang bertugas di halaman gedung, ada juga yang menyemprot disinfektan di beberapa lantai gedung Blok G. Ada 50 petugas yang dikerahkan untuk melakukan penyemprotan. Gedung Blok G Balai Kota DKI ada 23 tiga lantai. Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menutup gedung G Balai Kota DKI Jakarta. Anies menegaskan penutupan itu dilakukan bukan berkaitan dengan kasus Corona yang dialami almarhum Sekda DKI Jakarta Saefullah, melainkan ada dua pejabat yang terinfeksi COVID-19. (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)
Foto: Penyomprotan Disinfektan di Balai Kot. (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah provinsi DKI Jakarta membuka peluang untuk kembali menerapkan 'rem darurat' dalam penanganan covid-19, mendapat respons kontra dari kalangan pelaku usaha. Kebijakan tersebut bukan hanya merugikan pengusaha, namun juga masyarakat secara keseluruhan.

Ketua Kamar Dagang dan Industri (KADIN) DKI Jakarta Diana Dewi mengkhawatirkan salah satu dampak yang mungkin timbul adalah naiknya harga barang. Hal itu bukan tidak mungkin terjadi akibat menipisnya stok produk di pasaran.

Pasalnya, kegiatan produksi bakal terganggu akibat rem mendadak tersebut. Di sisi lain, bukan tidak mungkin ada yang mengambil kesempatan untuk menimbun barang demi mendapat harga tinggi.

"Kalau ada rem mendadak, paling tidak nantinya ada kepanikan-kepanikan. Nantinya ada yang mengambil kesempatan dalam hal ini juga banyak, jangan lah. Nanti bisa jadi ada lonjakan harga, apalagi awal tahun biasanya orang sudah produksi sesuatu. Produksi itu kan dari awal, karena produk-produk kemarin sudah mulai menipis," kata Diana kepada CNBC Indonesia, Selasa (29/12).

Potensi kelangkaan barang berpotensi terjadi jika aktivitas produksi di dunia usaha mengalami hambatan. Berkaca pada rem mendadak di Agustus silam, banyak dari dunia usaha yang harus berhenti beroperasi. Padahal, hasil produksinya menjadi kebutuhan masyarakat. Diana menilai langkah yang tepat dilakukan adalah pengetatan secara terukur.

"Makanya lebih baik nggak pengetatan yang ketat sekali, tapi lebih ke evaluasinya apa sih yang terbaik dilakukan, baik segi kesehatan maupun ekonomi," jelas Chief Executive Officer (CEO) PT Suri Nusantara Jaya itu.

Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria sempat menggulirkan wacana rem darurat. Ia berbicara soal kemungkinan menarik 'rem darurat'. Namun, keputusannya bukan pada akhir tahun ini, melainkan bakal memantau kondisi terbaru hingga awal Januari mendatang.

"Menyikapi peningkatan ini kami akan terus mengambil beberapa kebijakan. Kita akan lihat nanti dalam beberapa hari ke depan, setelah tanggal 3 Januari 2021 apakah dimungkinkan nanti Pak Gubernur (Anies Baswedan), apakah ada emergency brake atau yang lain nanti kami akan lihat sesuai dengan fakta dan data memang ini sangat dinamis sekali terkait fakta dan data," kata Riza Patria di Mapolda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Minggu (27/12/2020) dikutip dari detikcom.

Kasus Covid-19 di DKI Jakarta memang terus meningkat sepanjang Desember 2020. Bahkan, mengutip corona.jakarta.go.id, DKI Jakarta mencatat rekor kasus Covid-19 sebanyak empat kali di Desember 2020 dengan perincian pada 17 Desember dengan 1.690 kasus, 19 Desember 1.899 kasus, 23 Desember 1.964 kasus dan terakhir pada 25 Desember 2.096 kasus.


(hoi/hoi)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Data Baru Sebut China Sudah Kaji Covid Sebelum Pandemi Meledak

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular