Menag Kaji Kembali SKB Pelarangan Ahmadiyah

Syahrizal Sidik, CNBC Indonesia
25 December 2020 16:30
Menteri Agama (Menag), Yaqut Cholil Quomas (Tangkapan Layar Youtube Sekretariat Presiden)
Foto: Menteri Agama (Menag), Yaqut Cholil Quomas (Tangkapan Layar Youtube Sekretariat Presiden)

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas atau Gus Yaqut menyatakan bakal mengkaji kembali mengenai pertimbangan pemerintah mencabut Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 menteri mengenai larangan terhadap ajaran Ahmadiyah.

Surat itu diteken Jaksa Agung, Mendagri dan Menteri Agama pada 2008 lalu yang melarang penganut Ahmadiyah menjalankan seluruh kegiatannya di tanah air.

"Kita akan kaji nanti," ucap Yaqut seperti dilansir CNN Indonesia, Jumat (25/12).

Sebelumnya, Gus Yaqut menyatakan pemerintah akan mengafirmasi hak beragama warga Ahmadiyah dan Syiah di Indonesia. Yaqut tidak ingin ada kelompok beragama yang terusir dari kampung halaman mereka karena perbedaan keyakinan. "Mereka warga negara yang harus dilindungi," katanya.

Pria yang akrab disapa Gus Yaqut itu menyatakan bahwa Kementerian Agama akan memfasilitasi dialog yang lebih intensif untuk menjembatani perbedaan selama ini.

"Perlu dialog lebih intensif untuk menjembatani perbedaan. Kementerian Agama akan memfasilitasi," katanya.

Pernyataan tersebut menanggapi permintaan Guru Besar Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Azyumardi Azra agar pemerintah mengafirmasi kelompok minoritas.

Azyumardi menyampaikan itu secara daring pada forum Professor Talk Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) di Jakarta.

"Terutama bagi mereka yang memang sudah tersisih dan kemudian terjadi persekusi, itu perlu afirmasi," kata Azyumardi.

Menurutnya, afirmasi itu kurang tampak diberikan pemerintah kepada kelompok minoritas. Misalnya, saat ada pemeluk agama yang ingin mendirikan tempat ibadah.

Azyumardi mengatakan para pengungsi Syiah di Sidoarjo dan kelompok Ahmadiyah di Mataram mengalami persekusi oleh kelompok Islam 'berjubah'. Kasus intoleran itu, menurutnya, bukan hanya terjadi di kalangan umat Islam saja, melainkan juga dialami oleh pemeluk agama lain di Indonesia.

"Di wilayah yang mayoritas Kristen, itu Katolik susah bikin gereja. Yang mayoritas Katolik, orang Kristen juga susah untuk membangun," kata Azyumardi.

Ia berpendapat kelompok dengan relasi kekuatan yang minim di suatu lokasi akan sulit mendapat restu mendirikan tempat ibadah dari kelompok yang memiliki relasi kekuatan yang lebih kuat.

"Ini masalah power relation sebetulnya. Siapa yang merasa dia mayoritas. Jadi, yang begini-begini,power relation yang harus diatur begitu, ya (oleh Pemerintah). Bagaimana supaya adil," katanya.


(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Menag Baru Jokowi Minta Natal Kali Ini Tak Berlebih-Lebihan

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular